Benar, ternyata dia memang tampan, dia bahkan 10x lebih tampan daripada yang tertempel di kamar Brent. Aku dan Kaka sedang berada di sebuah taman, hanya ada aku dan dia di taman itu, dia tersenyum padaku kemudian menandatangani bagian belakang bajuku. Kami berbicara banyak hal saat itu, asik sekali. Sampai ada suara yang terdengar mengganggu, suara ibu memanggilku dengan sangat lantang hingga membuat telingaku rasanya keram. Keram?
"Siera!" saat aku membuka mata wajah ibuku berada tepat di depan wajahku. Aku berteriak histeris saat melihat wajah ibuku secara tiba tiba muncul. "Bangun, Siera! Kau tidak boleh terlambat sekolah." ibuku membanting pintu kamarku dan beralih ke kamar sebelah untuk membangunkan Brent.
Ternyata pertemuan itu hanya mimpi, mimpi indah yang terpotong oleh panggilan hidup. Menuntut ilmu. Aku berjalan dengan sangat malas ke kamar mandi sambil menyeret handuk untuk bersiap siap berangkat ke sekolah. Aku sudah siap 30 menit kemudian.
.....
"Hati hati ayah!" aku melambaikan taganku pada ayah--dan Brent yang harus diantar ke sekolah lain. Brent sudah lulus sekolah dasar tiga tahun lalu, sekarang dia sudah di sekolah menengah dan sebentar lagi dia juga akan lulus--lagi. Dengan kata lain sekarang aku juga akan segera lulus dari sekolah dasar ini, sungguh senangnya hatiku.
"Siera! Ayo masuk!" suara itu terdengar familiar. Stacy. Stacy melambaikan tangannya mengajakku masuk kelas bersama, ajakan itu berhasil meruntuhkan bayangan akan kebahagiaan yang terbangun beberapa detik lalu. Aku hanya terdiam dan mengikuti dia, aku membenci Stacy sama seperti aku membenci Feby, terlebih Stacy adalah anak yang suka pamer. Setiap kali dia punya barang baru maka akan dia ceritakan kepada seantero sekolah kalau dia punya barang baru bahkan barang sepele sekalupun, aku tidak suka orang seperti itu, dan tentu saja aku juga tidak suka melakukan hal itu. Aku tidak mau pamer karena aku takut kalau kalau mereka punya niat untuk meminjam barangku dan merusaknya seperti Brent saat ia bilang ia meminjam barangku.
Sesampainya di kelas aku duduk di tempatku, tempat yang paling pojok di kelas dimana tidak ada anak lain yang mau menjamah tempat itu selain aku. Jumlah murid di kelas kami ganjil, jadi harus ada satu anak yang dengan suka rela duduk di pojok. Aku adalah pilihan yang paling tepat diantara banyak pilihan, karena hampir semua orang menganggapku aneh dan tidak bersahabat, meskipun beberapa dari mereka masih mengajakku berbicara. Tapi aku senang duduk di pojokan kelas, tempat duduk yang sangat nyaman dan sepi, tidak ada orang lain disampingku, hanya ada pria yang juga tak banyak bicara didepanku. Dia sangat pandai, dia hanya berbicara saat ingin meminjam sesuatu atau ingin menanyakan sesuatu, bagusnya lagi dia tidak punya kekuatan super seperti Brent, barangku masih bisa dipakai Setelah ia meminjamnya. Namanya Alan, kurasa dia adalah murid paling sopan di kelasku, dia tidak pernah lupa mengatakan 'terima kasih' setiap kali meminjam barang.
Aku senang saat dia mengajakku bicara, karena itu jarang sekali terjadi, biasanya dia hanya bicara beberapa kalimat saja, setelah itu dia tidak bicara lagi. Apakah ini yang namanya cinta? Tapi kupikir bukan, Brent bilang saat kau jatuh cinta pada seseorang maka orang itu akan membuatmu sulit tidur. Dan jika aku sulit tidur itu biasanya disebabkan oleh nyamuk, tidak mungkin kan aku jatuh cinta pada nyamuk? Aku justru sangat berambisi membunuh ketika aku mendengar suara ngiang nyamuk. Aku pikir sepertinya aku tidak mau jatuh cinta, terdengar menyebalkan, bukan? Apalagi jika orang itu mengganggu tidurmu seperti yang dilakukan nyamuk, kau ingin membunuhnya tapi kau tidak bisa melakukannya, berbeda dengan nyamuk yang sudah ditakdirkan untuk dibunuh manusia. Akan sangat menyebalkan jika kau tidak bisa membuang hal hal yang mengganggumu.
