"Sieraaaaaaa!" Teriak Brent dari kejauhan, dia masih sama. Ia pun menghamburkan tubuhnya padaku dan Alan, ya, kami yang menjemputnya di bandara, dia mendekap kami begitu erat hingga terasa sesak sulit bernapas. "Akhirnya aku bisa melihat kalian berdua lagi," imbuhnya.
"Kau pasti lelah Brent, sebaiknya kita segera pulang," kata Alan, namun Brent masih belum puas memelukku, dia masih nemelukku erat hingga aku bisa mengendus bau tubuhnya dan membuat Alan sedikit menunggu. "Biar ku bawakan barangmu," Alan pun berjalan duluan dengan koper Brent, kami menyusul.
"Ya Tuhan, Sao Paulo indah sekali. Udara pagi yang sangat segar." Brent tidak henti hentinya mengoceh bahkan saat sudah berada di dalam taksi, dia memuji detail arsitektur di bangunan bangunan kuno kota itu.
"Bagaimana keadaan ayah dan ibu? Apa mereka baik baik saja?" Tanya Alan yang duduk di bangku depan.
"Baik, tadinya aku mau mengajak mereka, tapi tidak bisa karena ayah punya banyak urusan--dia bilang aku mengajak mereka terlalu mendadak." Jelas Brent, dia kembali fokus keluar. "Alan, nanti kau bisa mengantarku jalan jalan melihat lihat kota ini kan? