Sudah memasuki bulan kedua, program diet Ian mengalami kemajuan yang bisa dibilang cukup signifikan. Bobot tubuhnya semakin hari semakin turun dan hal tersebut dibuktikan ketika Ian datang ke club fitness sehabis pulang kerja. Bugi yang sore itu masih menjadi PT Ian bersorak senang mengetahui Ian sukses menjalani dietnya.
"Kalau kamu sudah mencapai target, saya kasih hadiah." gurau Bugi ketika Ian baru saja selesai mengikuti kelas TRX yang menyita banyak energi dan membuat keringat mengucur. Ian tersenyum sumringah.
"Bener loh, aku bakal semangat banget nih kayanya." ujar Ian.
"Harus semangat dong. Apa lagi kan ada yang nyamperin." Bugi menaik turunkan alisnya seraya memberi kode ke arah pintu masuk club fitness. Ian memutar tubuhnya dan terkejut ketika melihat Dimas sedang berjalan menghampiri mereka.
"Dimas?"
"Hai." Dimas memamerkan senyuman khasnya. Jahil, jenaka namun hangat.
"Udah dateng kan Mas Dimasnya, saya ke depan dulu ya." pamit Bugi usil lalu pergi meninggalkan Ian dan Dimas.
"Capek ya?" tanya Dimas pasti basa-basi. Ian terkekeh.
"Klise banget pertanyaan lo."
"Gue suka deh rambut lo dikuncir gini kaya waktu kita ketemu di Menteng. Lo cantik banget." puji Dimas yang sukses membuat wajah Ian bersemu merah karena malu.
"Cantiknya cuma kalo dikuncir doang ya?" Ian mencoba balik bertanya agar tidak terasa canggung.
"Lo seperti apapun juga menurut gue cantik sih, Yan." balas Dimas kali ini dengan nada serius.
"Makanya gue agak sedih ketika tahu lo diet. Kan lo gemesin Yan. Tuh lihat, susah dicubit kan?" Dimas berusaha menggapai lengan Ian yang sudah mulai mengecil, sebelumnya lengan Ian sudah hampir mirip dengan paha sapi. Besar dan kenyal.
"Dimas jangan rese!" Ian menuding wajah Dimas dengan jari telunjuknya yang membuat Dimas tergelak.
"Pulang bareng yuk!" ajak Dimas. Ian sempat menimbang sebentar tapi tak lama kemudian ia mengiyakan ajakan Dimas.
***
Sebelum pulang, Ian ingin pergi ke toko buku untuk membeli beberapa novel karena semenjak bekerja Ian jadi jarang ke toko buku.
"Siapa pengarang favorit lo?" tanya Dimas ketika mereka berada di lorong buku fiksi.
"Pramoedya, Haruki Murakami, Dee Lestari dan beberapa pengarang novel metropop ataupun teenlit." jawab Ian dengan nada bersemangat. Kalau sudah urusan ditanya tentang buku, Ian akan menjawab dengan sembat 45.
"Sesuka itu ya sama buku?" tanya Dimas lagi.
Ian mengangguk semangat yang membuat Dimas tersenyum dan menjawil pipi Ian gemas. Ian langsung mengerlingkan matanya sebal.
"Yan, beli ini aja siapa tahu kita bisa memperlajarinya." seru Dimas tiba-tiba sambil menyodorkan sebuah buku.
"Kiat-kiat PDKT Dengan Teman Sekantor Tanpa Diketahui Oleh Bos"
Membaca judulnya Ian langsung tertawa.
"Gila ah lo."
"Harusnya judulnya bukan diketahui bos ya tapi jangan sampai diketahui oleh Angkasa si Anak Oil Pacific." kata Dimas kalem. Ian terkesiap sejenak mendengar perkataan Dimas barusan.
"Eh tapi gue mau nanya deh, Yan. Angkasa cowok lo?" tanya Dimas ketika Ian sudah mulai mengatri di kasir. Ian sudah memilah buku apa saja yang hendak ia beli, ada 4 buku yang ia beli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fat Love (COMPLETED)
RomanceMungkin disebagian orang mengatakan kalau kecantikkan itu dinilai tidak dari fisik melainkan dari hati yang tentu teori tersebut tidak valid bagi Ian. Hampir separuh hidupnya ia harus menelan pil pahit segala ejekkan dari teman-temannya atau bahkan...