"Niat saja dulu masalah dietnya kapan bisa dipikirin nanti."
Ian mengelus-elus perutnya yang tambun berharap rasa lapar yang menyerangnya segera pergi. Diliriknya jam dinding yang berada di kamarnya, waktu sudah menujukkan pukul 10 malam. Haram hukumnya untuk makan karena Ian berencana diet tapi cacing-cacing di dalam perutnya seperti tidak bisa diajak kompromi. Sejak tadi mereka berdemo seperti ingin minta diberi asupan makanan yang jelas langsung ditolak oleh Ian karena dirinya sudah betul-betul niat kali ini.
Alhasil Ian hanya sibuk membolak-balikan tubuhnya di atas kasur berharap kantuk segera datang menghampirinya tapi sayang sudah setengah jam lebih yang ada malah ia semakin lapar.
Ian mendudukan tubuhnya sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar yang sudah gelap gulita. Seketika matanya tertuju pada ponsel yang ia letakkan di atas nakas samping tempat tidur. Melihat ponsel tersebut membuat ingatan Ian akan kejadian tadi siang terulang lagi dimana cowok tersebut ingin menghubungi Ian tapi mana? Tidak ada satupun panggilan masuk. Sudahlah Ian tidak mau berharap, mungkin Angkasa hanya 'sweet talk' saja. Maklum lelaki tampan macam Angkasa bebas melakukan apa saja.
Keroncongan yang kini sudah berubah menjadi dangdutan di perut Ian benar-benar semakin parah.
"Gue harus beli martabak manis sama telor kayanya deh." kata Ian pada ruangan hampa di depannya.
Untuk urusan makanan Ian tidak perlu berpikir dua kali. Ia langsung menyambar bomber jaket hitamnya dari balik pintu kamarnya lalu langsung pergi ke tukang penjual martabak yang berada tak jauh dari rumahnya, hanya beberapa blok saja.
Ketika sudah sampai di tempat martabak Ian harus menunggu beberapa pelanggan karena martabak di sini cukup enak sehingga tidak heran kalau semakin malam justru semakin ramai.
"Bang martabak manisnya satu, setengah keju setengah cokelat terus sama martabak telornya satu ya pake telor bebeknya tiga-"
"Bang! Martabak manisnya tambah satu lagi! Cokelat, kacang sama keju!" seru seseorang dari sisi kanan gerobak ketika Ian menyebutkan pesananannya. Ian terkejut dan langsung mendapati Angkasa yang tersenyum jenaka. Malam itu Angkasa menggunakan kaos polo berwarna hitam dan celana pendek jeans dan menggunakan kacamata. Angkasa semakin terlihat ganteng.
"Hey!" sapa Angkasa ramah yang membuat Ian nyaris pingsan. Perlu Ian memberi pengakuan disemasa hidupnya bisa dalam hitungan jari ada lelaki yang bersikap ramah padanya. Yang pertama pasti Harris, ayah Ian. Kedua Mas Aji calon suami Dre kakak perempuan Ian dan yang terakhir Bang Mono rekan satu timnya sebagai freelancer juga. Selebihnya hanya bertukar sapa basa-basi.
Ian tersenyum kaku yang ia yakini dirinya pasti tampak payah apa lagi penampilannya yang super kacau ini. Mana ia sangka kalau dia akan bertemu dengan Angkasa.
"Beli martabak juga kamu?" tanya Angkasa entah maksud apa.
"Ya iya dong masa ngais sampah."
"Iya nih hehehehehehehe" Ian menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. Angkasa menganggukan kepalanya.
"Padahal aku baru ada niat mau menghubungi kamu eh kebetulan kita ketemu di sini." ujar Angkasa lagi.
"Bisa gak sih ni cowok diem aja? kan gue jadi orang bego setiap diajak ngobrol sama dia."
"Oh gitu ya hehehehe." lagi-lagi hanya jawaban tak jelas dari Ian.
"Ini Neng, martabak manis cokelat keju dipisah sama martabak telor pake telor bebeknya 3. Mantap!" akhirnya abang penjual martabak memberikan pesanan Ian lebih cepat dan itu berarti Ian bisa langsung kabur dari Angkasa lebih awal. Saved by Abang Martabak!
KAMU SEDANG MEMBACA
Fat Love (COMPLETED)
RomanceMungkin disebagian orang mengatakan kalau kecantikkan itu dinilai tidak dari fisik melainkan dari hati yang tentu teori tersebut tidak valid bagi Ian. Hampir separuh hidupnya ia harus menelan pil pahit segala ejekkan dari teman-temannya atau bahkan...