10 || Benci

2.6K 128 4
                                    

"Kata benci sepertinya adalah kata terbaik yang mendefinisikan perasaanku saat ini."

—Cahaya Permata. P—

***

Sedari bel berbunyi, Cahaya tiada hentinya menatap BARBEL. Ingin melihat bagaimana reaksi bakso yang mereka makan di perutnya. Tapi di kantin yang memakan bakso itu hingga habis hanya Leo dan Ahwal saja. Sedangkan Rio dan Fariz hanya memakannya setengah porsi karena tidak kuat pedas.

Padahal Ahwal juga tidak kuat makan bakso itu yang katanya pedas sekali. Iya lah, jelas. Cahaya sendiri yang membuktikannya lewat tangannya yang menuang sambal dan saus ke dalam mangkuk bakso mereka dengan tidak kira-kira. Walau tidak kuat makan bakso super pedas, Ahwal tetap memaksakan dirinya. Sayang-sayang katanya, makanan gratis.

Saat Cahaya dituduh sengaja memasukkan saus dan sambal yang banyak ke dalam mangkuk bakso mereka. Cahaya hanya menjawab, "Ups, sorry. Gue nggak tau kalo ternyata kalian nggak suka pedas. Gue kira lo pada suka pedas. Tampang muka lo semua kayak preman gitu sih. Lagian, kayaknya tadi Leo cuma bilang nggak usah pake kecap aja. Jadi, pake sambal dan saus sebotol juga nggak pa-pa 'kan?"

Tapi anehnya, saat Cahaya berkata seperti itu Leo tidak marah seperti biasanya. Dia hanya diam saja dan melanjutkan makannya. Hingga kini, belum ada reaksi yang ditunjukkan oleh Ahwal dan Leo. Membuat Cahaya mendengus kesal.

"Cahaya Permata Pamungkas," ucap Bu Tuti, guru sejarah yang beralih dari buku absen. Pandangannya mencari sosok nama yang disebutnya tadi.

Cahaya mengangkat tangannya tinggi. "Hadir," sahutnya.

"Oh, kamu ya anak barunya," ujarnya yang diangguki oleh Cahaya.

"Calileo Abimana Bramasta," lanjut Bu Tuti mengabsen.

Sang empunya nama tak kunjung menyahut karena sedang asik main game yang ada di handphonenya. Dengan geram Bu Tuti berjalan menuju bangku Leo. Tapi sebelum Bu Tuti sampai ke meja Leo, seseorang telah menabraknya dengan tergesa-gesa.

"Maaf Bu, aduh sakit perut saya. Minta izin ke—"

Sebelum selesai menuntaskan kalimatnya, bau tak sedap menguar ke seluruh indera penciuman yang ada di kelas. Terutama pada indera Bu Tuti yang berada di samping murid lelaki itu.

Bu Tuti mengibaskan tangannya seraya menutup hidungnya dengan tangan satunya. "Sudah-sudah, pergi sana."

Dengan wajah menahan malu, Ahwal langsung keluar dari kelas dengan lari terbirit-birit seraya memegang bokongnya sendiri. Sontak saja semua murid yang ada di sana menertawakan kejadian itu, tak terkecuali Cahaya. Setelah beberapa saat kejadian itu berlalu, Bu Tuti kembali menatap Leo yang tampaknya sama sekali tidak terganggu dengan kejadian itu dan masih fokus pada layar ponselnya. Fokus pada permainan gamenya.

"Balikin HP gue." Leo menatap nyalang Bu Tuti yang sudah ada di sampingnya dan merampas ponselnya begitu saja.

"Akan Ibu kembalikan nanti. Setelah jam pelajaran Ibu berakhir."

"Ah Ibu gimana sih. Ibu mau papanya Leo yang ganteng itu tau?" Bela Fariz. Kali ini ia anteng duduk bersama Leo. Kadang, ia berpindah tempat di kursi Ahwal yang duduk sendiri di bangku paling belakang.

Imperfection : Trapped With Troublemakers✓ [Republish+Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang