Dre pulang lebih awal dari seharusnya jadwal yang telah ditetapkan karena ada beberapa tetek bengek yang harus ia lengkapi mengenai acara lamaran yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Aji yang juga sedang ada tugas kunjungan kerja ke Gorontalo juga mau tak mau harus segera pulang ke Jakarta demi untuk membantu Dre. Tak hanya mengurusi acara lamaran tapi menemui beberapa vendor untuk hari pernikahan mereka yang juga akan diselenggarakan 3 bulan setelah lamaran. Sangat cepat memang tapi mengingat hal jika Dre dan Aji sudah menjalin hubungan pacaran selama 4 tahun lamanya dirasa-rasa sudah tak perlu lagi bagi keduanya untuk mengikrarkan janji sehidup semati.
Ian kaget ketika melihat kakaknya yang sepagi ini sudah bertengger di meja makan tengah menyantap sarapan dengan Dona dan Harris yang juga turut sarapan.
"Hai dek!" sapa Dre disela ia menyantap nasi goreng ikan asin yang super enak itu. Ian melambaikan tangannya lalu memeluk singkat Dre.
"Kok gak bilang-bilang, sih, pulangnya lebih cepat?" Ian mulai memotong apel sebagai sarapannya.
"Tidak makan nasi goreng saja?" tanya Harris.
"Aku kan masih harus jaga bobot tubuhku." jawab Ian yang membuat baik Dre maupun Dona terkekeh.
"Kamu udah kurus banget begitu, bisa-bisa tinggal
tulang sama kentut." Harris yang pada dasarnya memang belum bisa menerima Ian yang berdiet masih saja sesekali berkomentar mengenai asupan makanan yang hendak Ian makan."Sudah-sudah makan saja. Papa juga, nih, jangan komentar mulu. Support dong." Dona sudah tahu kalau Harris memang selalu tak pernah bisa menerima kenyataan kalau Ian sedang diet.
"Jadi kenapa kakak pulang lebih awal?" Ian kembali bertanya pada Dre yang tadi sempat terputus.
"Aku harus ketemu beberapa vendor untuk pesta nikahan dan lamaran. Sedikit ada problem." jawab Dre yang kini telah selesai menyantap sarapannya.
"Semoga semua lancar sampai hari H ya kak." doa Ian yang dijawab koor aamiin dari anggota keluarga lainnya.
"Kata mama kamu sudah punya pacar, ya?" kali ini Dre yang balik bertanya.
"Mama pasti ceritanya lebay banget deh?"
"Belum tentu serius, papa belum begitu sreg sama dia." kata Harris menyela obrolan kakak beradik di depannya ini yang membuat Ian tercekat.
Bagaimana bisa Harris mengatakan hal demikian?
"Mungkin karena papa baru bertemu dengannya sekali." ucap Ian berusaha sebisa mungkin untuk terlihat biasa saja. Harris menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "mau sekali atau dua kali bukan masalah. Tapi, kesan pertama yang menjadi poin penting."
Ian menelengkan kepalanya masih belum paham atas perkataan ayahnya ini.
"Papa tahu mana yang terbaik untuk anak perempuannya. Untuk sekedar menjadi pacar saja sih tidak masalah. Tapi jika kamu ingin berhubungan lebih serius dengan lelaki itu, papa sanksi kalau dia bukan lelaki yang baik bagi kamu."
Ian rasanya ingin menangis tapi harus ia tahan, ia tidak mau hanya karena hal ini merusak suasana. Dona menegur Harris begitu juga Dre.
"Abriana sudah dewasa Pa, setidaknya dia tahu mana yang terbaik untuk dirinya. Abriana juga bukan anak sekolah yang masih harus dilarang berpacaran." bela Dre.
"Ada kata-kata Papa yang mengatakan kamu tidak boleh berpacaran? Yang hanya papa bilang, kalau kamu ingin berhubungan lebih lanjut dengannya papa tidak setuju. Titik." Harris langsung bangkit dari kursi dan berlalu menuju teras belakang.
"Pa!" panggil Dona yang sudah pasti tidak digubris.
"Sudah sayang, jangan hiraukan apa kata Papa." Dona menenangkan Ian yang sudah terlanjur sedih. Seolah memang sudah ditakdirkan untuk tak akan pernah bisa berargumen dalam hal apapun jika menyangkut sesuatu dengan Harris. Yang hanya bisa Ian lakukan adalah berharap jika Harris akan luluh sama halnya ketika alotnya restu yang didapatkan Aji ketika berniat untuk melamar Dre.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fat Love (COMPLETED)
RomanceMungkin disebagian orang mengatakan kalau kecantikkan itu dinilai tidak dari fisik melainkan dari hati yang tentu teori tersebut tidak valid bagi Ian. Hampir separuh hidupnya ia harus menelan pil pahit segala ejekkan dari teman-temannya atau bahkan...