Setelah melalui beberapa pertimbangan dan menelisik baik dan buruknya akhirnya Ian menerima tawaran Mbak Anita sebagai editor tetap di kantornya. Perlu diketahui kalau Mbak Anita merupakan kepala direksi salah satu majalah kecantikkan yang sedang naik daun yang beberapa waktu lalu Ian katakan.
Dan sekarang Ian sudah tiba di salah satu gedung perkantoran yang berada di daerah Kuningan. Gedung yang tinggi menjulang ini memiliki beberapa lantai dengan sebagian lantainya diisi oleh perusahaan lainnya yang juga berkantor di sini. Salah satunya kantor majalah 'Paras Ayu'. Kantor Paras Ayu terletak pada lantai lima dan enam. Lantai lima untuk para tim desain dan anak-anak marketing sedangkan lantai enam diisi oleh tim editor, fotografer, ruangan direksi, meeting dan juga ada mini studio foto yang sering digunakan oleh beberapa model yang akan melakukan pemotretan untuk Paras Ayu.
Dengan perasaan campur aduk Ian menaiki lift menuju lantai lima yang sebelumnya ia telah menukar KTP dengan ID card visitor. Hari ini Ian belum mulai bekerja, ia harus bertemu dengan Mbak Anita terlebih dahulu guna membicarakan beberapa hal superti gaji, job desk dan beberapa hal lainnya.
"Selamat pagi." sapa Ian kepada resepsionis yang bernama Mayang. Mayang yang tengah sibuk merapikan riasan di wajahnya langsung terkesiap dan tersenyum kikuk ketika mengetahui ada seseorang yang 'menangkap basah' dirinya.
"Pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Mayang ramah sambil tersenyum dari kuping ke kuping sehingga membuat kerutan halus di kedua ujung matanya terlihat.
"Saya ingin bertemu denna Mbak Anita."
"Oh, Abriana ya?" Mayang seperti sudah diberi mandat oleh Mbak Anita untuk langsung mengetahui kalau dirinya adalah Abriana alias Ian. Ian mengangguk seraya tersenyum.
"Mbak Anita ada di ruangannya lantai enam. Bisa langsung naik tangga saja." Mayang mengarahkan sebuah tangga melingkar yang berada di sayap kanan. Ian melirik ke arah tangga tersebut sebentar.
"baiklah, terima kasih ng..." Ian sedikit ragu dengan embel-embel apa yang harus ia sebutkan untuk Mayang.
"Mayang, panggil saja saya Mayang tidak usah pakai ibu atau mbak." seolah tahu keraguan pada diri Ian, Mayana langsung meminta Ian memanggil dirinya dengan namanya saja.
"Oh oke.." Ian tersenyum lau segera menuju lantai enam menggunakan tangga.
***
Hanya menaiki tangga yang tidak seberapa itu saja sudah membuat Ian ngos-ngosan. Ian benar-benar harus berolahraga dan diet!
"Abrian!" Mbak Anita yang ketika melihat Ian baru saja tiba di lantai enam langsung menyambutnya antusias yang sontak membuat beberapa karyawan Paras Ayu mengalihkan pandangannya kepada Ian. Yang membuatnya jengah dan salah tingkah dan ia hanya menyapa manita yang kini tengah berjalan dengan elegan menuju ke hadapannya Ian.
"Kamu sudah dari tadi?" tanya Mbak Anita setelah mengecup pipi kanan dan kiri Ian.
"Baru sampai kok mbak." cicit Ian dan setelah itu Mbak Anita langsung mengajak Ian ke ruangannya. Jika ditanya apakah karyawan lainnya masih menatap Ian tentu saja jawabannya iya, hingga akhrinya Ian menghilang di baik pintu ruangan Anita.
"Aduh aku seneng banget loh ketika dapet kabar dari Mono kalau kamu bersedia kerja di sini." kata Mbak Anita yang kini sudah duduk di singgah sananya. Well, untuk ukuran seorang ketua direksi Mbak Anita memiliki kesan yang jauh dari kata arogan, judes, atau galak dan serentetan hal negatif lainnya.
Ruangan kerja Anita cukup luas dengan bergaya ecletic membuat suasana kerjapun menjadi menyenangkan. Perpaduan warna gading dan fusia memang tidak pernah salah dan tentunya sebuah karpet dari Turki yang membuat kesan manis pada ruangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fat Love (COMPLETED)
RomanceMungkin disebagian orang mengatakan kalau kecantikkan itu dinilai tidak dari fisik melainkan dari hati yang tentu teori tersebut tidak valid bagi Ian. Hampir separuh hidupnya ia harus menelan pil pahit segala ejekkan dari teman-temannya atau bahkan...