29. Tentang kita

3.3K 149 30
                                        








Luna diam termenung dalam kamarnya. Duduk bersila diatas tempat tidur dan membiarkan dirinya hanyut dalam pertanyaan. Kejadian itu terulang kembali. Luna tidak habis pikir, sebenarnya apa mau mereka?

Harta?

Tidak mungkin, jika memang yang mereka inginkan adalah harta, maka sudah lama mereka menculik Luna untuk minta uang tebusan pada orangtuanya. Tidak mungkin bertele-tele seperti ini, bahkan ada dari mereka yang rela bunuh diri dibandingkan mengaku.

Dendam?

Luna tidak yakin dengan ini, apakah ia pernah menyakiti seseorang hingga menimbulkan dendam? Ia rasa tidak pernah.

Lalu apa? Semuanya terasa membingungkan bagi Luna. Dan, penjahat tempo hari ternyata berhasil melarikan diri semakin membuat Luna merasa tertekan.

Pembicaraan dengan teman-temannya sewaktu di rumah Zaki kembali muncul dalam benaknya.

"Ini udah masalah serius! Kita nggak bisa diem aja kayak gini." Maura menatap cemas keseluruh teman-temannya.

Kini mereka semua berkumpul didalam mini studio film milik Zaki. Mereka semua merasa cemas sekaligus tegang dengan apa yang sedang terjadi. Luna dan Elden datang dengan wajah Elden yang penuh luka. Membuat mereka semua terlonjak kaget.

"Saat ini yang bisa kita lakuin Cuma berusaha untuk lindungi Luna ̶̶ ̶ ̶̶ ̶ " Ucapan Melvin terhenti karena Luna langsung memotong pembicaraannya.

"Gue nggak setuju. Gue nggak mau kalian jadi terbebani hanya karena masalah gue."

"Na, kita sama sekali nggak merasa lo bebani. Masalah lo masalah kita juga." Celin tersenyum hangat pada Luna. Merasa setuju dengan apa yang Celin bicarakan mereka semua pun serempak mengangguk.

"Celin bener Na. Lo temen eh ralat, lo sahabat kita. Jadi udah sewajarnya kalo kita bakal ngebantuin lo." Kata Raka.

Zaki mendengus kesal, "Sahabat sih sahabat, tapi natapnya biasa aja kale." Sindirnya pada Raka.

"Bacot lo! Nggak bisa apa congor lo itu diem aja sebentar. Lagi keadaan kayak gini juga." Balas Raka menatap Zaki sengit.

"Tauk, heran gue. Nyokap lo itu dulu pas hamil lo ngidam dibeliin toa masjid apa? Punya anak bawel amat." Satya mencibir Zaki.

"Setujuuuuu. Di kelas juga, kerjaannya kalo nggak ngatain orang pasti ngegosip bareng sama gerombolannya Mimin di pojok kelas, Ckckck." Decak Maura.

Aileen melotot terkejut, "Gilak lo?! Gosip bareng gerombolannya Mimin? Pantes aja, kalo gue Tanya tentang anak Purna Wijaya lo banyak tau. Mimin coy mainannya hehe."

"Anjirrrr kok gue ngerasa jadi korban bullyan yak? Nggak asik lo semua." Kesal Zaki.

Luna terkekeh pelan, ia bersyukur memiliki sahabat seperti mereka semua. Bebas tertawa seakan tak memiliki masalah. Luna menoleh kesamping̶ ̶ tepatnya kearah Elden, Luna meringis melihat beberapa luka lebam yang menghiasi wajah tampan Elden.

"Kenapa?" Tanya Elden sadar karena diperhatikan oleh Luna.

"Kebelakang yuk? Gue kompres luka lo."

"Nggak takut yang lain nanya?"

Luna menggeleng seraya tersenyum, "Kalo nanya ya tinggal dijawab. Udah ayo." Luna menarik tangan Elden agar berdiri.

Senyum yang sangat Elden sukai. Senyum yang dapat membuat masalahnya seketika hilang. Ya, senyum teduh milik Luna. Dan, candu untuk Elden.

Reflek semua orang terdiam melihat Luna dan Elden yang serempak berdiri.

SaudadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang