30. Luna Alergi?

3.1K 147 14
                                        







"Jujur ke Sisil tentang kita."

Kalimat itu membuat tubuh Luna membeku dan napas yang baru saja ia keluarkan serasa tercekat di tenggorokan. Ia mengangkat wajah, menatap Elden yang kini memandangnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"A..apa?"

"You heard me Na."

Luna mengerjap dua kali dan menggeleng-gelengkan kepala, "Nggak, gue nggak bisa bilang yang sejujurnya ke Sisil El..Gue nggak bisa."

"Kenapa?" Tanya Elden, "karna lo nggak mau buat Sisil kecewa? Na, tapi kita nggak bisa harus kayak gini terus, sembunyi dari realita seakan-akan hubungan kita ini salah."

"Lo nggak ngerti..." Lirih Luna.

"Gue ngerti Na. Lo juga sama tersiksa nya sama gue, jadi lebih baik Sisil tau semuanya Na."

"El..Sisil udah kehilangan orang tuanya, saat itu semangatnya buat hidup semakin redup. Sampai akhirnya dia ketemu sama lo El. Lo adalah kebahagiaannya sekarang. Mana bisa gue ancurin kebahagiaan dia El.."

"Terus buat apa kita sampai sejauh ini Na?"

Mulut Luna terbuka, namun tak ada sepatah kata yang keluar dari sana. Mendadak lidahnya kelu, mengapa rasanya nyeri sekali saat mendengar ucapan Elden barusan? Sebagian kecil hatinya juga ikut bertanya, 'Untuk apa hubungan mereka sejauh ini, jika pada akhirnya ia juga tak tau apakah akan berlanjut atau tidak.'

"Setidaknya gue pernah ngerasain gimana rasanya dicintai, gimana rasanya ada orang yang mau melindungi dan menjaga gue seakan gue barang berharga."

Elden menatap Luna dalam-dalam, "Luna.."

Luna tersenyum melihat Elden yang berada tepat dihadapannya. Luna benar-benar mencintai Elden, walau kadang Elden menyebalkan dan membuat Luna naik darah. Namun tetap saja ia amat menyayangi pria ini.

"Lo Tanya, buat apa kita sampai sejauh ini? Jujur gue nggak tau jawaban nya El. Karena gue pengin hubungan kita berjalan sesuai arusnya. Kita nggak bisa merencanakan gimana kedepannya, toh tuhan juga yang akan menakdirkan." Luna mendesah pelan, "suatu saat nanti, kalo keberanian gue udah tinggi. Gue bakal jujur ke Sisil. Tapi nggak sekarang, gue butuh waktu El."

Elden menghela napas panjang. Setidaknya gadisnya sudah memiliki niat untuk tidak menutupi hubungan mereka berdua lagi. "Waktu lo masih banyak Na.." Ucap Elden yang hanya dibalas senyuman lebar dari Luna.

Tak berapa lama Sisil muncul dengan menggenggam candy cotton berukuran besar ditangannya. "Udah selesai kan? Pulang yuk?"

• • •

Liburan telah selesai. Sudah dua minggu mereka melawati liburan yang memuaskan hati. Begitupun dengan Sisil. Ia benar-benar menyukai liburannya, pasalnya liburannya kali ini terasa istimewa karena Elden seorang. Dari mulai pergi ke Dufan, main ke mall, bahkan menemani Sisil saat ada acara bersama teman satu kelasnya.

Namun, itu semua juga berkat paksaan dari Luna. Mengapa Elden mau menemani liburannya itu semua karena Luna. Sisil tersenyum puas, 'Kak Luna emang the best' batinnya. Ya walaupun semua karena Luna, tapi ini menunjukan kemajuan bukan?

Kini Sisil berjalan di koridor sekolah bersama dengan Elden. Jantungnya berdegup kencang seakan ingin keluar dari dalam. Diliriknya laki-laki jakung disampingnya tanpa sadar membuat Sisil mengatupkan keseluruh jarinya gugup. Elden selalu bisa membuat Sisil menjadi salah tingkah sendiri.

"Mau sampe kapan lo liatin gue?"

"Apa...apaan sih? Sisil nggak liatin Kak Elden, geer deh." Ucap Sisil langsung membuang wajah.

SaudadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang