Galaunya Angkasa

5K 427 10
                                    

Angkasa tampak ragu, sesekali tangannya terulur menekan tombol lift tapi langsung ia urungkan. Sudah beberapa hari ini ia tidak bertemu dengan Ian dan perasaan rindu membuncah di dadanya dan tidak bisa terobati jikalau ia tidak segera bertemu dengan gadis itu.

Ketika hendak menekan tombol lift, pintu lift sudah terbuka lebih dahulu. Angkasa terkejut bukan main ketika mendapati Ian bersama Dimas di dalam lift sedang bercanda dengan sesekali Dimas menenggalamkan Ian ke dalam pelukannya. Ian tidak menolak ataupun protes ia membiarkan Dimas melakukan hal tersebut.

Lidah Angkasa kelu tidak bisa berkata apa-apa, dengan susah payah ia menelan salivanya. Hingga akhirnya Ian yang menyapa Angkasa duluan.

"Mau naik?" tanya Ian pada Angkasa yang saat itu matanya tertuju pada tangan Ian yang berada di dalam genggaman Dimas. Dimas menaikkam sebelah alisnya.

"Tidak, gue lupa sesuatu." Angkasa berlalu yang membuat Ian kebingungan sendiri.

"Yuk!" Ajak Dimas yang langsung diangguki setuju oleh Ian. Sore ini mereka berdua memutuskan untuk pergi nonton untuk pertama kalinya.

"Kencan." bisik Dimas saat ia mengajak Ian untuk nonton ketika tak sengaja mereka berpapasan di pantry yang membuat Ian bersemu malu.

***

Angkasa membanting pintu ruang kerjanya sehingga membuat dinding disekitaran bergetar dan hal itu membuat Abdul dan Reza terkejut.

"Bos kenapa?" tanya Reza kepada Abdul.

"Mana gue tahu. Tadi bilang mau ke Paras Ayu." jawab Abdul.

Di dalam ruang kerja Angkasa tampak kalut. Ia mengacak-acak rambut kasar, dasi yang sedari tadi melingkari lehernya sudah ia lepas dan ia campakkan. Ia merasa semarah dan secemburu itu melihat adegan demi adegan di hadapannya.

"Ian dan Dimas berpacaran."

Tapi Angkasa tak mau mengambil keputusan dengan cepat. Ia perlu pembuktian terlebih dahulu. Ia belum kalah.

***

Selama menonton film, Dimas tak pernah seditikpun melepaskan genggamannya kepada Ian. Meskipun Ian protes karena ia menjadi susah untuk menikmati pop corn atau minum.

"Takut hilang." kata Dimas lucu yang membuat Ian tertawa.

Kalau boleh bilang baru kali ini Ian merasakan berpacaran dan jatuh cinta berkali-kali. Mungkin bagi yang mendengar cerita Ian tentang Dimas akan bingung, sejak kapan mereka dekat kenapa sekarang bisa berpacaran? Jujur Ian sendiri tidak tahu karena semua mengalir begitu saja tanpa direncanakan atau disusun.

Ian yang semula tidak percaya diri tapi dengan berada di sisi Dimas membuat dirinya menjadi lebih bisa menghargai dirinya sendiri. Dimas berkali-kali bilang kalau Ian adalah gadis tercantik yang pernah ia temui jauh sebelum Ian harus melakukan diet.

Sebelumnya Ian hanya menganggap hal tersebut gurauan belaka tapi Dimas benar-benar menunjukkan sikapnya. Dimas manis dan tidak demanding. Dimas baik dan tidak posesif. Hanya sering kali Dimas cemburu kalau Ian sudah menyinggung Angkasa. Seperti kejadian tadi sore ketika mereka berdua tidak sengaja bertemu dengan Angkasa.

Dimas tahu kalau lelaki itu hendak menemui Ian tapi diam-diam Dimas merasa menang akan Angkasa yang jelas-jelas merasa kalah karena melihat Ian sudah berada di pelukannya. Ian memang bukan barang yang patut dimiliki
begitu saja, tapi Ian adalah sesuatu yang sangat berharga yang harus dijaga bukan dengan sekdar perhatian atau kasih sayang tapi ketulusan dan keikhlasan.

Film selesai tepat di pukul setengah sebelas malam. Ian dan Dimas memutuskan untuk pulang karena sudah larut malam. Dimas mengantarkan Ian pulang ke rumahnya.

Di dalam mobil baik Ian maupun Dimas tak pernah habis bercerita sesekali derai tawa menyelingi perbincangan mereka hingga akhirnya tidak terasa kalau mereka sudah sampai di rumah Ian.

Alis Ian nyaris bertemu ketika melihat Harrier hitam terpakir tepat di depan rumahnya.

"What the.."

"Kamu ada tamu?" tanya Dimas yang mungkin lupa dengan Harrier hitam ini yang beberapa waktu lalu pernah mengikuti mereka.

"Tidak. Kalau begitu aku turun ya. Thanks for today." ucap Ian berterima kasih seraya tersenyum manis dan langsung membuka pintu mobil. Tapi tangan besar Dimas mencegah Ian untuk turun.

"Gimme a hug. Juust for a moment." pinta Dimas yang langsung dituruti Ian. Ian memeluk Dimas hangat dan langsung dibalas lelaki itu.

"Kamu kenapa candu banget sih, Yan. Bagai dopping buat semangat aku disetiap harinya." ujar Dimas masih dalam pelukan Ian. Ian tersenyum mendengar ucapan Dimas.

Beberapa saat kemudian Ian mengurai pelukan mereka.

"Safe drive." Ian menepuk halus pipi Dimas sebelum benar-benar turun dari mobil.

Ian masuk ke dalam rumah dengan perasaan wanti-wanti ketika mobil Dimas sudah pergi. Di dapatinya Angkasa tengah terduduk di kursi yang berada di teras rumahnya. Memihat hal di depannya membuat Ian merasakan dè javu.

"Hei." sapa Ian ramah membuyarkan lamunan Angkasa. Angkasa terkesiap dan langsung berdiri menghampiri Ian.

"Kamu bisa jelasin ke aku yang tadi sore?" pinta Angkasa tiba-tiba yang menbuat Ian kebingungan.

"Maksud kamu?" tanya Ian

"Kamu dan Dimas."

Ian memalingkan wajahnya dari tatapan sendu Angkasa. Kalau boleh bilang, Angkasa tidak ada hak untuk mengetahui ada apa di antara dirinya dan Dinas. Tapi Ian memutuskan hal lain, Angkasa harus tahu agar lelaki ini bisa menjaga sikap.

"Aku dan Dimas berpacaran." ujar Ian yang membuat geledek besar ditelinga Angkasa. Lelaki itu nyaris terhuyung ke belakang.

"Orang tua kamu tahu kalau kamu sudah punya pacar? Apa kamu yakin dengan dia maksud aku, Dimas bukan lelaki baik-"

"Atas dasar apa kamu mengatakan kalau Dimas bukan lelaki baik? Apa kamu punya bukti?" tantang Ian kesal.

"Aku lelaki, aku bisa melihat mana kelaki brengsek dan bukan."

"Kalau kamu mau tahu seharusnya kamu sadar kalau kamulah yang brengsek."

"Abriana... please?"

"Sa aku masih bertanya-tanya sampai detik ini. Ada pasal apa aku sama kamu sehingga kamu bisa-bisanya menyampuri urusanku. Aku pikir kita ini hanya tetangga yang saling kenal." Ian bersidekap menatap Angkasa dalam-dalam. Ian bingung dengan perilaku Angkasa yang seolah-olah kalau dirinya adalah pasangan Ian yang berhak mengatur segala urusan di hidup Ian.

"Aku suka sama kamu, Yan. Aku cinta sama kamu!" seru Angkasa setengah berteriak yang langsung di stop Ian. Ia tidak mau kedua orang tuanya atau tetangga lainnya mendegar.

"Jangan gila, Angkasa. Lebih baik kamu pulang dan pikirkan omongan kamu barusan." Ian menyuruh Angkasa pulang ia sudah muak dengan tingkah laku lelaki di hadapannya ini.

"Fine! Aku pulang! Tapi, boleh aku memohon satu hal sama kamu?" pinta Angkasa. Ian hanya diam dan diamnya Ian merupakan jawaban iya bagi Angkasa.

"Jika suatu saat Dimas melukaimu, menyakitimu atau membuatmu menangis. Berlarilah kepadaku, Yan. Aku akan siapa memelukmu dan memeberikan kamu kekuatan."

"Good night, Yan." pamit Angkasa lalu berlalu menuju Harriernya dan pergi meninggalkan Ian yang masih termangu di tempatnya.

Tapi mendengar perkataan Angkasa barusan sukses membuat mata Ian terasa perih.

"Masa gue gitu aja nangis, sih!"

***

Fat Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang