Keadaan ini, kesendirian ini, kehampaan ini adalah salahku sendiri. Salahku yang sudah merelakan diri ini tersiksa sendiri. betapa bodohnya aku yang menghabiskan waktu untuk memikirkan seseorang yang belum tentu memikirkanku. Lelaki yang sudah membuatku rela membuang-buang air mata. Cinta yang begitu dalam ternyata begini akibatnya. Papa padahal sudah wanti-wanti bahwa untuk menjadi seorang wanita jangan sampai terlalu cinta. Seharusnya aku pandai membatasi itu. Sekarang justru hatiku yang terikat. Padahal ia tak peduli tentang rasaku ini. Jelas saja. Kalau ia peduli,tak akan ia membuat aku menyerah seperti ini. Kemarin aku jenuh dan begitu malas dengan sikapnya yang seolah-olah paling banyak diharapkan wanita hingga sekarang dia susah memilih.
Bukan hanya itu. Ia juga berniat mencari satu orang lagi dan silih berganti menjadi dua lagi, tiga lagi, atau bahkan empat. Aku hampir ilfeel mendengarkannya. Dalam hatiku, silahkan saja cari yang keempat atau berapa yang ia mau sesuka hati. Aku menyerah. Takkan menunggu lagi. Dasar lelaki plin-plan.
Aku masih ingat tentang apa yang kau katakan di mall sewaktu itu.
"Mengapa kita tidak pacaran saja?"
"Malas terlalu cepat pacaran lagi. Takut putus cepat juga."
Ibaratnya, jika di sana aku ambil positifnya, ia ingin hubungan ini bisa bertahan lama.
"Apa kau takkan mengecewakanku dengan ketidakjelasan ini?"
"Aku sudah malas mencari. Kita jalani saja, ya."
Ada perasaan cemas akan munculnya kecewa sekali lagi. Seperti biasa, aku tak bisa memaksakan kemauanku kepadanya.
"Baiklah. Berarti kita menanggung akibat masing-masing ya."
"Maksudmu?"
"Aku tidak tahu apa yang terjadi nanti."

KAMU SEDANG MEMBACA
BONSAI
Ficção Adolescente"Seandainya kau tak pernah menyisakan tanda, tentu aku takkan mencari cara untuk memaknai cinta [sekali lagi]."