"Sementara, teduhlah hatiku. Tidak lagi jauh, belum saatny kau jatuh.
Sementara, ingat lagi mimpi juga janji-janji. Jangan kau ingkari lagi.
Percayalah hati lebih dari ini pernah kita lalui jangan henti di sini."Sementara - Float
***
Mungkin dulu hati Ian hanya untuk Dimas. Mungkin dulu yang Ian tahu hanya ketulusan Dimas dan mungkin Dimas tidak tahu kalau sekarang Ian sudah berpaling sepenuhnya dari dirinya.
Tidak mudah tapi tidak sulit juga untuk Ian menghapus semua kenangan manis di antara dirinya dengan Dimas. Tapi semakin Ian berusaha semakin gadis itu merasa dengan jelas kalau sebenarnya di hatinya ada orang lain yang jelas membuat dirinya kelimpungan. Yaitu, Angkasa.
Ian tidak pernah menyangka kalau dirinya bisa bereaksi aneh ketika mendengar nama Angkasa disebut atau hanya melihat bayangan lelaki itu saja. Entahlah, Ian sendiri juga tidak tahu pasti sejak kapan kalau hatinya hanya untuk Angkasa seorang.
Tapi ketika lelaki itu memutuskan untuk menghilang ke Osaka tak ada kabar dan membuat gempar sejagat raya dengan mengumumkan pertunangan dengan Lyla Kim yang memang sebenarnya tidak pernah terjadi, telah sukses membuat Ian hancur tak tentu arah. Ian merasa dipermainkan. Ia merasa perlakuan Angkasa kepada dirinya hanya semata-mata untuk mempermainkannya tak kurang dan lebih.
Ian merindukan setengah mati Angkasa yang sampai-sampai gadis itu disetiap penghujung tidurnya nyaris selalu memimpikan Angkasa.
Ian di akhir pekan bangun lebih awal. Dibukanya jendela kamarnya, ia menengadahkan kepalanya sehingga bisa menatap dengan jelas langit di atas sana yang berwarna biru cerah sampai awanpun tidak terlihat.
Setiap melihat langit ia selalu teringat akan Angkasa. Langit dan Angkasa, maka tak heran jika orang tua Angkasa menamainya demikian. Angkasa benar-benar seperti langit yang berwarna cerah tapi diam-diam menyimpan banyak misteri. Langit bisa mendadak gelap jika mau hujan, langit bisa mendadak terik jika matahari sedang panas-panasnya. Persis Angkasa.
Ian tersenyum jika mengingat wajah iseng Angkasa setiap kali menggodanya. Senyumnya, matanya, alisnya, semuanya. Bagai candu untuk Ian yang terkadang gadis itu ingin sekali mengusap wajah Angkasa yang terkadang rahangnya baru ditumbuhi jenggot atau kumis. Ian suka hal itu.
"Langit, sampaikan kepada Angkasa kalau aku merindukannya," ucap Ian kepada langit di atas sana berharap sang langit bisa menyampaikan pesannya kepada Angkasa.
***
Mendekati hari H untuk pernikahan Dre, semua anggota keluarga disibukan. Akhirnya keluarga Dre menyetujui untuk acara akad nikah akan menggunakan adat Jawa yang sebelumnya dimulai dengan perdebatan alot yang membuat Dre menangis dan mengancam akan membatalkan pernikahannya.
Dre sudah resign dari pekerjaannya sehingga mulai hari ini ia akan dipingit. Dre juga turut merawat diri dengan lulur, spa, totok aura, hingga puasa Senin dan Kamis. Itu semua atas anjuran dari para tantenya.
Ian masuk ke dalam kamar Dre yang sudah disulap sebagai kamar pengantin. Wangi bunga Sedap Malam bercampur melati langsung menyeruak masuk ke rongga hidung Ian.
"Dre," panggil Ian kepada Dre yang sedang rebahan. Hari ini Dre sudah nyaris pingsan akibat kelelahan untuk memastikan berkali-kali kepada para vendor supaya semua berjalan dengan lancar.
"Sudah ada WO ngapain kamu masih ngurusin, lebih baik kamu istiharahat saja. Jaga stamina kamu," protes Dona ketika masih melihat Dre yang mondar-mandir tidak ada juntrungannya.
"Hei, Yan, ada apa?" Dre menatap Ian sambil tersenyum. Ian mengambil tempat di sisi kiri Dre dan turut merebahkan dirinya.
Keduanya sama-sama terdiam menatap langit kamar Dre.
"Dre, aku tidak tahu akan bagaimana diriku setelah kamu menikah nanti," ujar Ian yang membuat Dre terkesiap dan membuat gadis itu memiringkan tubuhnya dengan menopang kepalanya dengan tangan kanannya.
"Ya aku akan masih menjadi kakak perempuan kamu yang kapan saja bisa selalu menampung curhatamu," kata Dre sambil menatap Ian. Ian tertawa ringan dan membalas tatapan Dre.
"Kamu tahu kan dari kita kecil, kita selalu bersama-sama. Dimarahin Papa, diomelin Mama, sampai-sampai kita pernah kabur dari rumah di malam Minggu demi untuk nonton konser The Adams." Ian membuat Dre langsung melayangkan memorinya ke beberapa tahun silam. Dre langsung tertawa kencang yang disusul oleh Ian.
"Pulangnya kita jalan kaki karena tidak dapat taksi, terus sampai rumah kita sengaja naik dari balkon. Tau-taunya Papa sudah duduk di balkon nungguin kita sambil bawa sapu lidi!" kali ini Dre yang menceritakan pengalaman mereka.
"Hahahahaha! Kita takut banget Papa bakal pukul kita tapi justru Papa cuma bisa nyuruh kita cuci muka dan tidur, padahal kita takut banget!"
Keduanya benar-benar terlarut dengan kenangan itu. Rasanya baru kemarin mereka seperti itu dan lusa Dre sudah akan menikah.
"Find your happiness, Yan, kakak tahu selama ini kamu banyak pikiran tentang Angkasa," kata Dre tiba-tiba mengangkat topik tentang Angkasa yang membuat Ian tergelak.
"Beberapa waktu yang lalu, Kakak tidak sengaja ketemu Angkasa sewaktu baru pulang dari meeting dengan vendor. Angkasa tampak menunggu kamu di depan rumah tapi kamu belum pulang,"
Ian yang mendengar perkataan Dre langsung mendudukan tubuhnya untuk bisa mendengar ucapan Dre dengan seksama.
"Serius, Kak?" tanya Ian tak percaya. Dre menganggukan kepalanya.
"Iya kakak serius. Angkasa menyapa Kakak terus kakak tanya saja mau ketemu kamu dan dia bilang tidak tapi-" Dre menggantungkan kelimatnya yang membuat Ian mengerang frustasi. Dre terkekeh melihat reaksi lucu dari adiknya itu.
"Tapi apa Kak?" Ian tak sabar.
Dre mengangkat bahunya cuek yang semakin membuat Ian penasaran.
"I thought, he loves you," kata Dre akhirnya yang berhasil membuat jantung Ian mencelos. Ian mendadak lunglai dari duduknya yang kini kembali rebahan. Dre kembali tertawa melihat Ian.
"Kalau dia memang mencintaiku lantas kenapa dia tidak memberiku kabar atau paling tidak menghubungiku?"
"You blocked him, remember?"
"Ouch, shit happens!!" Ian langsung bangkit dan berlari menuju kamarnya untuk mengambil ponselnya. Meninggalkan Dre yang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingakah laku adik semata wayangnya itu.
***
Ian mengerang frustasi ketika ia melihat kalau Angkasa memang telah ia blok dari daftar nomer telepon di ponselnya.
"Pantas saja di tidak menghubungi gue, gue blok nomernya," rutuk Ian sambil memukul-mukul pelan kepalanya.
Ian terduduk di pinggir ranjangnya. Bertanya-tanya dalam hatinya, pasti Angkasa sudah berkali-kali menghubunginya atau memberikannya pesan singkat.
Penyesalannya selalu datang terakhir bukan?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Fat Love (COMPLETED)
Roman d'amourMungkin disebagian orang mengatakan kalau kecantikkan itu dinilai tidak dari fisik melainkan dari hati yang tentu teori tersebut tidak valid bagi Ian. Hampir separuh hidupnya ia harus menelan pil pahit segala ejekkan dari teman-temannya atau bahkan...