Apple Martini

4.5K 384 0
                                    

Angkasa mengayunkan kaki panjang ke dalam salah satu bar ternama di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Bar tersebut belum begitu ramai mengingat sekarang masih pukul 10 malam. Terlalu pagi begitu kata orang-orang yang biasanya selalu pergi ke bar. Tapi karena Angkasa memang sudah memiliki loyalty card alias pelanggan setia yang diprioritaskan maka jangan heran jikalau beberapa sekuriti dan pelayan hingga bartender langsung menyapa Angkasa ramah begitu lelaki tersebut tiba.

"Hey mate. Mau apa?" tanya Hugo sang bartender yang sudah mengenal Angkasa dari jaman mereka kuliah di Bandung. Hugo adalah salah satu pemuda asli dari Kota Parahyangan yang sengaja hijrah ke Jakarta untuk memuaskan hasratnya sebagai bartender yang sebelumnya sudah pasti ditolak mentah-mentah oleh kedua orang tuanya.

Malam itu Hugo berseragamkan kemeja flanel berwarna merah hijau dengan apron yang melingkar pas di pinggul fitnya. Hugo ini juga salah satu bartender favorit di sini, banyak pelanggan wanitanya yang memang dengan sengaja datang hanya untuk menikmati wajah tampan Hugo dan juga tak sedikit yang memang benar-benar sambil minum-minum santai yang diselipkan sesekali flirting.

"Apple martini." jawab Angkasa seraya mendudukan tubuhnya di stool bar dan mulai menonton aksi Hugo meracik pesanannya.

"Too early for champangne." kelakar Angkasa ketika Hugo mengernyitkan alisnya tatkala Angkasa menyebutkan pesanannya. Hugo terkekeh sesaat.

Tak lama kemudian segelas Apple Martini sudah tersaji dan Angkasa langsung menyesapnya tanpa basa-basi.

"How's life?" tanya Hugo yang kini sudah menyandarkan kedua sikunya di ujung bar table. Angkasa menyingkirkan Apple Martini miliknya ke sisi tubuhnya.

"Never been better." sebuah senyum masam terbit di wajah tampan Angkasa yang justru semakin memerlihatkan betapa kacaunya lelaki ini.

Lagi-lagi alis Hugo nyaris menyatu ketika lelaki ini mendengar jawaban Angkasa. Ia tahu betul siapa Angkasa, lelaki yang tak pernah pandai menyembunyikan kerisauan hatinya.

"Spill it." ujar Hugo yang membuat Angkasa mendengus geli. Ia sempat lupa kalau lelaki di hadapannya ini adalag separuh cenayang yang bisa membaca isi pikiran dan hati lawan bicaranya. Angkasa menghela nafasnya pasrah mau tak mau ia menceritakan tentang kegalauan hatinya.

"Gue penasaran siapa gadis itu." Hugo menyingsingkan lengan kemejanya pertanda ia sudah masuk ketahap pembicaraan yang serius.

"Yang bisa membuat seorang Angkasa Dwija kelimpungan head over heals." imbuh Hugo lagi yang malah dibalas tawa ringan dari Angkasa.

Karena saking seriusnya mereka berbincang tanpa disadari bar mulai ramai akan pengunjung. Ada yang memilih open sofa atau sekedar di bar table saja. Hugo pamit sejenak untuk menerima beberapa pesanan dan Angkasa menyilahkan temannya itu untuk bekerja.

Angkasa kembali menikmati Apple Martinnya. Setiap cairan yang masuk ke dalam rongga mulutnya dan berakhir membasahi kerongkongan, ia merasakan seolah ada sensasi aneh yang  selalu menjalari tubuhnya yang membuat dirinya membaik. Memang alkohol bukanlah solusi terbaik untuk suatu masalah tapi setidaknya untuk saat ini.

"Wow, Angkasa Dwija?" tetiba munculah sebuah suara dari sisi kanan Angkasa. Suara yang sudah lama tak Angkasa dengar dan suara itu jugalah yang sama sekali tak ingin Angkasa dengar.

Angkasa menoleh ke arah sumber suara tersebut. Sesosok lelaki bergaya parlente tengah tersenyum lebar yang membuat gigi putih kinclongnya terlihat. Rambutnya yang tertata rapi oleh pomade andalan seolah berkilau akibat sorotan cahaya lampu.

"Glad to see you again, bro." lelaki itu sudah mengulurkan tangannya ke hadapan Angkasa. Angkasa meliriknya sebentar tanpa ada niatan untuk menyambut uluran tangan tersebut, rasa-rasanya ia ingin ngeloyor pergi begitu saja dan tidak menggubris lelaki ini tapi ia disisi lain ia tidak mau menunjukkan kalau dirinya masih memendam dendam pada lelaki ini.

Fat Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang