Chapter 51

29.6K 1.5K 97
                                    

Kent sedang mengendarai mobilnya menyusuri jalanan yang sepi itu. Ia memutuskan untuk pulang ke penthouse miliknya setelah beberapa hari ia menginap di kantornya. Alasannya sederhana, apartment—atau lebih pantas disebut penthouse itu selalu mengingatkannya pada Alesya.

Alesya...

Jangan tanyakan seberapa rindunya ia pada wanita cantik itu. Ia sudah hampir gila karenanya.

Mata Kent menyipit ketika melihat seorang wanita yang sedang memberontak, dengan tangan yang dicengkram oleh pria yang wajahnya tertutupi. Langsung saja Kent turun dari mobilnya, bermaksud untuk membantu wanita yang sekang sudah terjatuh dengan pelipis yang berdarah.

Ia langsung memberi pukulan pada pencopet itu. Dengan mudah ia berhasil merebut tas milik sang wanita yang ia yakini sebagai incaran dari pencopet tersebut.

Sekilas, ia melirik wanita tadi, mencoba untuk memeriksa keadaannya. Tunggu...

Itu... Alesya?

Seraya memberi pukulan pada si pencopet, Kent kembali memastikan dugaannya. Ternyata benar, itu Alesya. Wanitanya hampir dicopet dan dengan kurang ajarnya mendapat 'hadiah' dari pria tolol itu.

Emosi Kent memuncak. Pukulannya semakin keras dan hampir membuat sasarannya itu kehilangan kesadarannya. Akhirnya, ia membiarkan si pencopet untuk kabur terbirit – birit.

Kent melangkahkan kakinya menuju tempat dimana wanitanya sedang meringkuk ketakutan. Ia berjongkok dihadapannya. Tangannya terulur untuk mengusap pipi Alesya dengan lembut.

"Hey.. it's okay, it's me," bisiknya yang membuat Alesya mendongak.

Kent tersenyum lembut walaupun hatinya teriris. Keadaan Alesya benar – benar kacau, pelipis dan hidungnya mengeluarkan darah. Astaga..

"Alesya, it's me. Kau sudah aman."
Langsung saja ia membopong tubuh ringkih itu dan mendudukannya di kursi penumpang. Ia berniat untuk membawanya pulang ke penthousenya.

***

Lucu sekali bila mengingat bagaimana takdir mempertemukan kembali dirinya dengan Alesya. Jika boleh, Kent ingin berterimakasih pada pencopet tadi, sebab karenanya, ia bisa bertemu kembali dengan wanitanya.

Kent membawa Alesya ke tempat tidurnya. Wanita itu ternyata sudah terlelap, dan Kent tidak tega untuk membangunkannya.

Kent bergegas membawa kotak P3K dan mengobati luka – luka yang ada di wajah Alesya. Gerakannya sangat perlahan seolah Alesya adalah barang antik yang mudah pecah. Hatinya teriris membayangkan kejadian tadi. Entah bagaimana nasib wanitanya itu ketika Kent telat barang sedetikpun.

Kent memindahkan kotak obat itu ke nakas di sampingnya. Lalu, ia menatap Alesya yang terlelap. Alangkah ia merindukan wajah polos itu. Ia merindukan Alesya. Alesya-nya. Ia merindukan senyumannya, ocehan-nya, semua tentang Alesya.

Tangan Kent terulur untuk mengelus pipinya, senyum sendu terbit di wajahnya. Andai ia tidak melakukan 'kesalahan' itu, pasti ia sudah bahagia dengan wanitanya seraya menunggu kelahiran calon bayi mereka.

Mengingat itu, Kent menatap perut datar Alesya. Tempat calon anaknya tumbuh. Tangannya yang tadi di pipi wanita itu kini berpindah ke perut Alesya.

Bagaimana keadaannya? Apa dia baik – baik saja?

Kent menunduk, bermaksud untuk mengecup perut wanita itu. Selama ini, ia belum sempat untuk menyapa calon anaknya, dan jika Alesya sudah tersadar, pasti wanita itu tidak akan  mengijinkannya.

"Hai, anakku, ini ayahmu. Tumbuhlah dengan sehat, ayah dan ibu menunggumu," bisiknya lirih dan tanpa ia duga, setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Ia terharu, untuk pertama kalinya ia menyapa anaknya. Ia juga masih tidak menyangka, sebentar lagi ia akan memiliki anak.

Stand By You [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang