PART 2

12.4K 1.1K 119
                                    

_

_

_

Hiruk-pikuk kota membuat beberapa orang asik dengan urusannya masing-masing dan mengabaikan orang lain. Gadis dengan tas punggung berwarna putih dan earphone yang bertengger ditelinga keluar dari dalam bus kota dengan susah payah. Ukuran tubuh yang bisa dikatakan melebihi batas normal membuat Yuna kesulitan bergerak dalam beberapa hal, seperti saat ini ketika dia harus mengapit tubuhnya diantar kerumunan orang yang ingin turun dari kendaraan umum tersebut.

Dia memicingkan mata melihat kerumunan orang tidak jauh dari tempatnya sekarang, dengan rasa penasaran yang teramat sangat, Yuna melangkah mendekat.

"Sepertinya ada yang terluka. " Gumamnya pelan, kemudian dia berlari melihat apa yang terjadi di depan sana. Dan betapa terkejutnya dia ketika melihat pria yang usianya mungkin sudah berusia sekitar lima puluhan itu sedang terbaring lemah sambil memegang perutnya.

"Apa yang kalian lakukan, kenapa kalian tidak menolongnya?! " Teriaknya sembari menyingkirkan beberapa orang yang berdiri disekitar pria itu tanpa berniat menolong. hanya menonton. "Panggilkan ambulance sekarang. Tolong. Dia terluka."

Yuna langsung memegangi perut pria itu berniat agar darah yang berasal dari sana berhenti. Dia berteriak panik memerintah, seragamnya sudah dipenuhi bercak darah, air matanya terjatuh begitu saja, sementara orang- orang disekitarnya masih diam mematung karena terkejut melihat pria itu hampir kehilangan kesadarannya.




______





Aroma obat-obatan, suara Brankar Dorong rumah sakit yang bergesekan dengan lantai rumah sakit ditambah tetesan cairan inpus yang terdengar jelas di telinga dan masih dapat kuhitung cairan itu turun tiap hitungan detik.

Pria yang belum aku tahu siapa jelasnya ini masih terbaring lemah dengan bibir yang mengering dan kulit nyaris tak berdarah. Aku tidak tahu apa penyebab dan penyakitnya, yang sekarang ada di dalam otakku adalah siapa dia, dan bagaimana aku selanjutnya?

Bekas darah sudah mengering dalam seragam yang tengah aku kenakan, ponsel dalam genggamanku mati karena kehabisan daya. Mataku melirik jam yang melingkar dipergelangan tangan, ternyata sudah tujuh jam dia belum juga tersadar.

Kepalaku pusing, kakiku lemas, aku bisa saja terjatuh jika tidak berpegangan pada sisi kursi yang tengah aku duduki. Dua kantung darah. Aku rasa itu cukup membuatmu merasa seperti kehilangan keseimbangan. Pria ini kehilangan banyak darah, takdir atau semacam apa, yang jelas aku sudah mendonorkannya. Intinya darah kami cocok.

Aku sempat berpikir apa dia diintai seseorang, atau mungkin dia merupakan anggota mafia 'The King' yang sudah pensiun karena sudah tua. Jika diingat, mereka adalah mafia ternama pada masanya.

"Paman. kau sudah siuman?"

Tanyaku antusias ketika melihat dia membuka mata. Dia hanya mengangguk dan menyuruhku untuk mengambil ponsel yang ada di saku jasnya tadi, kemudian ku lihat dia menelpon dengan suara yang tidak terlalu jelas, mungkin itu akibat dia baru siuman paska menjalani operasinya.

"Siapa namamu?" Tanyanya membuyarkan lamunanku.

"Ah.., Han Yuna. Namaku Han Yuna."

Aku membungkukkan badan memperkenalkan diri. Dia tersenyum tipis sembari meringis kesakitan.

"Hmmmm.. Han Yuna-ssi terimakasih. Kau anak yang manis.Aku tidak tau lagi harus berkata apa, dan membalasnya dengan apa, atau kau mau minta sesuatu dariku, aku akan mengabulkan apapun permintaanmu." Lanjutnya dengan wajah yang sendu dan mata yang berkaca-kaca.

"Tidak paman." Sanggahku dengan segera. "Ini sudah seharusnya. Tidak apa-apa, jangan berkata seperti itu, aku ikhlas dan tidak mengharapkan dan meminta apapun. Sungguh." Lanjutku mencoba menjelaskan.

Suara pintu terbuka dan sontak kami melihat kearah pintu. Aku melihat seorang pria mungkin seumuran dengan ku dengan memakai hodie berwarna hitam dan menggunakan masker sehingga wajah nya hampir tertutup.

"Appa!" Dia berlari dan memeluk segera. "Maafkan aku.., apa semua baik-baik saja?" Tanyanya dengan rasa khawatir.

"Jadi pria berpenamilan ninja ini anaknya." Gumamku, dan Sialnya mereka sepertinya mendengarku.

Paman tersebut tersenyum lembut.

"Benar sekali. Ini anakku." kata pria itu sambil menepuk lengan anaknya.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Aku melihat pemuda itu dari atas sampai bawah, dan dia juga menatapku seperti itu.





_____






"Aku tidak mau. Ini keterlaluan!"

Jungkook mendaratkan bokongnya dengan keras pada kursi disamping tempat tidur ayahnya. Dia menyibak rambut frustasi.

"Dia gadis baik. Aku berhutang budi padanya." Suara serak akibat baru siuman menjadi perhatian Jungkook.

"Aku tahu. Tapi bukan berarti kalian menjualku sebagai gantinya."

Perkataan Jungkook membuat kedua orang tuanya saling menatap terkejut.
"Aku mempunyai hak dengan siapa aku akan menikah appa, eomma. Kalian tahu aku memiliki mimpi, dah yah aku ini seorang idol. Aku mencoba mengingatkan jika kalian lupa. Bagaimana bisa aku menikahi gadis dwaeji sepertinya. Kalian sungguh membuatku gila." (babi)

"Jungkook. Jaga ucapanmu."

Sekarang suara ibunya yang harus di dengar. Wanita itu berjalan mendekati puteranya yang begitu labil dan egois. Orang-orang mengira dia merupakan anak baik-baik yang akan selalu menuruti perintah orangtuanya, tapi itu adalah anggapan yang salah. Jungkook. Dia adalah pria yang akan menentang keras sesuatu jika tidak sesuai keinginannya.

Emosi dan amarah yang sulit dikontrol. Dia membutuhkan seseorang yang mampu melumpuhkan dan menekan emosinya. Tuan Jeon tahu itu, gadis yang menyelamatkannya yang bisa menolong Jungkook dari emosi dan amarahnya.

"Baiklah. Jika itu maumu. Aku juga akan menggunakan caraku sendiri. Jika kau tidak mau menikahinya, tinggalkan industri musik itu. Fokus pada sekolahmu. Berhenti menjadi seoarang selebriti, artis, atau apapun itu."

Jungkook menegang, yang benar saja. Dia tidak akan bisa meninggalkan itu, mereka adalah nyawanya. Dia terdiam, menggigit dinding pipi bagian dalam, menarik nafas dan mengambil sebuah keputusan.

"Baiklah. Aku menyerah. Aku akan menikahinya."



***

T. B. C

MOODBOOSTER  (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang