11. Paksaan

519 23 0
                                    

Alkan banting stir menyusuri jalan perkotaan yang begitu ramai akan kendaraan berlalu-lalang. Matanya menyipit memfokuskan pandangannya pada arah jalan. Ia lantas pergi ke perusahaan utama, berniat untuk menemui Angga, pemegang keuangan perusahaan Ayahnya.

"Selamat siang pak Angga?"

"Pak Alkan, silakan duduk pak! Senang sekali pak Alkan berkunjung ke sini."

"Bagaimana pekerjaan Pak Angga?"

"Kerjaan sangat lancar pak."

Pak Angga mulai bingung atas kehadiran Alkan yang tiba-tiba. Padahal, tak ada pekerjaannya yang menyangkut nama Alkan. Hal itu membuat Pak Angga sendiri merasa penasaran. Alkan bahkan datang tanpa ia undang.

"Sebelumnya saya belum berkenalan resmi sama Pak Angga setelah saya masuk ke perusahaan. Ayah suruh saya untuk berkunjung pada tiap eksekutif perusahaan yang menjabat untuk tujuan silaturahmi."

"Oh iya Pak Alkan. Saya senang anda bisa datang ke sini Pak. Saya pun senang karena Bapak yang bertugas untuk perusahaan cabang. Saya dengar kinerja Bapak luar biasa. Silakan diminum kopinya Pak."

Alkan menaruh kembali setelah ia meminum secangkir kopi di kantor Pak Angga.

"Oh iya Pak, saya mau bertanya. Pak Angga ini bertugas untuk menggantikan Pak Gani bukan?"

"Benar sekali pak, memangnya ada apa bapak bertanya seperti itu?"

"Ah nggak. Maaf kalau saya bertanya seperti karena yang saya tahu posisi ini sebelumnya di isi oleh Pak Gani. Maka dari itu saya ke sini untuk bertemu dan mengenal Bapak secara langsung."

Pak Angga melirik Alkan dengan cemas. Ia bahkan berpikir bahwa alasan Alkan sungguh tidak logis ketika mendatanginya ke kantor hanya untuk perbincangan kecil semata.

Beberapa menit, meeting antara Alkan dan Pak Angga selesai. Alkan melangkah keluar dengan Angga yang terfokus menatapnya dengan heran.

"Ada maksud apa si Alkan ke sini? Jangan sampe dia tau semuanya tentang gua," gumam Angga membatin sinis.

"Sedikit mencurigakan, gue jadi tertarik tentang pak Angga. Gue akan buktiin sendiri, kalau Pak Gani gak pernah bersalah."

***

Alkan berkunjung ke resto moonlight untuk ke sekian kalinya. Hal itu bahkan membuat Hani jengkel karena Alkan begitu bebasnya datang ke resto disaat orang-orang sibuk untuk bekerja.

"Kenapa sih, kamu ke sini terus? Emang di kantor kamu gak ada pekerjaan apa?"

"Emangnya apa lagi yang di kerjain sama direktur? Kan punya karyawan."

Hani menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir. Ia begitu jengkel dengan sikap semaunya Alkan.

"Emangnya kamu keberatan, kalau aku ada di sini?"

"Iya, kenapa emangnya?"

Alkan mendekati Hani secara perlahan. Membuat Hani memasang badan untuk menghindar.

"Kamu mau apalagi sih? Udah deh kerjain kerjaan kamu, balik aja ke kantor kamu."

Alkan menyurangkan matanya dengan kesal. Ia terus mendekat pada Hani dengan raut wajah sungguh emosi. Alkan menatap tajam mata Hani. Mulutnya sedikit terbuka layaknya ingin berucap sesuatu. Namun, ia menahannya dan fokus tajam menatap Hani. Alkan memegang tangan Hani paksa. Ia begitu kesal karena Hani terus menerus bersikap kasar di depannya.

"Kamu kenapa? Seenaknya nyentuh-nyentuh orang, lepasin!"

Mata Alkan tiba-tiba berkaca menatap kedua mata Hani. Hani sendiri jatuh kebingungan. Matanya kaget menatap mata Alkan. Jantungnya berdekup penasaran.

MOONLIGHT (Love in Business)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang