27 Januari 2014

1 0 0
                                    

Sendiri menyepi, perasaanku yang kalut akan hilangnya cinta. Aku tak ingin menangis namun tetap saja bulir hangat itu menjatuhi pipi. Aku tak mampu lagi membendung kerinduan. Perasaan cinta mungkin telah hilang, tapi aku rindu. Kulihat suasana luar jendela kamarku. Segelintir kicauan burung yang terlambat pulang di waktu senja tadi masih terdengar jua. Seperti aku juga, yang terlambat melihat mentari terbit dari ufuk timur. Di senja, barulah kulihat ia terbenam-pergi meninggalkan siangku. Aku bahkan belum sempat menikmati siangku dengannya. Mungkin aku tertidur, atau aku terlena. Bahkan, bisa jadi aku sengaja melenakan diriku. Dulu, aku selalu mendoakanmu, berdoa agar aku dapat berjodoh nantinya denganmu. Tapi sekarang aku tak lagi mengharapkan itu semua. Aku telah berhenti berharap. Berharap untuk bisa bersamamu, menjadi milikmu, bahkan menjadikanmu salah satu tujuan hidupku.

Kini aku berpikir dalam rindu. Menimbang segala peristiwa yang pernah terjadi. Kenangan indah, mau pun mimpi buruk yang menjadi nyata itu. Liburan ini bukan melupakanmu, malah mengenangmu setiap malam. Aku takkan bisa menerimamu kembali hadir meski hanya menjadi seorang teman. Aku hanya bisa mencoba menganggapmu sebagai seseorang yang pernah mengisi masa laluku. Aku akan terus menulis tentangmu hingga aku yakin, bahwa aku sudah bosan menceritakanmu. Menulis tentangmu dan mengenang tentangmu. Mungkin untuk sementara ini memanglah kau yang selalu hadir dibenakku.

***

Aku masih ingat disaat kau mencegahku menangis, tapi aku tetap saja menangis.

BONSAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang