13

660 96 3
                                    

Hari pernikahan sudah dekat. Sudah dua bulan sejak pertemuan kembali Arin dan Minhyun. Dan sejak itu juga sudah jadi rutinitas Minhyun untuk bertemu Arin. Entah itu makan siang, makan malam, antar jemput Arin ke galeri atau ke rumahnya, dan hal lainnya. Meskipun intensitas pertemuan mereka meningkat, namun Arin tetap bersikap dingin pada Minhyun. Entah karena masih ingat kejadian masa lalu, atau mungkin....

karena Arin takut melakukan kesalahan lagi....

jatuh cinta pada Minhyun.

Sore itu gerimis turun, udara mulai dingin. Waktu yang cocok untuk menikmati secangkir kopi hangat. Namun tidak bagi Arin. Ia tampak berjalan mondar mandir di lobi galerinya. Ia menatap lantai dan sesekali menggigit ujung kukunya. Arin dalam keadaan cemas, beberapa saat lalu dia lost contact dengan jasa pengiriman barang yang bertugas mengantarkan lukisan tua yang harganya mahal dan merupakan lukisan langka. Jasa pengiriman ini harusnya sudah tiba di rumah sang pembeli lukisan. Dan harusnya Arin atau salah satu pegawainya ikut mengantar. Namun kali ini Arin benar-benar teledor. Sudah lewat 3 jam dari waktu yang seharusnya.

Sudah pukul lima, Arin melirik jam tangannya masih dalam keadaan cemas.

"Rin, Arin.." panggil sebuah suara dari pintu galeri namun tak dihiraukan Arin karena pikirannya sedang di tempat lain.

Suara itu mendekat. Lelaki pemilik suara itu bingung dengan Arin yang tidak seperti biasanya.

Minhyun menepuk pelan pundak Arin, membuat Arin sedikit terkejut dan berbalik menatap Minhyun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Minhyun menepuk pelan pundak Arin, membuat Arin sedikit terkejut dan berbalik menatap Minhyun.

Mata Arin sudah berkaca-kaca, bibirnya gemetar dan tatapan matanya seolah memberi sinyal, bahwa dia tidak baik-baik saja.

Entah ada angin apa, melihat kedatangan Minhyun membuat Arin refleks memeluk lelaki berpostur tinggi itu. Arin memeluk Minhyun dan mulai mengeluarkan air matanya. Entah apa yang ada dipikiran Arin, yang jelas saat ini ia butuh bahu untuk menangis. Melihat Arin yang memeluknya sambil terisak-isak. Minhyun bingung, namun ia langsung membalas pelukan Arin itu. Ia mengusap kepala Arin pelan berusaha menenangkannya. Namun tangis Arin makin pecah. Menyadari hal itu, Minhyun mempererat pelukannya pada gadis itu.

Mereka duduk di sofa, Arin menceritakan kejadian dan kegelisahan yang dialaminya hari itu pada Minhyun. Sesekali tangisnya kembali pecah. Minhyun yang duduk di samping Arin masih memeluk Arin, yang menyandarkan kepalanya di bahu Minhyun. Minhyun berusaha menenangkan Arin.

Kring kring kring kring

Suara ponsel Arin membuat Arin menegakkan kepalanya dan lekas mengambil ponsel yang berada di meja. Ia ternganga dan mendengarkan suara dari ujung telepon sana dan setelah itu menutupnya.

"ternyata truk pembawa lukisannya mengalami kecelakaan, Hyun" ucap Arin.

"ya udah, kamu mau kita sekarang ke lokasi?"

Arin mengangguk. Ia berdiri dan mengambil tasnya.

Minhyun menarik tangan Arin dan menggenggamnya menuntun ke arah mobil. Arin sendiri tidak sadar kalau ia ikut menggenggam balik tangan Minhyun dan semakin mengeratkannya. Menyadari hal itu Minhyun melirik Arin, dan sedikit tersenyum.

