20 || Satu Langkah Lebih Dekat

2.6K 109 0
                                    

"Pegangan," kata Leo seraya memakai helm.

"Terus gue denger juga, Leo itu katanya homo."

Cahaya kembali mengingat perkataan Ariesta waktu itu. Ariesta bilang, menurut kabar burung di SMA Angkasa, Leo itu tidak suka dengan perempuan alias penyuka sesama jenis. Istilah lainnya homo.

Dengan adanya hal itu, Cahaya jadi tidak perlu khawatir berdekatan dengan Leo. Karena hal itu juga Cahaya mau menerima Leo di rumahnya. Jika bukan karena hal itu, Cahaya tidak akan pernah membiarkan Leo ada di rumahnya. Persetan dengan perjanjiannya!

Walau begitu Cahaya masih sedikit ragu. Makanya ia hanya berpegangan pada pundak Leo kala Leo mulai melajukan kendaraannya menembus ibu kota.

Langit kian menggelap seiiring berjalannya waktu. Dan Leo masih saja melajukan kendaraannya. Disaat Cahaya tengah menduga-duga bahwa Leo akan langsung membawanya pulang, Leo justru menghentikan motornya di tempat lain.

Leo menarik lengan Cahaya kala sudah memarkirkan motornya dan melepas helmnya. Ia terus menarik lengan Cahaya  untuk mengikutinya. Sedangkan Cahaya terus menatap sekitar dengan bingung.

"Ngapain lo bawa gue ke sini?" Cahaya bertanya saat genggaman Leo berhasil dilepasnya.

Leo memutar bola mata. "Makan lah."

Leo jadi kesal sendiri dengan Cahaya. Sudah tahu kalau mereka kini sedang ada di sebuah tempat makan yang ada di pinggir jalan. Ya, Leo memutuskan untuk makan dulu sebelum pulang. Ia memarkirkan motornya di pinggir jalan dekat tempat makan itu berada.

Melihat ekspresi Cahaya yang datar saja, Leo berkata, "Mungkin kita cari tempat lain aja."

Leo kembali menggenggam lengan Cahaya yang kini kebingungan. Baru saja Leo berniat menarik lengan Cahaya untuk kembali naik ke atas motornya, Cahaya langsung melepas genggamannya.

"Nggak usah, di sini aja," kata Cahaya yang kemudian langsung berlalu dari hadapan Leo dan mengambil duduk di salah satu bangku kosong di sana.

Leo mengikuti Cahaya dan memilih duduk di bangku seberang Cahaya. "Gue kira lo nggak suka makan di pinggir jalan."

"Nggak juga," balas Cahaya acuh tak acuh.

"Gue kira lo yang nggak suka makan di pinggir jalan. Anak yang suka membawa kekuasaan dan punya segalanya biasanya 'kan nggak bakal mau makan di tempat beginian," ucap Cahaya lagi, berniat menyindir.

"Nggak juga." Leo meniru ucapan Cahaya tadi.

Lalu tak lama setelahnya, Leo pun mulai memesan makanan yang ada di sana.
Di sana cukup ramai seperti biasanya. Setelah lama Cahaya mengamati, pesanan Leo pun datang.

Cahaya menatap makanan milik Leo. "Lo suka banget pedas?"

"Suka. Ini semacam tantangan buat gue."

Melihat Cahaya yang mengangkat sebelah alisnya, Leo kembali berucap. "Semakin pedas suatu makanan itu, semakin membuat gue tertarik buat mencobanya."

Cahaya hanya mengangguk saja sebagai balasan. Leo memang sulit ditebak. Kadang ia hanya memasang wajah datar dan dingin. Atau hanya berucap sebanyak satu dua tiga kata pada Cahaya. Kadang juga, ia bisa banyak bicara pada Cahaya.

Leo melirik sekilas Cahaya sebelum memakan ketoprak miliknya. "Udah makan. Nggak ada racun dan gue yang bayar."

Kesal, Cahaya mendengus dan mulai melahap makanan miliknya. Sedangkan Leo tersenyum tipis melihat Cahaya. Sangat tipis, sampai-sampai orang lain tidak mungkin bisa melihat senyum itu.

Setelah mereka telah selesai menghabiskan makanan mereka, Leo pun langsung membayar makanan  yang dimakannya dengan Cahaya.

Cahaya yang ingin membayar makanan miliknya pun langsung mengurungkan niatnya. Ia pikir, maksud ucapan Leo tadi adalah Leo akan membayar makanan miliknya sendiri dan begitu pun dengan Cahaya. Tapi ternyata, ia salah. Leo yang membayarnya. Mungkin, karena efek dari sikap Leo kepadanya selama ini, Cahaya jadi susah menangkap maksud dari ucapan serta perilaku Leo.

Imperfection : Trapped With Troublemakers✓ [Republish+Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang