Rasa terpendam, rasaku pendam sampai padam.
Sudah berapa tahun tak menulis tentang Sipembon. Sudah beberapa halaman rupanya. Akankah "Bonsai" berlanjut?
Setelah beberapa waktu Bang Dhamar berhasil membuatku tak takut kehilangan, hari ini ia kembali menghubungiku. Aku sebenarnya enggan atas kedatangannya. Sebab beberapa waktu menjauh sebenarnya adalah jawaban atas sikap menyerah. Mengharapkan seseorang yang tidak mendukung hobiku sama halnya dengan membunuh kebahagiaan. Aku takkan bisa berhenti menulis meski berkali-kali ia telah memberikan aba-aba tuk berhenti.
"Adek, maafkan Abang. Kau boleh menulis semaumu. Aku tak ingin melarangmu untuk menyalurkan hobi. Apalagi dalam dua tahun terakhir, saat kita tak pernah saling memberikan kabar, ternyata kau telah membuktikan sebuah kesuksesan. Mengapa aku harus tahu itu dari orang lain?"
"Aku tidak memberitahu siapa-siapa. Orang hanya tahu dari sosial mediaku. Salah sendiri mengapa kau tak ingin memiliki media sosial."
Ketika sudah menemukan alasan yang tepar untuk menyerah, ia datang memberikan dukungan.
"Bagaimana cerita tentang Bonsai?" tanyanya.
"Masih sampai tahun 2014."
"Kau tidak ingin melanjutkan?"
"Rencana."
"Beneran, Dek? Abang tunggu, ya."
Ia seakan begitu antusias dengan segala cerita Bonsai dan tak sabar untuk melihat kata-kata yang kupilih. Ada perasaan lega yang membuat alasan menjauh menjadi pudar. Aku tentu saja akan kembali menulis. Sudah dua tahun kami tak lagi dekat-yang ada hanya sekadar sapaan tanpa semangat. Sebab dalam dua tahun terakhir, aku dan Bang Dhamar sama-sama telah memiliki orang lain.
Kisah yang kurang lebih sama. Ia masih menghadirkan sosok seorang kekasih, dan itu bukanlah Kak Yani. Melainkan teman sekelasnya. Sementara aku telah memilih orang lain yang saat itu berhasil meyakiniku. Dalam waktu dua tahun itu jua aku dan dirinya tak lebih dari sekadar teman biasa. Meski hubunganku dengan orang lain itu, aku merasa sudah banyak berubah dan tidak lagi merasa pantas untuk menjadi seseorang yang lebih untuk Bang Dhamar.
"Jadi kau telah benar-benar menyudahi hubunganmu dengannya?" Ia melemparkan sebuah pertanyaan ketika aku secara tak sengaja melimpahkan segala penat yang kurasa. Aku sebenarnya sengaja tidak memberitahu Bang Dhamar atas keputusanku yang telah memutuskan kekasihku. Aku tak ingin hal itu justru memberikan celah kedekatan. Namun ia selalu saja mengungkit-ungkit seseorang pada masa laluku.
"Aku telah mengizinkanmu menulis, tapi kulihat kau selalu menuliskan puisi galau. Apa kau masih memikirkannya?" tambahnya.
"Aku hanya berpuisi. Tidak sedang mengingat siapa pun."
"Hahaha."
Kau memberikan tawa yang tidak memperbaiki suasana.
"Tak usah tertawa." Perintahku yang kian kesal kepadanya.
"Sudahlah, cari saja yang lain."
Tiba-tiba ia berhasil membuatku terbawa suasana. Suasana yang mengingatkanku dengan orang yang telah memberikan kesan buruk kepadaku. Seseorang yang sudah mengkhianati dan sangat pembohong. Aku menjadi mendadak membandingkan Bang Dhamar dengannya.
Aku tahu dari dulu sampai kini, meski pun kondisinya begini, Bang Dhamar tak pernah membohongi aku. Walau aku pernah mengatakan ia adalah pembohong, namun sebenarnya itu sama sekali bukan sesuatu yang layak dikatakan sebagai dusta. Aku tahu semua tentangnya dan aku selalu ada dalam ceritanya. Kak Yani pernah menceritakan kepadaku bahwa Bang Dhamar cukup sering menjadikanku sebagai topik perbincangan mereka.
Mungkin saat ini, Bang Dhamarlah yang memungkinkan mengisi hatiku kembali. Tapi persoalan pengembalian kisah terhadap harapan seperti sebelum dua tahun yang lalu-maafkan aku-aku sudah tak layak berharap.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BONSAI
Ficțiune adolescenți"Seandainya kau tak pernah menyisakan tanda, tentu aku takkan mencari cara untuk memaknai cinta [sekali lagi]."