04 || Sebuah kejutan

3.4K 172 8
                                    

“Kubuat perjumpaan kita kali ini takkan pernah terlupa. Dengan kejutan dariku yang kujamin akan kau ingat sepanjang masa.”

—Calileo Abimana Bramasta—

***

"Sekarang buka buku paket Matematika wajib kalian halaman 202. Kemudian silakan kerjakan bagian A dan B," titah Pak Seno tegas.

Membuka resleting ranselnya, Cahaya mengepalkan tangannya kuat. Semula Cahaya yang telah melupakan kejadian waktu istirahat tadi, kini emosi Cahaya kembali lagi.

"Banci sialan! Tas gue ini isinya apaan semua!?"

Adelia dan Ariesta yang mendengar hal itu pun langsung menoleh ke arah Cahaya sembari mengernyitkan dahinya, heran. 
Pun dengan para murid. Sementara Pak Seno langsung berjalan menghampiri Cahaya dengan tampang garang.

"Bapak menyuruh kamu untuk mengerjakan tugas yang ada di buku paket. Bukan berkata kasar."

"Bapak tanya aja sama orang yang ada di belakang saya," sahut Cahaya masih dengan emosinya yang membara.

"Leo."

Secepat itu Ahwal sudah menyiku pundak Leo agar segera terbangun dari tidurnya.
Karena terusik akhirnya Leo bangun. Dengan santainya Leo duduk kembali sembari bersidekap dada dan memasang tampang datar seolah tidak terjadi apa pun.

"Jadi, selain tidur di saat jam pelajaran berlangsung, rupanya kamu juga mengganggu murid baru?"

"Maksud Bapak?" tanya Leo dengan tampang datarnya.

"Nggak usah sok bego. Lo 'kan yang masukin semua sampah ini ke dalam tas gue!?"

"Apa benar itu, Leo?" tanya Pak Seno tegas.
 
"Kalau iya Bapak mau apa?" sahut Leo dengan tampang datarnya. Tetapi sorot tajam matanya seolah mampu membuat siapa saja tak akan mampu berani menatapnya.

"Perilaku kamu kali ini sudah tidak bisa Bapak tolerir lagi. Kamu ikut saya ke ruang BK sekarang."

"Kalau gue nggak mau, Bapak mau apa?"

"Maka saya akan panggil papa kamu."

Leo tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan Pak Seno. Maka, dengan malas Leo beranjak dari tempat. Mengikuti Pak Seno ke ruang BK. Dan di sana sudah ada Pak Anto, guru BK.

Pak Seno mengambil duduk di sebelah Pak Anto. Sedang Leo di seberangnya. Pak Anto sempat bertanya kepada Pak Seno tentang masalah apa lagi yang dilakukan oleh Leo. Dan Pak Seno pun menjelaskan semuanya pada Pak Anto tanpa terkecuali.

"Leo, jadi selain suka buat onar dan tidak pernah mengikuti setiap jam pelajaran di sekolah, kamu juga mengganggu perempuan? Seorang yang lemah yang harusnya kamu lindungi. Iya?" tanya Pak Anto tajam.

"Gue nggak peduli. Lagian tuh anak cuma sebatas gender cewek. Dia juga udah berani ngusik hidup gue. Dan gue nggak akan biarin orang yang berani ganggu gue hidup tenang."

"Seperti apa pun pandangan kamu terhadap Cahaya, itu tetap tidak akan mengubah jati dirinya yang sebagai perempuan, Leo." Kali ini Pak Seno yang bersuara. Ia memajukan badannya agar lebih dekat dengan Leo. "Jadi, kamu jangan mengganggu Cahaya lagi. Pun murid yang lain. Jika kamu masih melakukan hal tersebut maka Bapak tidak akan segan-segan untuk memberikan kamu sanksi," tambahnya.

"Terserah."

"Perlu Bapak ingat, sanksi nggak berlaku untuk gue. Karena gue adalah anak dari pemilik sekolah ini," lanjut Leo seraya menyilangkan tangan di dada.

***

"Cahaya, lo mau pulang bareng gue nggak?"

Mendengar tawaran dari Adelia, Cahaya pun menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Kemudian berucap, "Gue pesan Go-Jek aja lah nanti."

"Serius, nggak pa-pa? Kalo bareng gue aja mau nggak?" tanya Ariesta.

"Nggak usah," tolak Cahaya.

Usai berpamitan dan melambaikan tangannya pada Cahaya, Ariesta dan Adelia pun pergi meninggalkan sekolah dengan sepeda motornya masing-masing.

Saat Cahaya sedang sibuk berkutat dengan ponselnya. Hendak memesan ojek online di salah satu aplikasi yang bernama Go-Jek, sebuah sepeda motor besar yang biasa digunakan untuk balapan berhenti tepat di depan Cahaya.

Cahaya tersentak ketika sebuah cairan membasahi tubuhnya. Kini tubuh Cahaya begitu kotor dengan cairan yang berasal dari campuran saus, kecap, dan air mineral biasa. Cahaya melihat baju seragam dan roknya yang kotor untuk lalu menatap pelaku yang masih berada di atas motornya seraya bersidekap dada.

"WOI BANGSAT! MAU LO APA SIH, HAH? APA PUKULAN GUE DI KEPALA LO WAKTU ITU UDAH BIKIN OTAK LO GESER?! SINTING LO!"

Menghela napas sejenak, Cahaya kembali berucap setelah tenang. "Cara lo kekanakan." Cahaya menatap Leo dengan tatapan penuh amarah dan benci.

“Dasar anak aneh! Lo tuh nggak pantas sekolah di sini!”

“Tau, kamu itu nggak pantas sekolah di sini. Kamu itu beda dari kita!”

“Hahaha, tapi kamu cocok sih kami perlakukan kayak gini. Kamu 'kan sampah, ups.”

Cahaya berusaha sebaik mungkin bernapas di saat dadanya terasa begitu sesak. Ia akui kali ini Leo berhasil mengiris hatinya. Cahaya merasa dirinya  dipermainkan layaknya boneka seperti yang dilakukan teman-teman SD-nya kepadanya dulu.

Tidak masalah bagi Cahaya jika Leo maupun orang lain melukai fisiknya. Karena luka fisik bisa sembuh dengan sendirinya. Karena luka fisik tidak akan pernah membekas dalam hati seseorang. Luka fisik hanya melukai raga seseorang, tapi mungkin berbeda jika luka fisik didapat dari keluarga dan orang terkasih.

Dan sekarang ... dipermalukan di muka umum dengan sedemikian rupa mampu membuat pertahanan yang selama ini dibangun oleh Cahaya mulai goyah.
Tapi untungnya Cahaya bisa memakai topeng dengan maksimal. Wajah dingin dengan tatapan tajamnya mampu mendominasi. Mampu menutupi sebagian efek dari perbuatan Leo yang membuat Cahaya merasa dipermalukan juga direndahkan di hadapan umum.

Leo turun dari motornya lalu melangkah dan berhenti tepat di hadapan Cahaya sembari bersidekap dada. Katanya, "Kenapa, lo mau pukul gue? Inget kata-kata lo, Cahaya. Semua masalah nggak harus di selesaiin dengan kekerasan 'kan?"

Cahaya diam. Ia mencoba untuk menatap ke arah lain agar dirinya kuat menghadapi iblis yang ada di hadapannya ini.

"Astaga Leo. Parah banget lo, Le. Nggak gini caranya kalo lo nggak suka sama orang, man," ucap Ahwal yang baru saja datang entah dari mana. Dilihat dari cara benapasnya yang seperti habis dikejar anjing, sepertinya Ahwal baru saja berlari demi bertemu Leo.

"Nggak usah ikut campur."

Leo paling tidak suka jika ada yang mengganggu Leo saat Leo mengusik kehidupan orang yang sudah berani menentangnya. Cahaya contohnya. Bagi Leo, Cahaya adalah mainan yang paling asyik yang pernah ia mainkan dalam hidupnya.

"Tapi Le—"

“Gue bilang nggak usah ikut campur.” Desis Leo tajam. “Lo cukup duduk manis dan liat pertunjukkan yang gue sajiin."

Mendengar peringatan dari Leo, Ahwal hanya bisa diam dan mendengus kesal. Jujur Ahwal sungguh kasihan melihat keadaan Cahaya sekarang. Tapi Ahwal bisa apa jika Leo sudah berkata demikian?

Leo memajukan kepalanya mendekati Cahaya, kemudian berkata, "Sampai bertemu di pertunjukkan berikutnya. Hell is coming for you, Cahaya."

***

[Revisi 4 selesai]

Jangan lupa vote dan comment-nya, guys....

See you....

Imperfection : Trapped With Troublemakers✓ [Republish+Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang