Intermezzo #3b

331 7 0
                                    

Tingkat memaafkan setiap individu berbeda-beda, ada yang mudah memaafkan ada yang sangat sulit melakukannya.

Ada kesalahan yang bisa termaafkan lewat ucapan sesal disertai seulas senyum namun ada kesalahan yang begitu tak termaafkan walaupun pelakunya telah bersujud-simpuh.

"Tempat ini sudah terisi, cari tempat lain.." tegas Mareza tanpa menoleh kala seorang gadis menghampiri dirinya dan meminta tempat duduk yang menjadi tempat tas dan buku mata kuliah ia letakkan.

"Gak ada tempat Za, penuh semua" sungutnya

"Kalau begitu sabar, nanti juga dapat tempat..yang jelas bukan disini" dengus Mareza sambil menyesap pelan kopi yang sebenarnya tinggal ampas. Tukar cakap keduanya sudah sedari tadi mendapat perhatian pengunjung kantin namun tak ada yang berani menyela karena mereka tahu, mengganggu hewan yang terluka merupakan tindakan yang bodoh.

"Ini tempat umum dan kau tak bisa seenaknya begitu.."

"Kalo kita suka bekeng bagini trus ngana mo apa, ha!? (Memangnya apa yang akan kau lakukan, hah!?)" hardik Mareza dengan nada naik satu oktaf.

Aruni memandang keduanya bergantian sejenak sebelum memutuskan menengahi keduanya sebelum situasi makin memanas karena Ajati, lawan adu mulut Mareza itu merupakan 'luka yang tak kunjung sembuh'-nya.

"Puas?" tanya Aruni pada Mareza setelah gadis yang jadi seterunya pergi sambil menggerutu.

Mareza hanya menggurat cengir tanpa kata, tak ada yang perlu ia katakan untuk menggambarkan kecamuk perasaannya saat ini dan Aruni paham benar tabiat temannya sebagaimana dirinya tanpa sepatah katapun dimengerti Mareza ketika berada di posisi yang sama walaupun berdasar masalah yang berbeda.

Kekecewaan bertumpuk lah yang mendasari sikap ketus Mareza pada gadis yang pernah jadi pacarnya itu. Kecewa karena meskipun dirinya tahu dan rela dimanfaatkan, menjadi seseorang dengan pengertian tanpa cela akan ambisi tinggi gadis itu, memusatkan 90% perhatian kepadanya lalu membuang jauh ego diri sehingga menjadi pihak yang selalu disalahkan pada setiap kecemburuan tak beralasan terhadap apapun; tetap saja kata putus terucap tanpa ada sesal dari mulut Ajati dengan alasan sesimpel 'capek hati'.

Sementara masalah dirinya dengan kak Zulki terbilang rumit dari sisi perempuan yang penuh sentimentil. Ditinggal untuk tunangan saat dirinya sudah begitu yakin bahwa lelaki yang telah dikenalnya sejak berseragam putih abu-abu, merupakan jodoh yang dikirimkan Allah padanya.

End

Lelaki 4 Wanita《END》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang