Pak Deni begitu terlihat gembira ketika dirinya sudah keluar dari rumah sakit. Dan ia pun menyuruh Alkan untuk menjemput Syila di toko kuenya. Hari itu adalah hari pertemuan Alkan dengan Pak Bondan.
"Syila."
"Kamu udah siap?"
Alkan menganggukan kepalanya perlahan. Matanya pun serasa terpaksa menatap gadis bernama Syila itu. Selain itu, keterpaksaan pun ia lakukan juga ketika bertemu dengan orang tua Syila.
"Saya datang Pak."
"Alkan, kamu sampai juga. Kalian silakan duduk, Ayah mau bicara dengan kalian."
Mereka sudah terlihat duduk bersama di sebuah ruang tamu rumah Pak Bondan. Jujur saja, Alkan begitu tak betah ketika menduduki rumah itu. Namun, jika ia kabur, Ayahnya akan menyeretnya ke paling buruk dari rumahnya Pak Bondan.
"Nak Alkan, kamu yang menjemput Syila? Apa di sana ia baik-baik aja?" tanya Ibu Syila.
"Ibuuuu," rengek Syila dengan manja. Ia pun tersenyum ketika sang ibu mencemaskannya.
"Syila baik-baik aja kok bu." Alkan tersenyum ramah.
"Begini ... gimana dengan acara pertunangan kalian?"
Hati Alkan serasa tersobek. Telinganya bahkan serasa sakit ketika mendengar bahwa ia bersama Syila akan bertunangan. Padahal, Alkan sebelumnya tak membayangkan sampai sejauh ini.
"Saya mau bapak bertanya dengan Syila terlebih dahulu."
"Kalau gitu ... Syila, kamu setuju dengan pertunangan ini?" tanya Pak Bondan pada puterinya itu.
Syila menganggukan kepalanya dengan malu. Hal itu membahagiakan Pak Bondan dan juga istrinya yang begitu antusias akan jawaban sang anak.
"Syila, sekarang kamu malu-malu di depan Alkan?" Sang Ibu mengejeknya.
Alkan hanya tersenyum datar. Namun, wajahnya terlihat begitu terpaksa untuk membuat senyuman. Alkan tahu, hal ini sudah sangat menjengkelkannya sedari tadi.
"Baik Pak, Bu, Alkan mau ngajak Syila buat beli cincin tunangan." Lagi-lagi apapun yang ia lakulan adalah intrupsi Pak Deni yang jika tak dilaksanan membuatnya akan murka berkepanjangan.
"Ya udah, kalian hati-hati."
"Aku pergi dulu Yah, Bu."
**
Mereka membeli sebuah cincin untuk pertunangan mereka yang akan dilaksanakan segera. Syila sedang asyik menatapi Alkan diam-diam. Ia begitu bahagia ketika Alkan bahkan mengajaknya untuk membeli cincin. Padahal, Syila mimpi saja tidak kalau Alkan akan baik padanya seperti hari ini."Kenapa Alkan sekarang begitu ramah, dulu dia jutek banget sama aku," batin Syila.
"Silakan pilih yang kamu mau, aku terserah sama kamu mau yang mana. Aku mau nerima telpon dulu."
"Iya."
Alkan pergi mengangkat telepon sementara Syila asyik memilih cincin pertunangannya.
"Baru aja dibilang ramah, sekarang jutek lagi. Hemm, awas aja kamu Alkan, kalau udah milikin kamu, aku kunyel-kunyel wajah jutek kamu itu," gumam Syila sambil tersenyum tipis.
"Gimana? Udah?"
"Gimana? Kamu suka ga?"
"Kalau udah ada, ayo kita pulang. Aku ada urusan penting. Aku nanti nganter kamu pulang sampe depan aja ya?"
"iya gak apa-apa."
Alkan kembali ke kantor, melaksanakan tugas yang sempat terbengkalai beberapa jam karena menemani Syila.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONLIGHT (Love in Business)
Fiksi RemajaKetika sebuah bisnis mencampuri kehidupan percintaan antara Alkan dan Hani. Alkan Adiputra, anak pengusaha tajir yang hidupnya mulai bermasalah ketika ia berpisah dengan cinta pertamanya karena sebuah bisnis sang Ayah. Mereka memutuskan untuk berpis...