"Ada sebuah mobil sedan melaju kencang dari arah berlawanan. Diduga sopir sedannya mengantuk, sehingga truk jasa pengiriman yang mencoba menghindari tabrakan menabrak pinggir jalan dan terbalik"

Mendengar penjelasan polisi, Arin hanya mengangguk dan diam, ia masih terlihat bingung. Minhyun yang mengerti kondisi Arin mengeratkan pegangan tangannya menuntun Arin berjalan ke arah lebih dekat dengan TKP. Minhyun berbicara cukup lama dengan petugas polisi di sana. Ia mencoba menjelaskan mengenai lukisan yang sedang di bawa oleh truk itu. Setelah percakapan yang cukup panjang, akhirnya lukisan itu bisa di bawa oleh truk lain ke rumah sang pembeli. Hal ini menjadi lebih mudah karena koneksi dari Keluarga Hwang dan juga memang tidak ada korban jiwa pada kecelakaan ini.

Minhyun mengajak Arin ke kembali ke Mobilnya.

"Rin, kamu tunggu di sini ya. Untuk pemindahan lukisannya biar aku yang urus" Arin hanya mengangguk dan berserah pada Minhyun. Ia benar-benar shock dan tidak bisa berpikir apa-apa. Bagi gadis 23 tahun itu, masalah seperti ini belum bisa ia atasi sendiri. Ingin rasanya ia menghubungi Papanya, namun kedua orangtuanya sedang berasa di London dan sedang mengurus hal yang lebih rumit lagi. Untung ada Minhyun yang bisa ia percaya saat ini...

Gerimis yang turun, mulai semakin lebat, dan sekarang berubah menjadi hujan deras. Minhyun yang sedari tadi mengurus pemindahan lukisan, sibuk memastikan keamanan lukisan tersebut. Hujan lebat tidak dihiraukannya, bahkan sekarang baju yang ia kenakan sudah basah kuyup dan badannya mungkin sudah menggigil kedinginan.

Selesai mengurus semuanya, Minhyun kembali ke mobil.

"Udah aman Rin. urusan lukisannya dan urusan sama polisi udah beres. Kamu jangan cemas lagi"

Ucap Minhyun sambil meraih tangan Arin, ia mengusap punggung tangan Arin mencoba menenangkan.

Namun Arin tersadar, tubuh Minhyun basah kuyup, mukanya mulai pucat dan tangannya dingin.

"Minhyun, badan kamu basah kuyup, tangan kamu juga dingin banget" Arin menatap Minhyun cemas.

"Gapapa kok, kamu mau aku antar ke galeri atau rumah? Udah jam 8 malam ini" tanya Minhyun yang mulai menghidupkan mobilnya.

"Ke tempat kamu aja" jawab Arin singkat, Minhyun terlihat kaget dan bingung.

"Badan kamu basah gini, mending ke apartemen kamu dulu mandi ganti baju" ucap Arin lagi. Minhyun yang masih bingung, hanya mengangguk mengiyakan dan melajukan mobilnya menuju apartemen miliknya.

Mereka sampai di depan pintu apartemen Minhyun. Arin melirik Minhyun yang memasukkan kode sandi.

333333

Arin menyipitkan matanya, angka 3 enam kali. Segampang itu? Ia hanya menggeleng gelengkan kepalanya lalu mengikuti Minhyun masuk.

"kamu... mau minum apa?"

"Ga usah, kamu mandi dulu, ganti baju. Kalo dibiarin lebih lama, kamu bisa sakit" omel Arin.

Minhyun tersenyum sejenak menatap Arin. Rasanya sudah lama ia tidak mendengar omelan Arin.

Sudah lama?

Iya, sudah 4 tahun sejak terakhir kali Minhyun mendengarkan omelan Arin.

Ia menuju kamarnya, sedangkan Arin duduk di sofa sambil menghidupkan tv




Jangan Lupa Vote dan Comment yaa :)  

Kesalahan Kedua | Hwang MinhyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang