Jemarinya terus menggores beberapa kalimat pada buku tulisnya. Namun tak dapat dipungkiri bahwa setengah bagian dari adis itu kini tengah memikirkan seseorang.
"Belum, gatau mungkin nanti ada."
Ucapan laki-laki itu terus memenuhi benaknya. Seketika hatinya merasakan sesak. Sesak yang dirinya sendiri pun tidak mengerti.
"Gue nggak mungkin suka sama Elden." Gumamnya.
Sudah ratusan kali kalimat itu Luna ucapkan. Kalimat yang mungkin bisa membuatnya tersadar bahwa Ia tidak menyukai Elden. Tiba-tiba bahunya merosot, Ia tenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.
"Tapi kenapa sakit?"
Tak lama pintu kamar Luna terbuka, menampilkan sosok Sisil dengan balutan piyama berkarakter tokoh kartun itu.
"Kak Luna! Kalo ngantuk tidur di tempat tidur lah, jangan di meja." Hardik Sisil.
Luna mengangkat wajahnya, "Aku lagi ngerjain tugas Sil."
"Tugas apa?" Tanya Sisil.
"Geografi."
Setelah itu hening pun menggerayai kamar Luna. Lunayang fokus mengerjakan kembali tugasnya dan Sisil yang tengah melamun.
"Menurut Kak Luna, aku berhak bahagia?"
Luna berhenti menulis, tubuhnya ikut membeku saat Sisil melontarkan pertanyaan itu.
"Berhak dong, semua orang berhak bahagia. Nggak ada alasan kenapa seseorang nggak berhak buat bahagia Sil." Tutur Luna.
Sisil tersenyum kecil, matanya menerawang jauh ke masa lalu. "Kalo Kak Luna, apa yang buat Kakak bahagia?"
Luna menoleh pada Sisil yang tengah duduk dipinggir ranjang miliknya. Luna segera berdiri menghampiri Sisil dan duduk disebelahnya.
"Bahagia menurut aku, kumpul bareng Mama, Papa, Kak Vano, Kak Valdo, sama kamu, udah buat aku bahagia."
Sisil mengangguk paham, ditatapnya manik hitam pekat milik Luna. Kakak sepupunya ini benar-benar beruntung, kehidupannya terlalu sempurna. Orangtua masih lengkap, punya dua Kakak laki-laki yang menyayanginya. Harta berlimpah, teman-teman yang selalu ada untuknya, dan
Elden yang terlalu menyayanginya"Seandainya kecelakaan itu nggak terjadi sama Mama dan Papa. Pasti kebahagiaan Sisil juga sama kayak Kak Luna. Awalnya saat Sisil tau Mama dan Papa sudah meninggal, Sisil nggak akan bisa bahagia lagi. Tapi ternyata Tante Viona dateng dan menawarkan Sisil untuk pindah ke Indonesia dan tinggal di Jakarta sama Kak Luna. Sisil seneng banget saat itu, karena Sisil nggak akan sendiri lagi. Dan saat di rumah Kak Luna, Sisil ketemu dengan Kak Elden. Awalnya Sisil nggak mikir apapun tentang Kak Elden, tapi seiring berjalannya waktu, perasaan ini muncul Kak. Sisil bahagia kalo bersama Kak Elden, apalagi kejadian tadi di sekolah, Sisil seneng banget saat Kak Elden bilang kalo kemungkinan dia bisa suka sama Sisil, Saat itu Sisil merasa jadi perempuan paling bahagia di bumi."
Sesak mengeronggoti hati Luna, Sisil terlalu rapuh menjalani kejamnya dunia ini. Bagaimana bisa jika ternyata Luna benar-benar menyukai Elden, pasti Sisil akan sedih dan terpuruk. Luna tidak ingin melihat Sisil sedih, Luna tidak ingin Ia bahagia sedangkan Sisil menderita. Yang Luna inginkan adalah Sisil terus bahagia, walaupun harus mengorbankan kebahagiaan Luna sendiri.
"Sil...." Gumam Luna.
"Iya Kak?"
Dipandanginya gadis dengan rambut sebahu itu dalam-dalam. Kini perasaan Luna sedang dalam keadaan dilema. Ia juga bingung pada dirinya sendiri, apakah Ia sudah tidak memiliki rasa pada Melvin?
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade
Подростковая литератураKisah ini tentang Luna. Gadis cuek dan kurang peka ini diam-diam menyimpan Banyak Luka. Mata sehitam Batu obsidian itu kerap Memancarkan Duka. Namun Ia punya seribu topeng untuk dikenakan. Senyumnya adalah Rahasia Terbesar. Dan tangisnya adalah Kebe...