Kata Brent menjadi ABG terkadang menyenangkan saat kau mulai merasakan jatuh cinta. Tapi aku berpikir sebaliknya karena aku tau Brent itu penipu, tidak bisa dipercaya. Dan Aku tak mau jatuh cinta.
.....
"Bagaimana sekolah kalian?" ayah bertanya seperti biasanya, aku pun diam--seperti biasanya. Ibu menatap kepadaku, aku pura pura tidak tau dan tidak peduli, anggap saja aku bosan dengan pertanyaan itu, terlebih karena aku tidak punya jawaban atas pertanyaan membosankan itu.
"Aku sangat pusing dengan sains di sekolah menengah," kata Brent setelah berhasil menelan nasinya, aku sering mendengar Brent bercerita kalau sains di sekolah menengah tiga kali lipat lebih sulit daripada sains di sekolah dasar. Brent juga bilang kalau ia tak mau menjadi orang dewasa, aku juga. Bukan karena apa apa, Brent tidak suka pelajaran yang sulit dipahami, aku tau Brent punya ruang yang kecil di otaknya hahha, bisa dibilang Brent itu bodoh, meskipun dia di sekolahkan di sekolah yang sebagus apapun kemampuan otaknya tidak bisa dipaksakan.
"Kau tidak boleh menyerah, nak. Sebentar lagi kau akan menghadapi ujian, kau harus lulus dengan nilai baik jika kau ingin melanjutkan ke sekolah yang kau inginkan." kata ayah, aku tidak peduli. Sepertinya ayah memang selalu menuruti apa kata Brent, tiga tahun lalu saat Brent lulus dari sekolah dasar ayah bilang dia hanya akan memasukkan Brent ke sekolahnya yang sekarang jika Brent berhasil mencapai nilai yang ditargetkan ayah. Nyatanya dia bisa masuk ke sana tanpa harus melampaui target ayah. Sejak saat itu aku pun juga tak begitu peduli dengan nilaiku aku tidak pernah mau belajar keras seperti yang di lakukan Brent, itu hanya akan membuatku gila. "Siera?" ayah berpindah padaku, aku menela nasi dimulutku pelan pelan. "Katakan apa yang terjadi di sekolah?" pinta ayah, ia menambahkan sayur buatan ibu ke piringku yang hampir kosong, aku menelan ludah.
"Tidak ada apa apa," aku menjawab singkat, aku tidak suka melihat wajah ayah yang seperti itu, aku suka wajah ayah saat bermain perang perangan light saber denganku dan Brent, wajahnya saat berpura pura mati tertusuk, aku suka wajah itu. Tapi aku tidak bisa memberi jawaban atas pertanyaannya.
"Waktunya belajar anak anak, manfaatkan waktu kalian." ibu membersihkan semua piring kotor yang ada di meja, ibu selalu bersikap sabar dan ramah, meskipun terkadang ibu bersikap sama seperti ayah suka menyuruh-nyuruh--dan banyak bertanya. Khususnya saat hari pengambilan rapot, dia selalu bertanya kepada guruku tentang apa saja yang aku lakukan di sekolah, apakah aku bersikap aneh di sekolah, apakah aku berperilaku buruk di sekolah. Ibuku tidak pernah membahas nilaiku yang lebih baik daripada nilai Brent saat di sekolah dasar dulu. Ibuku terkadang juga marah padaku saat aku menolak ajakannya untuk menghadiri acara acara penting yang melibatkan banyak orang, seperti pesta ulang tahun atau pesta pernikahan.
Aku sendiri bahkan tidak suka jika ulang tahunku di rayakan, tapi ayah dan ibuku selalu mengundang teman temanku untuk makan gratis di rumahku pada hari ulang tahunku. Begitu pun saat ulang tahun Brent, akan ada lebih banyak orang lagi yang diundang, dan akan semakin banyak pula makanan yang dihabiskan. Tapi Mereka tampak tak keberatan, dan Brent juga selalu senang kalau ulang tahunnya dirayakan meriah.
.....
Voment cuy!! Maapkan typonya juga :v
See ya next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
AMO (A Christopher Vélez Fanfiction)
FanfictionCerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian maka tidak ada unsur kesengajaan. Harap maklumi jika ada typo berserakan, selama typo masih bisa dibaca harap dimengerti. Jika dalam cerita ini terdapat beberapa, ata...