Alkan terlihat begitu sibuk di mejanya. Ia bahkan tak punya waktu untuk mengistirahatkan sejenak pikirannya atau mengisi perutnya. Nino memasuki ruangan menghentikan Alkan yang sibuk mengetik.
"Maaf Pak, ini jadwal istirahat Bapak. Apa Bapak mau makan? Kalau mau, saya panggilkan OB untuk membawakan makanan."
"Gak usah!"
"Apa Bapak gak berencana ke resto moonlight?"
Ucapan Nino berkali-kali membuat Alkan memicingkan matanya tajam menatap Nino.
"Maaf Pak, saya permisi dulu."
Setelah Nino melangkah keluar, Alkan mulai berpikir. Ia membuka kacamata minusnya sejenak. Perutnya begitu terasa lapar ia rasa. Dan perkataan Nino ada benarnya juga. Sudah lama ia tak berkunjung ke Moonlight Resto walau hanya beberapa hari terlewat. Menurut hati Alkan, sehari tak meihat Hani, ia merasa hidupnya tak begitu baik.
"Nino, saya mau ke resto. Tolong jaga kantor."
"Baik Pak."
Alkan mengendarai mobil hitamnya dengan tenang. Setiap jalur perkotaan ia lewati. Beberapa menit melakukan perjalanan, ia lantas parkir di depan resto Hani.
Hani di resto sedang melakukan pengecekan perlengkapan resto yang harus diganti. Alkan masuk resto dan mendapati Hani yang begitu sibuk.
"Ekhemm, waiter!"
"Pak Alkan? Ada yang bisa saya bantu Pak?"
Hani mendongak ke atas, melihat plafon restoran yang warnanya terlihat begitu kusam. Pandangannya teralihkan mendengar suara Alkan.
"Saya mau pesan Cheese Pasta sama Lemonade aja deh."
"Baik Pak."
Hani mengalihkan pandangannya lagi dan melanjutkan pekerjaannya. Padahal sebelumnya ia memang tak sengaja mencari Alkan, karena sudah beberapa hari pria itu tak berkunjung.
"Manager?"
Panggilan pertama, tak membuat Hani menoleh cepat.
"Manager!" Nada panggilan Alkan mulai meninggi.
Hani menghela napasnya datar. Ia melirik malas Alkan yang tengah menunggu makanannya.
"Iya ada apa? Apa kamu mau minta laporan? Resa kemarin udah kasih ke Nino."
"Beneran?"
"Aku sibuk, property resto banyak yang rusak, harus diganti."
"Apa kamu perlu aku panggilin desainer interior?"
"Emm gak usah, cuma sedikit. Kayaknya cuma perlu belanja property sedikit."
"Ini Pak pesanannya, selamat menikmati."
Alkan makan dengan lahap sambil berbincang mengganggu Hani.
"Kalau gitu, nanti aku suruh orang mengganti semua itu."
"Gak usah, kayaknya biar aku aja. Buat hemat waktu juga."
"Kamu belanja sendiri?"
"Iya, kenapa emangnya?"
"Biar aku temenin," ucapnya dengan penuh makanan di mulutnya.
"Heh, kamu makan sambil bicara. Itu gak baik, habisin dulu makanan kamu."
Setelah proses makannya selesai, Alkan menarik paksa tangan Hani untuk keluar.
"Eh eh mau ke mana?"
"Kita belanja property sekarang."
"Aku gak mau, biar nanti aku yang pergi sendiri."
"Yang punya resto ini siapa sebenarnya? Aku Direkturnya. Kenapa kamu seenaknya ngatur-ngatur ini sendiri?"
"Iya iya iya, ayo pergi."
Alkan tersenyum lebar. Mereka sampai di toko property. Hani kemudian memilih barang untuk dijadikan desain interior restoran. Sementara Alkan hanya bermain-main, mencoba menduduki semua sofa yang terpajang di dalam toko. Sementara, Hani merasa malu karena tingkah Alkan.
"Alkan kamu ngapain sih, malu-maluin aja," bisik Hani jengkel.
"Han, mungkin kamu perlu beli ini, bisa ditaruh di dekat taman. Mungkin sebagian orang ada yang mau merilekskan dirinya kayak gini."
"Ya tapi kamu ngapain itu? Cepet berdiri dan bantu aku pilihin barang bagus."
"Iya iya."
Beberapa jam, mereka selesai berbelanja.
"Pak, nanti dikirim aja ya ke resto Moonlight, ini alamatnya."
"Baik bu, terima kasih. Pengiriman akan segera berjalan."
Alkan merasa canggung saat tahu dirinya tengah berdua di dalam mobil bersama Hani. Menelan saliva pun rasanya tak bisa ia lakukan. Pasalnya, mereka sudah beberapa hari tak bertemu. Untuk memulai perbincangan yang biasa Alkan lakukan, serasa begitu berat bagi Alkan detik itu.
"Emmm, sebenarnya kenapa kamu harus ganti perlengkapan resto, bukannya masih bagus ya?" Alkan memulai perbincangan walau ia sempat gugup harus bicara apa.
"Aku pikir, restoran kita terlalu kuno karena suasananya cuma itu itu aja."
"Oh begitu."
Di dalam mobil, Hani membawa sebotol kopi susu yang dipegangnya. Saat hendak meminumnya, tiba-tiba Alkan mengerem karena ia tak sadar di depannya ada lampu merah. Kopi yang dipegang Hani langsung menumpahi sebagian pakaiannya.
"Aduh aduh, yah baju aku. Kamu gimana sih Alkan, gak bisa nyetir? Kenapa tiba-tiba ngerem begitu." Hani begitu jengkel.
"Ougghh, kamu gak liat di depan lampu merah, ya jelas aku berenti mendadak begini."
"Terus gimana sama baju aku? Kotor gini, aku gak bawa baju ganti, ah elah."
"Bukan salah aku kali Han, kenapa marah-marah sama aku?"
Hani terus merengek karena bajunya kotor. Alkan lalu membelokan stirnya untuk menepi di pinggir jalan. Alkan tiba-tiba melepaskan jas yang dikenakannya dengan kesal karena mendengar Hani terus mengeluh karena jasnya kotor.
"Heh mau ngapain kamu?"
"Nih pake dulu ini."
"Gak mau, gak usah."
"Cepet pake, kamu masih ada shif kan sampai malam nanti, kamu pake dulu. Kamu bisa buka kalau sampe di restoran nanti."
Hani mengambil jas yang diberikan Alkan dengan kasar. Ia memakainya dengan jengkel menatapi Alkan.
"Harum banget jasnya, dia pasti selalu rapih," batin Hani tak sengaja mencium bau parfum di jas Alkan.
Alkan lantas tancap gas setelah mengantar Hani sampai ke restoran. Dan begitu bodohnya Hani ketika ia lupa mengembalikan jas Alkan yang ia sempat pakai.
"Ah elah, udah jauh lagi."
Di Apartemen, Alkan menghela napas lelahnya. Ia hendak membuka jasnya, namun terhenti karena ia lupa kalau jasnya dipakai oleh Hani karena tumpahan itu.
"Jas! Oh iya gue lupa, Hani yang pake."
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONLIGHT (Love in Business)
Novela JuvenilKetika sebuah bisnis mencampuri kehidupan percintaan antara Alkan dan Hani. Alkan Adiputra, anak pengusaha tajir yang hidupnya mulai bermasalah ketika ia berpisah dengan cinta pertamanya karena sebuah bisnis sang Ayah. Mereka memutuskan untuk berpis...