36 || Hari Terakhir

1.7K 75 0
                                    

"Kita adalah sepasang manusia yang tengah menikmati rasa yang bermetamorfosa. Kita adalah dua hati yang dengan erat saling menggenggam tangan untuk melengkapi segala kekurangan. Yang ketika jatuh, kita saling membantu."

—Imperfection—

***

"Mau beli itu?" Leo mengisyaratkan dagu menunjuk pedagang jagung bakar pinggir jalan. Cahaya mengikuti arah pandang Leo kemudian mengangguk sebagai jawaban.

Beberapa saat kemudian Leo menepikan mobilnya di pinggir jalan tempat tukang jagung bakar itu berada yang lalu turun dari mobil dengan diikuti oleh Cahaya.

"Dua jagung bakar. Pedas. Yang satu sedang," kata Leo kepada penjual jagung bakar setelah duduk di bangku yang ada di sana lalu beralih menatap Cahaya. "Dingin?"

Hanya berupa gelengan kepala yang menjadi jawaban Cahaya. Cewek itu sudah duduk di samping Leo. Kalau diingat lagi, mungkin ia sekarang tidak akan bersama Leo jika bukan karena taruhan tadi.

"Seriusan nggak dingin? Jangan ngirit ngomong kenapa. Jawab aja kalo emang dingin," ujar Leo.

"Sekarang lo jadi banyak ngomong ya?" tanya Cahaya heran.

Leo diam untuk beberapa saat. Kemudian menjawab, "Iya, sama Lo. Nggak sama cewek lain."

Cahaya diam. Leo juga diam. Sampai akhirnya Leo sendiri yang buka suara. "Pakai jaket gue aja ya. Dingin."

"Nggak usah. Baru juga Puncak. Belum Korea Selatan atau Jepang."

"Ya udah kalo gitu," kata Leo yang kemudian beranjak dari tempat. Cowok itu membuka pintu mobilnya yang lalu membuka jaket kebangsaannya dan memasukkannya ke dalam mobil.

"Kok malah lo taruh jaket lo ke dalam mobil lo sih? Aneh dah lo," kata Cahaya setelah Leo sudah duduk lagi di sampingnya.

"Biar adil. Masa gue pakai lo nggak." Kata Leo, "Lagian, ini 'kan Puncak, belum Korea Selatan atau Jepang."

Cahaya mendesis. "Tapi percuma lah Lo bawa jaket nggak dipakai."

"Solidaritas itu yang penting, Cahaya," kata Leo.

Kemudian sang penjual mengantarkan jagung bakar mereka yang telah matang yang langsung diterima mereka dengan senang hati.

"Nih. Di Belati itu, kami juga menjunjung tinggi solidaritas. Kalo satu terluka, kami pasti langsung bertindak." Leo bercerita sambil meniup jagung bakar yang masih panas.

"Segitunya?"

"Jelas. Kami itu ibarat saudara. Jadi, bakalan belain siapa pun anggota Belati mati-matian," kata Leo. Cahaya mengangguk. Paham mengapa Adelia dan Ariesta terkadang seringkali membanggakan Belati.

Beberapa saat kemudian mereka segera duduk lebih ke dalam kala hujan turun dengan begitu deras secara tiba-tiba. Musim penghujan di bulan desember sepertinya sudah tiba. 

"Untung kita pakai mobil, jadi nanti kalau pulang kita aman dari hujan," kata Leo. Kemudian ponsel Leo berbunyi. Dengan malas ia mengangkat telepon setelah melihat nama penelepon di ponselnya. "Ngapa?" tanya Leo malas.

"YAELAH LO BOSS PAKE NANYA KENAPA. PULANG SINI UDAH MALAM WOY. MANA LAGI HUJAN PULA. PACARAN MULU LO KERJAANNYA. UDAH HABIS MAEN YANG TERBANG-TERBANGAN LANGSUNG NGELAYAP LAGI. INI MAH NAMANYA PAKET LIBURAN KHUSUS PASANGAN, BUKAN BERAME-RAME, LE." Leo menjauhkan ponsel dari telinga akibat suara nyaring Fariz di ujung telepon.

"Setan lo. Nggak usah teriak-teriak. Gue nggak budeg," kata Leo kesal.

Fariz cengengesan di seberang sana kemudian, "iya mon maap nih ya pak boss. Tapi segera balik ya ke villa. Yang lain pada gondokan nih nungguin lo sama Cahaya. Khawatir kami."

Imperfection : Trapped With Troublemakers✓ [Republish+Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang