7

624 98 4
                                    

Sudah seminggu Minhyun tidak bertemu Arin. Kali ini benar-benar tidak bertemu. Selama seminggu ini Minhyun tidak melihat batang hidungnya Arin.

Mungkin masih sibuk persiapan olimpiade, pikir Minhyun.

Pagi ini Minhyun berjalan santai melewati lorong laboratorium. Ada ujian dengan Dokter Chanyeol pukul 10 pagi ini. Ujian praktik mikrobiologi tersulit di semester 4 bagi seluruh mahasiswa FK, tak terkecuali Minhyun yang sudah belajar mati-matian agar tidak remedial dan mengulang lagi satu modul hanya karena gagal ujian praktikum ini. Langkah kaki Minhyun tiba-tiba terhenti saat ada suara yang memanggilnya dari arah dalam ruang laboratorium.

"Bang! Bang Minhyun!" teriak Jihoon yang berlari menghampiri Minhyun.

Minhyun melirik ke arah Jihoon.

"Gimana bang? Arin tetap mau pergi ya?" Tanya Jihoon yang membuat Minhyun kaget sekaligus bingung. Pergi maksudnya? Pergi lombakah? Batin Minhyun.

"Ih.. napa diem bang. Arin kan mau pindah!" jelas Jihoon.

"Pi Pindah? Maksud lo apaan?" Mata Minhyun membulat tajam dan dahinya berkerut menatap Jihoon sanggar. Jihoon yang mulai ketakutan melihat seniornya itu perlahan menjelaskan.

"Gi Gini bang... Sa Saya dengar dari Dosen kalau Nenek Arin meninggal tiga hari yang lalu, trus Arin mutusin buat berhenti kuliah dan pindah ikut orangtuanya ke luar negeri. Kita temen-temennya Arin udah coba hubungin Arin tapi ga bisa, terakhir dapat kabar dari Om nya, kalo Arin berangkat pesawat pagi ini jam 10 bang"

Mendengar penjelasan Jihoon, Jantung Minhyun langsung seolah-olah berhenti. Pikirannya kalut, hal yang tidak pernah ia bayangkan selama ini. Arin pergi, ninggalin dia.

Minhyun segera mengambil kunci mobilnya dan berlari ke arah parkiran. Ong yang melihat Minhyun berlari ke arah yang tidak seharusnya berteriak memanggil Minhyun.

"Woy, Minhyun. Mau kemana lo, jam 10 ada ujian sama Dokter Chanyeol. Mampus kalo telat. Mau ngulang setahun lo?" Teriak Ong.

"Gue mau nyusul Arin ke Bandara Ong" ucap Minhyun singkat dan melajukan mobilnya kencang.

Please Rin, jangan tinggalin gue, batin Minhyun.


***

Bandara

"Arin, sekali lagi Papa tanya, kamu yakin mau ninggalin Kuliah kamu di kedokteran dan ikut papa sama mama ke London?" Papa Arin merasa cemas melihat wajah sedih anaknya yang sedari tadi diam saat di ruang tunggu bandara.

"Iya Pa, Ma. 

Maaf kalo Arin telat menyadarinya. Mungkin memang Arin ga cocok masuk kedokteran. 

Arin mau jadi pelukis Pa, nerusin keinginan Kakek dan Papa. Ntar kalo Papa udah tua, siapa yang mau ngurusin Galeri sama Sekolah Seni kita? Kak Taeyeon mah sibuk tour konser mulu ama Bandnya" 

ucap Arin menenangkan orangtuanya yang cemas dengan pilihannya yang tiba-tiba memutuskan untuk menjadi pelukis dibandingkan seorang dokter.

"Rin, asal kamu tau aja. Mama sama Papa selalu bangga sama kamu. Saat kamu masuk kedokteran dan dapat IPK tinggi, kami bangga banget sama kamu sayang. Dan kami ga mau memaksa kamu. Kamu bebas mau milih apa aja yang ingin kamu lakukan. Mama sama Papa selalu support kamu kok" tambah mama Arin samil memeluk anaknya.

" Arin udah memutuskan kok Ma, Pa. Kali ini Arin ingin balik ke cita-cita Arin yang sebenarnya. Arin pengen jadi pelukis buat nerusin nama keluarga kita, Arin juga ingin bikin Papa dan Mama bangga sama Arin yang nerusin darah seni keluarga kita" jawab Arin dengan senyumnya yang melelehkan hati kedua orangtuanya.

Tiga hari yang lalu, Arin menerima kabar duka bahwa neneknya telah meninggalkannya dari dunia ini. Arin tak henti-hentinya menangis mengingat nenek yang sangat disayangnya itu pergi meninggalkannya untuk selamanya. Arin mencoba menenangkan diri. Akhirnya ia mencoba untuk menjadi lebih realistis. Ia mencoba untuk menjadi pribadi yang tidak egois. Suatu malam Arin samar-samar mendengar percakapan Mama dan Papanya yang berandai-andai jika putri bungsunya itu menjadi pelukis melanjutkan kebanggaan keluarganya. Hati Arin sedih, melihat Papanya yang masih menaruh harapan terharap Arin.

Belum lagi ketika Arin bercerita panjang dengan Somi mengenai kegalauannya ini. Somi meyakinkan Arin, tentang rasa cintanya yang sudah buta terhadap Minhyun. Arin pun menyadarinya.

Sampai kapanpun Kak Minhyun ga bakal suka sama aku. Dari awal udah gitu. Dan sampai akhir ga bakal ada yang berubah. Sadar Arin, udah saatnya kamu menyerah. Lagian sekarang udah ada wanita lain yang disukai oleh kak Minhyun. Itu artinya alasan kamu buat pergi sudah cukup. Batin Arin.

"Yuk Ma, Arin. Bentar lagi udah waktunya naik pesawat" panggil papa Arin.

Arin berjalan mengikuti kedua orangtuanya di belakang. Sesekali ia berharap bakal ada seseorang di belakang sana yang akan memanggil namanya....

Tapi mustahil.... batin Arin.



Minhyun berlari masuk menuju bandara. Dia berlari sambil memegang handphonenya di telinga. Ia mencoba menghubungi Arin, namun sia-sia HP Arin tidak aktif.

Minhyun terduduk  di kursi Bandara, pandangannya menerawang. Sudah pukul 12 siang. Ia masih tidak percaya, apa yang dialaminya. Ia menunduk mencoba menahan air matanya, tapi akhirnya keluar juga. Ia semakin menunduk menyembunyikan kesedihannya.

Layar Hp minhyun masih menyala dan terlihat ia berusaha mengirim pesan pada Arin.


Minhyun

Rin

Kim Arin

Arin jangan pergi. Tunggu aku, aku kesana sekarang.

Aku sayang sama kamu, Arin

Tolong jangan tinggalin aku kayak gini Rin




Jangan lupa vote dan comment :)     

Kesalahan Kedua | Hwang MinhyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang