18

600 91 4
                                    

Acara pernikahan telah selesai. Semua tamu undangan sudah sedari tadi pulang. Kini tinggal kedua pengantin dan keluarga yang masih berada di gedung pernikahan.


"Kalian yakin, mau tinggal di apartemen aja? Ibu sama Ayah padahal udah berencana mau beliin rumah buat kalian. Biar lebih nyaman, dibanding apartemen kamu Hyun"

Nyonya Hwang awalnya bersikeras ingin memberikan anak dan menantunya sebuah rumah. Namun Minhyun menolak dengan alasan jika sudah waktunya kelak, ia ingin membeli rumah untuk keluarganya dengan uangnya sendiri.

Alasan lainnya, untuk mereka berdua apartemen itu sudah cukup luas. Toh apartemen Minhyun merupakan apartemen elit di tengah kota dan lokasinya juga dekat dengan galeri serta rumah sakit, tempat keduanya bekerja.

"Ya udah, kalo gitu kalian balik ke apartemennya diantar Guanlin ya" tambah Nyonya Hwang sembari memberi kode ke Guanlin.

"Ga usah Bu, Minhyun bawa mobil sendiri aja. Lagian Guanlin pasti capek juga seharian ngurusin pernikahan. Biar kami pulang sendiri aja" Minhyun menarik tangan Arin pelan dan mohon izin kepada kedua keluarga lalu berjalan ke parkiran mobil. 

Arin yang tangannya ditarik Minhyun kesusahan mengikuti langkah kaki lelaki jangkung yang lebih lebar itu. Ia berlari kecil menyamakan langkah Minhyun yang menggenggam tangannya erat sedari tadi.

Menyadari Arin yang terlihat kesusahan mengikutinya. Minhyun pun berhenti dan berbalik. Ia menatap Arin sejenak, lalu mendekat. Minhyun berjongkok di depan Arin, tangan lelaki itu meraih pergelangan kaki Arin dan melepaskan sepatu ber hak tinggi yang dipakai Arin.

Matanya membulat melihat beberapa bagian kaki Arin yang memerah dan lecet akibat memakai sepatu itu seharian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matanya membulat melihat beberapa bagian kaki Arin yang memerah dan lecet akibat memakai sepatu itu seharian. Minhyun melepas kedua sepatu Arin dan mengaitkan talinya di jemarinya. Lelaki itu lalu berdiri dan tanpa aba-aba langsung menggendong tubuh Arin.

Kaget dengan perlakuan Minhyun, Arin pun hanya diam dan pasrah. Ia mengalungkan lengannya di leher Minhyun agar Minhyun lebih mudah berjalan dan tidak kehilangan keseimbangan. Sesekali diliriknya wajah lelaki itu, namun Minhyun terlihat acuh dan fokus ke jalan menuju mobil.

Pengantin baru tersebut telah sampai di apartemen. 

Keduanya masih menggunakan jas dan gaun pengantin. Sehari sebelum hari pernikahan, beberapa barang-barang Arin memang sudah dibawa ke apartemen Minhyun oleh Nyonya Kim. Jadi Arin sudah bisa tinggal di sana setelah pernikahan.


Arin hanya duduk di sofa, ia merasa canggung. Tentu saja, yang ada dalam pikirannya sekarang, ia masih seperti seorang tamu.

Terakhir kali ia kesini, seminggu yang lalu, saat Minhyun sakit dan ia yang menginap secara tidak sengaja... 

Arin benar-benar lelah dengan suasana canggung antara keduanya ini. Tapi ia juga bingung harus bagaimana, memang hubungannya dengan Minhyun saat ini sangat sangat 'tidak jelas' menurutnya.


"Rin, kamu duluan aja mandi di kamar" ucap Minhyun menghampiri Arin yang sedang duduk di sofa.

"Oh.. i iya" Arin hanya mengangguk pelan.

"Nanti abis mandi, kalo kamu mau tidur, tidur aja di kamar aku" ucap Minhyun datar.

"hmm.. aku" Arin menggaruk tengkuknya, ia sebenarnya ingin bertanya apa mereka akan tidur sekamar atau pisah, sebenarnya Arin tau kalau ada dua kamar di apartemen Minhyun. Dan ia berpikir sepertinya ia akan tidur di kamar tamu.

"Kalo kamu ga nyaman, kamu tidur di kamar aku aja. Biar aku tidur di kamar tamu" ucap Minhyun meninggalkan Arin dan menuju kamar tamu.

Arin hanya mengangguk dan menuju kamar mandi yang ada di kamar Minhyun. Di kamar mandi, Arin mencoba melepaskan gaun putihnya. 

Dan... ingin menangis rasanya, 

Arin tidak bisa melepaskan kancing baju yang terdapat dipunggungnya. 

Memang design bajunya agak sedikit berbeda dan tidak biasa. Bahkan saat tadi pagi, Arin dibantu oleh Nyonya Kim dan sang designer untuk mengenakannya.

Bagaimana ini? Masa aku harus minta bantu Minhyun untuk buka baju... 

Arin merengek sambil masih mencoba membuka baju itu sendiri.

Setelah 30 menit akhirnya ia menyerah. Di rumah ini hanya ada dirinya dan Minhyun, dan artinya hanya suaminya itulah yang bisa menolongnya saat ini.

Arin berjalan keluar kamar, ia melihat Minhyun yang duduk di sofa depan tv yang juga sedang melihatnya kaget.

"Loh, kok belum mandi?" tanya Minhyun heran melihat Arin yang keluar kamar masih dengan gaun pengantin putihnya.

Arin menelan ludah dan mengembuskan napas lalu dengan pelan ia coba meminta bantuan Minhyun,

"Hm... bo bol boleh minta bantu ga kak?

Hm... ini ga bisa dilepas dari tadi" pinta Arin dengan takut takut.

Mata Minhyun membulat mendengar permintaan Arin. Ia diam sejenak, lalu hanya mengangguk.

Arin berbalik membelakangi Minhyun.

Lelaki itu mulai mencari celah membuka resleting dan kancing gaun Arin yang ternyata double. Pantas saja Arin tidak bisa membukanya sendiri, gumamnya.

Perlahan Minhyun berhasil membuka satu persatu kancing gaun Arin, Ia pun tak sengaja melihat punggung mulus Arin sambil membantu istrinya tersebut. Namun Minhyun berusaha tenang dan menjaga agar tak terlihat salah tingkah. 

Padahal tangannya sendiri sudah bergetar.

Sudah biasa bagi Minhyun yang berprofesi sebagai seorang dokter, untuk melihat salah satu bagian anatomi tubuh manusia tersebut. Namun, hal ini berbeda, Arin bukan pasien, buku, ataupun cadaver tempat ia belajar. Tapi..... istrinya.

"Sudah" ucap Minhyun singkat.

"Thanks" ucap Arin yang bergegas menuju kamar meninggalkan Minhyun tanpa berbalik.

Minhyun menarik napas dalam lalu menghembuskannya.

"Bisa gila gue lama lama" Minhyun tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.



terima kasih sudah mampir baca

semoga... menghibur :)



Kesalahan Kedua | Hwang MinhyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang