Kejadian langka tengah terjadi di kamar Ian di Senin pagi. Biasanya gadis itu sedang kelimpungan bersiap-siap untuk ke kantor namun hari ini ia hanya berleha-leha menikmati paginya sambil menggulingkan badannya ke sana dan ke sini.
Dona yang beberapa waktu lalu masuk ke kamar Ian guna menyuruhnya untuk sarapan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin dulu Dona bisa berceramah panjang kali lebar jika melihat Ian sedang bermalas-malasan tapi sekarang wanita tersebut hanya memakluminya saja tanpa berkomentar apa-apa.
Setelah merasa puas berleha-leha di atas kasurnya akhirnya Ian memutuskan untuk sarapan yang sebelumnya tak lupa mencuci wajahnya terlebih dahulu.
"Pagi," sapa Harris ketika melihat anak bungsunya sedang menuruni anak tangga. Ian membalas sapaan Harris dengan sebuah pelukan singkat.
Seperti biasa Ian memulai sarapannya diawali dengan meminum jus buah setelah itu berlanjut memakan roti gandum tawar. Awalnya Harris selalu tak pernah absen berkomentar dengan menu sarapn Ian tapi lama kelamaan lelaki tersebut akhirnya memakluminya.
"Kamu rencananya akan menghabiskan cuti mau liburan ke mana?" tanya Harris ketika ia sudah menyelesaikan sarapannya.
"Belum tahu, mungkin ke Bandung. Didi baru lahiran, sekalian nengokin bayinya," jawab Ian. Didi merupakan salah satu teman dekat Ian ketika mereka kuliah. Didi yang setahun lalu menikah dan seminggu yang lalu ia baru saja melahirkan putri cantik nan menggemaskan.
"Bulan depan nikahan Dre, ya," kata Ian yang merasa waktu cepat sekali bergulir. Ian merasa kalau baru saja Dre melangsungkan acara lamaran dan sekarang tinggal menghitung hari hingga hari istimewa Dre datang.
Mengingat fakta itu membuat Harris terdiam. Karena dalam waktu dekat ia akan kehilangan sosok putrinya yang selalu bermanja-manjaan dengannya. Ian menyadari diamnya ayahnya itu langsung menyentuh punggung tangan Harris sambil tersenyum.
"Dre cuma menikah kok, Pa, bukan pergi perang," seloroh Ian yang mau tak mau membuat Harris tertawa.
"Siapa juga yang mikirin Dre, Papa cuma merasa tidak menyangka saja. Dulu anak yang selalu Papa timang, ciumin sampe ngambek, sekarang sudah mau dipinang. Itu tandanya Papa sudah mulai tua," kata Harris yang justru membut alis Ian bertaut.
"Yang penting Papa harus sehat supaya Papa juga bisa melihat anak Dre, nikahin aku, dan juga liat anak dari aku," ujar Ian hangat.
Ian tahu kalau jauh di lubuk hati terdalam Harris, ia belum bisa sepenuhnya menerima kenyataan kalau anak sulungnya akan segera menikah. Dari dulu Harris memang selalu posesif dengan pacar Dre yang suka datang ke rumah namun dengan Mas Aji, Harris merasa tenang dan aman jika ia 'menyerahkan' Dre kepada lelaki itu.
Harris yakin kalau Aji adalah pasangan yang tepat untuk Dre.
***
Ian sudah berangkat subuh-subuh menuju Bandung menggunakan kereta yang berangkat dari Stasiun Gambir. Harris yang mengantarnya yang tentunya sudah memberi Ian sejuta wejangan.
"Hati-hati dengan barang bawaan, kamu suka teledor,"
"Hubungi Papa atau Mama kalau sudah sampai,"
"Ponsel harus selalu aktif,"
"Salam untuk Didi dan suami ya,"
Dan masih banyak lagi. Anehnya diumur Ian yang sudah memasuki seperempat abad, tak satupun nasihat dari kedua orang tuanya yang membuatnya terganggu atau tak nyaman. Mungkin hal itu berbeda bagi anak muda seumuran Ian yang memasa bodohkan semua nasihat yang orang tuanya berikan kepada anak-anak mereka.
Ian kini sudah berada di peron menunggu kereta yang akan membawanya ke Bandung datang. Sebelumnya gadis itu mampir sebentar ke mini market yang berada di dalam Stasiun Gambir untuk membeli beberapa camilan meskipun di kereta biasanya akan ditawari makanan. Mulai dari berat hingga ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fat Love (COMPLETED)
RomanceMungkin disebagian orang mengatakan kalau kecantikkan itu dinilai tidak dari fisik melainkan dari hati yang tentu teori tersebut tidak valid bagi Ian. Hampir separuh hidupnya ia harus menelan pil pahit segala ejekkan dari teman-temannya atau bahkan...