Hari ini dirinya memintaku untuk memberi kesempatan yang kedua. Aku sangat bingung menjawab. Seakan kata-kata telah tertelan dan untuk memuntahkannya aku tak ingin. Dalam hatiku hanya mengharapkan sosok Bang Dhamar ada menjadi pendengar setia.
Aku masih diam. Kulihat sorot mata yang memancarkan penyesalan yang begitu dalam. Apa aku harus memberikan kesempatakan karena ketidaktegaan. Jujur, hatiku mungkin telah mati rasa untuknya. Tak ada lagi sugesti dari diriku untuk mencoba mencintainya seperti sebulan silam. Sipembon, kini aku tidak meyakini ini menjadi akhir kisah cintaku. Karena dirinya sudah tak baik lagi di mataku.
"Berikan aku waktu untuk berpikir."
Aku tak tahu keputusan yang kuambil ini tepat atau tidak. Di satu sisi aku tak ingin menyakitinya yang telah mencintaiku. Aku tak ingin menjadi seorang yang keras kepala dan tak memberikan kesempatan seseorang untuk memperbaiki diri. Aku sendiri tentu juga pernah melakukan kesalahan.
Tiga hari berlalu. Akhirnya kuberikan kesempatan itu kepadanya. Namun disisi lain, aku juga takut menjadi seorang pembohong dan berpura-pura. Berpura-pura mencintainya dan membohongi perasaannku sendiri. Aku bahkan sadar betapa hatiku yang telah menjadi utuh mengagumi sosok Bang Dhamar. Aku tak ingin jadi seseorang yang mempermainkan perasaan orang lain. Aku tentu merasa bersalah kepadanya. Aku takut menyakitinya jika kuputuskan begitu saja. Haruskah kujalani semua ini sampai pada akhirnya dialah yang memutuskanku agar tiada yang tersakiti. Penantian semacam apa itu.
Sipembon, andai kau memberiku solusi atas ini. Aku pasti akan menuruti katamu. Aku merindukanmu dan menginginkan kau ada di sisiku untuk mendengarkan keluh kesah. Ia sepertinya tak merasakan rindu yang sama untukku.
Betapa inginnya diriku melupakan Bang Dhamar. Namun aku tetap saja tak bisa. Karena setiap aku menulis kisahku ini, aku selalu membayangkannya ada. Setiap kali menulis, aku merasa aku sedang berbicara kepadanya. Bahkan lebih leluasa. Tulisan ini seperti dirimu dalam mayaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BONSAI
Ficção Adolescente"Seandainya kau tak pernah menyisakan tanda, tentu aku takkan mencari cara untuk memaknai cinta [sekali lagi]."