_
_
_
Ada banyak perdebatan yang terjadi dalam diriku sendiri. Keputusan ini benar atau tidak? Jika aku memutuskan bersama Jungkook maka aku yakin akan ada banyak hati yang terluka-- mungkin. Dan yang paling terluka tentunya adalah aku. Mengetahui Jungkook memiliki kekasih dan berusaha menerima itu pasti akan sangat menyulitkan. Aku tetap akan menjadi posisi yang kedua. Selalu menjadi opsi kedua jika yang pertama tidak ada untuknya.
Kata orang cinta itu bisa membuat logika dibunuh dengan perasaan. Bagaimana mungkin aku bisa memutuskan untuk hidup bersamanya sementara dia mempunyai seseorang yang tengah dengannya jauh sebelum kehadiranku. Aku berperan sebagai istri sah, tetapi kenyataannya aku ini hanya sekedar simpanan.
Getaran ponsel membuyarkan lamunanku. Kualihkan pandanganku sesaat pada Jungkook yang masih terlihat terlelap dalam tidurnya sembari merengkuh tubuhku hangat. Seperti mimpi, pria ini benar-benar memelukku tanpa melepasnya semalaman penuh. Ponselku terus bergetar, aku meraih benda itu diatas nakas, sedikit kesulitan akibat Jungkook yang memeluk erat.
Aku menghela nafas sebelum mengangkat. "Ada apa?"
[Ada apa? Masih bertanya seperti itu Han Yuna? Aku hampir gila mencarimu disetiap sudut universitas]
Aku terkekeh. Selalu saja berlebihan. "N.., bisakah kau tidak berteriak. Tenanglah.., aku baik-baik saja."
Aku mendengar satu helaan nafas keluar dari seberang sana. Aku tahu, mungkin orang yang pertama kali merasa kehilangan saat aku tidak ada disana adalah pria ini.
[Tenang matamu! Aku baru kembali dari konserku dan sekarang kau tidak menyambutku. Kau dimana? Aku merindukanmu sayang.]
Aku merasakan Jungkook sedikit menggeliat dalam tidurnya. Mungkin merasa terganggu dengan suaraku yang sedang berdebat kecil dengan N. Aku memperbaiki posisi ingin membelkangi, tapi Jungkook seolah tidak memperbolehkan aku berbalik darinya. Hingga pada akhirnya aku hanya bisa menurunkan sedikit nada suaraku.
"Maafkan aku. Aku ada urusan sebentar, dan nanti akan kujelaskan padamu."
[Jelaskan apanya?! Jangan membuatku bingung, katakan dimana kau sekarang, aku akan menjemputmu.]
"Bukan seperti itu N. Aku tidak bisa--"
Perkataanku terhenti ketika tiba-tiba saja Jungkook merebut ponsel dari telingaku.
"Jangan menganggu istri orang di pagi hari. Yuna bersamaku. Berdua. Diatas ranjang. Saling menghangatkan."
Perkataannya terdengar sangat jelas. Setelah itu Jungkook mematikan sambungan telepon dan meletakkan ponsel itu kembali diatas nakas, menarikku dalam pelukannya lagi.
"Jangan menerima telepon darinya lagi." Gumamnya dalam pelukan. "Aku tidak suka. Sungguh. Hatiku rasanya seperti terbakar."
Ini menyenangkan. Mendengar Jungkook mengaku seperti itu membuatku mengulas satu lengkungan senyum. Apa dia baru saja mengakui bahwa dia cemburu?
"Dia hanya temanku Je, bukan siapa-siapa." Kataku sembari membalas pelukannya. "Dia hanya khawatir karena tidak melihatku disana."
"Tidak ada haknya mengkhawatirkan gadisku. Sama sekali."
Terdengar posesif. Tapi aku menyukainya. Caranya mengklaim aku sebagai gadisnya membuat sesuatu dalam diriku memanas, pipiku seperti menyemburkan rona merah, aku seperti merasa ada ratusan kupu-kupu menggelitik perutku. Aku tersenyum dalam pelukannya, mengusap punggung Jungkook lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOODBOOSTER (SUDAH TERBIT)
Fanfiction[SUDAH TERBIT] Tidak ingin berharap banyak. Aku hanya ingin kau menganggapku ada. Memberiku tempat dimana ada bagian terkecil dari hatimu yang mampu aku tempati. Aku sudah terlanjur masuk kedalam duniamu, walau tanpa ijin darimu. Karena pada dasarn...