34. Lembah yang mendingin

1.7K 121 38
                                    


Happy Reading gaes wkwk....


Sepanjang perjalanannya menuju kelas Luna masih mencoba meredam emosinya. Tangannya terkepal kala mengingat kata-kata Juna yang menghina Elden. Juna benar-benar berengsek!!!

Tanpa sadar bahu kirinya menyenggol seseorang. Luna langsung menengok kearah bahunya dengan tatapan membunuh. Perempuan yang tak sengaja menyenggol bahu Luna langsung pucat pasi melihat tatapan tajam yang Luna berikan.

"So...sori gue nggak sengaja Na." Ucap gadis itu gemetar.

Melihat ketakutan perempuan didepannya membuat Luna menghembuskan napasnya, "Lain kali mata lo dipake." Ucap Luna seraya berjalan kembali.

Tak berselang lama bel tanda masuk kelas berbunyi nyaring, Luna mempercepat langkahnya. Ia tidak ingin tertinggal pelajaran barang sedetik pun, karena baginya tertinggal barang sedetik sama saja membuang-buang uang bayaran SPPnya sia-sia.

"LUNA!!"

Luna berhenti melangkah, alisnya mengerut kala Bu Falmi menghampiri dirinya. Apa mungkin Juna sudah memberitahu Bu Falmi? Terserah Luna benar-benar tak peduli jika nanti Bu Falmi akan menghukumnya karena menolak menjadi panitia.

"Kenapa Bu?" Tanya Luna saat Bu Falmi sudah berada di depannya.

Bu Falmi tersenyum membuat Luna terbelalak kaget, pasalnya Bu Falmi sangat-amat-jarang tersenyum padanya atau murid lainnya, "Kamu ngga perlu lagi jadi panitia pensi nanti."

Hah?

Luna mengernyit bingung, apa maksud Bu Falmi? Bukannya ia yang paling ngotot untuk menjadikan Luna sebagai panitia? Mengapa sekarang Bu Falmi malah membatalkan?

"Kok bisa?" Tanya Luna.

"Kamu sudah direkomendasikan khusus mewakili kelas kita sebagai narasumber pensi nanti." Kata Bu Falmi, "kamu akan mengisi acara dengan tampil sebagai pembicara dan ibu udah kasih judul yang tepat buat kamu, 'Sumber semangat sang ratu Olimpiade' gimana judulnya? Baguskan?"

Err... Luna meringis mendengarnya, ia rasa judulnya terlalu hiperbola, "Maaf bu, apa judulnya ngga terlalu berlebihan?"

Bu Falmi menggeleng, "Enggak, nah sekarang kamu ditunggu di ruang kepala sekolah. Ada yang ingin dibicarakan disana."

Luna mengangguk dan mengikuti Bu Falmi yang berjalan terlebih dahulu, namun sebelumnya Luna belum sempat bertanya, "Bu, gapapa saya ngga izin ke guru jam pelajaran saya sekarang?"

"Gapapa, urusannya ngga lama. Nanti kamu jelasin aja alasannya, nanti ibu bantu juga."

Luna tersenyum kecil dan tetap melanjutkan perjalanannya menuju rua kepala sekolah bersama Bu Falmi. Tak berselang lama Luna dan Bu Falmi telah sampai di depan ruang kepala sekolah, Bu Falmi mengetuk perlahan pintu kayu di depannya. Setelah terdengar ada suara intrupsi masuk , baru Bu Falmi dan Luna memutuskan untuk masuk kedalam.

Saat di dalam mereka berdua disambut oleh lelaki paruh baya dengan kepala pelontos tengah memegang beberapa berkas di meja Kepala sekolah. Melihat Roy—Kepala sekolah SMA Purna Wijaya itu masih sibuk dengan dunianya sendiri membuat Luna gemas. Ingin rasanya Luna menggosok-gosok kepala Roy yang sangat licin itu. Astaga,terkutuklah Luna menjadi batu jika ia benar-benar melakukan hal bodoh itu.

"Maaf Bu Falmi, saya terlalu fokus dengan berkas-berkas yang menumpuk di meja saya." Ucap Roy kala Luna dan Bu Falmi menjatuhkan bokongnya pada kursi yang berhadapan langsung pada meja Kepala Sekolah, "Sampai saya lupa kalau saya memiliki tamu terhormat." Tepat dikalimat terakhir Roy langsung melirik kearah Luna tak lupa dengan senyum yang menurut Luna sangat menjijikan.

SaudadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang