03 || Drama

3.8K 204 26
                                    

"Tidak perlu mengungkap kata cinta untuk membuktikan rasaku nyata.
Karena isyarat hatiku sudah cukup membuktikan segalanya."

—Calileo Abimana Bramasta—

***

Leo berjalan gontai ke dalam rumahnya. Jujur, Leo sudah sangat lelah dengan drama yang baru saja terjadi padanya. Bahkan Lala, pembantu rumah tangga yang baru saja menyapa kehadirannya tidak begitu dipedulikan oleh Leo.

"Leo, bibir Leo kenapa luka begitu? Leo berkelahi lagi ya?" tanya Lala yang sudah berada tepat di hadapan Leo dengan tatapan khawatir yang tidak dibuat-buat.

"Bukan apa-apa," jawab Leo dengan wajah datarnya.

"Tapi luka Leo harus diobati supaya ti—"

"Nggak perlu," potong Leo dingin.

Leo melangkahkan kakinya hendak pergi dari hadapan Lala untuk menuju ke kamarnya yang terletak di lantai dua. Namun, sebelum Leo benar-benar pergi Leo menolehkan wajahnya kembali kepada Lala.

"Jangan bilang papa," ucap Leo dengan penuh penekanan. Lala yang mendapati sorot tajam nan dingin dari Leo hanya mampu mengangguk patuh.

Leo kembali melangkahkan kakinya hingga tibalah Leo di dalam kamarnya yang lalu membanting tubuhnya dengan kasar di atas ranjangnya. Ia berpikir sejenak. Apa yang baru saja terjadi padanya? Drama apa yang baru saja terjadi dalam hidupnya? Ah tidak, lebih tepatnya ... Leo sendirilah yang membuat drama itu. Leo lah pencipta dari skenario itu.

Seorang Calileo Abimana Bramasta tidak akan kalah begitu saja dari seseorang.
Dan lagi, seorang yang baru saja menentang Leo—yaitu Cahaya—hanya melayangkan beberapa pukulan saja kepada Leo. Dan Cahaya hanya memukul wajah Leo sebanyak satu kali. Jadi, bagaimana mungkin seorang Leo bisa kalah?

Leo akui walaupun Cahaya adalah seorang perempuan. Tetapi, pukulan Cahaya sama kuatnya dengan lawan Leo sebelumnya. Bahkan tendangan Cahaya pada tulang kering Leo di kaki kirinya pun masih terasa nyerinya. Itulah sebabnya mengapa Leo tidak pernah memandang lawannya perempuan atau lelaki. Karena baginya, perempuan dan lelaki sama saja. Tidak ada bedanya.

Ini merupakan tantangan baru sekaligus hal yang sangat Leo suka. Menghancurkan Cahaya. Perempuan yang berani menentangnya. Selama ini belum ada perempuan yang berani menentang Leo. Bahkan secara terang-terangan di muka umum seperti Cahaya. Maka, jadilah Leo membuat sebuah drama yang di mana Leo harus mencoba mengalah pada amarahnya sendiri.

Saat menghadapi Cahaya, Leo berusaha mati-matian untuk menahan amarahnya yang seakan ingin menghabisi Cahaya saat itu juga. Leo ingin berbaik hati sedikit untuk mengabulkan perkataan Cahaya tadi di sekolah saat Cahaya membela Dimas
—siswa cupu kelas XII-IIS 1—yang berani menumpahkan minuman sampah yang dibawanya ke seragam Leo.

Cahaya bilang, semua masalah tidak harus diselesaikan secara fisik bukan? Jadi dengan baiknya Leo langsung mengabulkannya. Tetapi sebagai gantinya, Leo akan membuat hidup Cahaya menderita selama bersekolah di SMA Angkasa.

Karena Leo rasa hal seperti ini akan jauh lebih menyenangkan dibanding menghabisi Cahaya yang penderitaannya hanya bersifat sesaat.

Bagaimana, cukup adil bukan?

***

Cahaya menenggak hingga tandas minuman yang dibawa oleh Anjani, tantenya yang merupakan adik dari almarhum Mia, bunda dari Cahaya.

Menaruh minuman miliknya di meja, Anjani duduk di sofa. Tepat di sebelah Cahaya. "Tante nggak suka liat kamu bertengkar lagi, Cahaya. Kamu liat pipi kamu sampai lebam kayak gitu. Liat tuh muka kamu jadi jelek gitu,"

Imperfection : Trapped With Troublemakers✓ [Republish+Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang