20 Juni 2014
Hati terasa hampa. Aku tidak mengerti bagaimana sampai begini. Sejak kekecewaan mengelabuhi seluruh rasa. Benar-benar kecewa.
Aku tidak tahu entah sampai kapan diri ini mati rasa.
Aku masih ingat indahnya mencinta dan dicintai
Namun perih juga masih belum lenyap, selalu dan selalu kucoba pungkiri segala kebaikan yang datang.
"Pasti modus!!!" kukatakan demikian dalam hati.
Laki-laki semuanya sama. Mereka pasti akan berbuat baik jika suka. Jika mereka belum mendapatkan, atau untuk sekedar permainan yang penuh tantangan. Aku tak ingin terpedaya atas mereka. Aku akan mencoba untuk membuat hatiku keras tanpa menoleh pada kebaikan dan perhatian mereka.
Menurutku, perhatian itu hanya akan membuat kita terbiasa dengan mereka dan bahkan perlahan-lahan menjadi suatu kebutuhan yang tentu akan membuat efek ketergantungan bagi kita terhadap mereka-hingga kita sulit terlepas dari mereka. Apalagi secara tiba-tiba mereka pergi begitu saja dan membuat kita menjadi kehilangan dan kecewa.
Hah... klise...
Memuakkan. Cara yang sangat tidak adil.
Aku masih merasa belum menemukan jati diriku. Jiwaku masih saja kerap memberontak. Masih terlalu sering marah bahkan sedih hingga menangisi segalanya. Mungkin begitu caraku menghadapi apa yang selama ini terjadi. Semua berujung pada penyesalan yang manghasilkan tangis. Aku ingin menjadi lebih baik dan menjadi orang yang penyabar. Aku ingin mengikhlaskan segala yang pernah terjadi. Semua tentu memiliki hikmah. Seperti yang kualami kini. Mungkin setelah aku berlepas dari ketergantungan pada cinta seseoranglah aku bisa menjadi lebih mandiri. Lebih bisa menghabiskan waktu untuk menata diri dan memanfaatkan waktu yang ada untuk berkarya seperti menulis, menambah wawasan dengan banyak membaca dan meminimkan waktu untuk jejaring sosial, sms-an atau pun menerima telepon dari mereka.
Terkadang aku bosan dengan semua hal yang monoton. Berputar seperti itu saja. Apalagi di saat libur seperti ini. Aku benci jika karena banyak waktu luang aku malah memikirkan masa lalu itu.
Teramat galau rasanya. Kenangan begitu banyak tersimpan di dalam memoriku dan aku menyayangkan itu semua. Dua tahun mengenal dan dekat dengannya. Aku masih menyayanginya hingga saat ini. Tapi aku benci atas semua perlakuannya. Aku benci saat terakhir kali dirinya membuatku harus benar-benar pergi.
Aku tak ingin dianggap mengejar-ngejarnya. Bahkan dirinya katakan padaku "Tak mau dikasihani kan?" Kata-kata yang begitu menusuk ke jantung.
Karena perkataannya itulah aku memilih untuk menutup diri dan melatih hatiku agar menjadi kuat dan mandiri. Jangan mau dikasihani. Apalagi memilih rasa iba orang lain menjadi tompangan terakhir. Dia pikir dia siapa? Aku takkan pernah sudi mengemis cinta. Kapan perlu akan kupaksakan hatiku menahan dan mencoba membuatnya berubah jadi benci. Seorang penipu hati, yang telah berani mempermainkan hati wanita. Dia piker dia siapa? Hebat? Bangga? Ia adalah lelaki terjahat yang pernah kukenal sampai saat ini. Bahkan aku sangat menyesal mengenal pembohong seperti dirinya.
Sudahlah, mungkin aku memang tak baik untuknya. Aku terlalu banyak kekurangan. Aku bahkan bukanlah wanita yang lembut dan feminim. Aku hanyalah seorang wanita yang antisosial, perfectsionis, dan selalu membuatnya emosi. Maafkan aku.
Hujan masih ingin jatuh
Bumi tak jadi mengering
Tapi dalam situasi seperti itu
Ada hati yangdiam-diam kerontang

KAMU SEDANG MEMBACA
BONSAI
Tienerfictie"Seandainya kau tak pernah menyisakan tanda, tentu aku takkan mencari cara untuk memaknai cinta [sekali lagi]."