Selang seminggu setelah kejadian itu semua. Ian masih berusaha menghindari Dimas ataupun Sasa. Berulang kali lelaki itu berusaha untuk mengajak bicara Ian tapi dengan terang-terangan gadis itu selalu menghindar. Tak sampai di situ saja Dimas juga beberapa kali sengaja datang ke rumah Ian tapi Ian selalu tak ada di rumah.
Hari ini Ian datang ke kantor sehabis makan siang karena sebelumnya ia harus bertemu dengan klien bersama Bang Mono dan Mbak Anita. Bang Mono memang bukanlah karyawan Paras Ayu tapi untuk klien kali ini Bang Mono harus turut andil berhubung untuk edisi sekarang Paras Ayu meminta salah satu menteri perempuan Indonesia untuk bersedia sebagai wajah baru Paras Ayu.
Ian menghela nafasnya lelah. Meeting kali ini adalah meeting terpanjang yang pernah ia rasakan. Ian berjalan menuju lift melewati lobi yang masih ramai sehabis makan siang. Tiba-tiba mata Ian tertuju pada dua orang lelaki yang sebelumnya pernah ia temui, Abdul dan Reza sahabat Angkasa.
Mata Ian seolah mencari sosok lain di antara keduanya tapi tak ia dapatkan. Tak ada Angkasa di sana dan hal itu membuat Ian semakin kecewa mengingat sudah berapa kali gadis itu menghubungi Angkasa namun selalu tak ada jawaban.
"Ian!" seru Abdul tatkala melihat Ian berdiri di tengah lobi di antara lautan manusia. Ian terkesiap namun tak khayal ia melambaikan tangannya singkat kepada Abdul dan Reza.
"Hai," sapa Ian kepada duo sahabat ini. Abdul dan Reza tersenyum kepada Ian. Tapi lagi-lagi mata Ian masih mencari Angkasa. Seolah tahu maksud dari mata Ian Reza langsung berujar, "nyariin Angkasa ya?"
Seolah tertangkap basah Ian langsung meringis.
"Kalau mau hubungi Angkasa ke sini," tiba-tiba Abdul menyerahkan sebuah kartu nama kepada Ian. Ian dengan bingung menerima kartu nama tersebut.
"Memang Angkasa ke mana?" tanya Ian masih bingung.
"Ada urusan," jawab Abdul kalem yang membuat Reza terkekeh.
"Lo udah makan, Yan?" tanya Abdul serius. Ian menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Sayang sekali padahal kami mau ajak makan siang bareng," sesal Reza yang membuat Ian menyimpulkan senyum.
Dan setelah itu Abdul dan Reza undur diri untuk pergi makan siang yang sudah telat. Ian melangkahkan kakinya menuju lift. Di depan lift tak banyak karyawan hanya segelintir saja yang sedang menunggu lift. Tepat saat lift terbuka, Ian langsung buru-buru mempercepat langkah kakinya namun ia langsung mengurungkan niatnya untuk naik lift tersebut.
Di dalam lift sudah ada Dimas dan Sasa. Mereka berdua tampak sedang asyik bercengkrama.
Dimas menatap Ian lama yang membuat gadis itu mendengus sebal.
"Jadi naik tidak, Mbak?" tanya salah satu karyawan yang sudah berada di dalam lift. Ian sontak menggelengkan kepalanya.
"Sori," ujar Ian dan melepas jarinya yang dari tadi menekan tombol lift supaya lift itu terbuka terus. Setelahnya lift tertutup menyisakan mata Dimas yang belum melepaskan pandangannya kepada Ian.
Ian memundurkan langkahnya, gadis itu menyentuh dadanya yang ternyata masih nyeri dan tak tahu kapan akan sembuh dari sakit hatinya.
Di sisi Dimas, Sasa melirik lelaki itu ketika tak sengaja mereka bertemu dengan Ian. Di mata Sasa ia melihat Dimas masih ada semburat rasa sedih dan hancur yang tercetak jelas di wajahnya.
Sejujurnya ia juga merasa tak enak hati dengan Ian tapi ia bisa berbuat apa? Kesalah pahaman sudah melingkupi diri Ian.
Dimas berjalan menuju kubikelnya dengan gamang. Dilirik sekilas meja Ian yang masih kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fat Love (COMPLETED)
RomanceMungkin disebagian orang mengatakan kalau kecantikkan itu dinilai tidak dari fisik melainkan dari hati yang tentu teori tersebut tidak valid bagi Ian. Hampir separuh hidupnya ia harus menelan pil pahit segala ejekkan dari teman-temannya atau bahkan...