"Pada akhirnya mereka diam-diam saling menyakiti hanya karena menjunjung tinggi gengsi."Dentingan sendok dan garpu yang beradu pada piring menghasilkan suara yang menemani sarapan pagi Luna yang ditemani Sisil,Vano dan Valdo.
Hingga suara Valdo memecahkan suasana pagi ini. "Na nanti mau berangkat bareng gue sama Sisil nggak?"
"Mm..Kayak nya gue berangkat bareng Elden aja deh. Soalnya nanti gue sama Elden mau nemuin Wali kelas gue dulu, ngomongin masalah waktu itu." Ujar Luna. "Motor Lo kapan selesai dari bengkelnya?"
"Mungkin lusa."
Luna hanya mengangguk paham.
"Kak Luna mau nggak tukeran sama Sisil?"
Luna mengerutkan keningnya bingung. "Tukeran? maksudnya?"
"Iya, Kak Luna yang sama Kak Valdo, Sisil yang sama Kak Elden."
Luna menghentikan kegiatan makan nya. Dilihatnya Sisil dengan perasaan berkecamuk, antara setuju Sisil dengan Elden atau tidak.
"Kamu nggak dengar tadi Sil?, Luna mau nemuin Wali kelasnya dulu sama Elden. Sisil sama Kak Valdo aja ya?" Kata Valdo.
"Yah, tapi Sisil mau nya sama Kak Elden." Sisil mencebikan bibirnya.
"Yaudah, kamu sama Elden aja Sil. Urusan Wali kelas mah gampang." Luna tersenyum kearah Sisil.
Lagi.
Luna tersenyum saat dirinya tidak menginginkan senyum tersebut terbit. Luna berkata 'Iya' saat hatinya meronta ingin mengatakan 'tidak'. Luna tersadar Ia bukan siapa-siapanya Elden. Elden berhak bersama siapa pun, dan Luna, tidak bisa berharap Elden hanya untuk bersamanya.
"Serius Kak?" Tanya Sisil dengan manik mata yang berbinar.
Luna mengangguk, "Iya Sil."
"Terus lo sama Valdo?" Tanya Vano.
"Enggak, Kak Valdo berangkat sendiri aja."
"Apaan sih?! Nggak mau Na, lo mesti sama gue atau lo sama Vano. Gue nggak mau kalo lo sendiri lagi, terus kejadian kayak tempo hari ke ulang lagi. No, Big No." Valdo mengoceh tanpa ujung membuat Luna memijit keningnya.
"Lebay lo! mending lo berangkat sendiri aja Kak, arah sekolah sama kampus lo kan beda arah. Lagian juga motor lo di bengkel, mobil cuma satu dan itu bakal lo bawa. Terus menurut lo Kak Vano nganterin gue pake apa? jalan kaki? hah?"
Vano memukul pundak Valdo, "Hampir aja yang bego di rumah cuma lo."
Valdo berdecak kesal pada Vano. "Oh iya ngomong-ngomong lo nggak kuliah bang?" Tanya Valdo.
"Enggak, skripsi gue udah di Accept sama dosen peyot yang satu itu. And gue tinggal tunggu sidang aja."
"APA? SUMPAH SKRIPSI LO UDAH DI ACC SAMA DOSEN LO?!"
"WAHH PARAH, GILA LO KAK. AKHIRNYA BERHENTI JUGA JADI MAHASISWA ABADI HEHE." Teriak Luna.
"Anjir, maksud lo apa tentang mahasiswa abadi, adikku yang paling bar-bar?"
"Ya karena lo terlalu lama jadi penghuni kampus hehe."
"Gue kuliah cuma empat tahun setengah, ya molor setengah tahun sih."
Luna berdecak, "Sama aja kali."
"Yaudah, lo mau berangkat sama siapa Na?" Tanya Valdo.
"Sama Maura aja."
Vano langsung melirik kearah Luna, "Lo mau bareng sama Maura?"
"Iya." Kata Luna sambil mengangguk-ngangguk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade
JugendliteraturKisah ini tentang Luna. Gadis cuek dan kurang peka ini diam-diam menyimpan Banyak Luka. Mata sehitam Batu obsidian itu kerap Memancarkan Duka. Namun Ia punya seribu topeng untuk dikenakan. Senyumnya adalah Rahasia Terbesar. Dan tangisnya adalah Kebe...