Hari ini, ada rasa penasaran terhadap seseorang yang memiliki nomor telepon genggam 083182010xxx. Kurasa itu adalah Bang Dhamar, Simpembonku. Tapi aku ragu. Sebisanya aku tidak menganggap kejadian aneh hari itu.
Jarum jam berdetak menunjukkan pukul 09.00 malam. Aku masih ingat jadwal Bang Dhamar yang bekerja sebagai pengantar galon setelah sepulang sekolah. Neneknya sendiri yang memiliki depot dan dia sudah terbiasa menjadi lelaki yang mandiri untuk bisa membiayai jajannya sendiri. Detakan jam sudah menguasai jantung yang tak kalah berdetak. Aku benar-benar penasaran. Kucoba meyakinkan diriku untuk beranggapan biasa untuk tidak terlalu gengsi. Apa salahnya jika sekadar bertanya.
"Bang Dhamar, abang tahu ini nomor siapa?"
Ia lantas menjawab pesanku dengan berkata "Tidak tahu. Mungkin itu adalah penggemarmu."
Aku tak tahu entah ia berkata benar atau tidak. Tapi sepertinya ia memang benar-benar tidak tahu. Gelak tawa yang perlahan berganti jadi tangis yang tak terlihat telah mengubahku menjadi seseorang yang benar-benar merasa bahwa perasaan meyakininya itu benar-benar lucu. Aku mungkin terlalu sulit menerima kenyataan bahwa itu bukanlah dirinya. Ternyata seharusnya perasaan berharap seperti itu harus lebih awal punah sebelum ia benar-benar tersulap menjadi orang mati kutu yang terdiam malu. Dalam nyata saja ia tak pernah lagi menghubung lebih dahulu, apalagi ini. Padahal ia jelas-jelas mengetahui nomor telepon genggamku
Lalu dengan keadaan yang sudah terlanjur memalukan itu, aku memintanya untuk menolongku mencari tahu. Ia pun membalas dengan jawaban yang tidak nyambung.
"Yank", katamu.
Itu adalah panggilan yang merusak tatanan fonem dalam suatu morfem yang berdampak mendesirkan hati, menyentakkan otak, dan aku secara tiba-tiba mendapat gejala sakit jantung. Aku segera membalas pesannya untuk meyakinkan diriku bahwa ia hanyalah salah ketik.
"Yank??" tanyaku.
Ternyata firasatku benar, ia memang salah ketik. Sipembonku mengatakan bahwa kekasihnya selalu menghantui. Perkataan yang membuatku berhenti untuk melanjutkan kebodohan-kebodohan. Tak ada lagi pesan yang harus kulanjutkan. Berkat kejadian itu, ia telah kembali meyakinkan diriku untuk tak perlu berharap apalagi semakin mencintai.
Kucari kesibukan untuk menuliskannya saja. Jika ada sebuah klise yang semua orang berusaha membantahnya, maka jika kukatakan bahwa mencintai tidak harus memilikimu, percayalah, pernyataan itu hanyalah untuk menghibur hati yang sedang bertepuk sebelah tangan. Dan itu adalah caraku untuk membujuk-bujuk hati yang rapuh. Hari itu aku semakin yakin, bahwa takkan ada celah lagi. Meskipun cintaku ini kemungkinan bisa disebut cinta yang tulus, ia juga takkan bisa memasuki celah itu. Cintamu dan cintanya telah bersatu dan menutup sebuah jiwa. Sebuah jiwa dari hasil penyatuan hatimu dan dirinya.
"Wanita selalu menjaga hati orang yang dia sayang, sehingga hati dia sendiri tersiksa. Inilah pengorbanan wanita untuk lelaki yang tak pernah sadar."

KAMU SEDANG MEMBACA
BONSAI
Ficção Adolescente"Seandainya kau tak pernah menyisakan tanda, tentu aku takkan mencari cara untuk memaknai cinta [sekali lagi]."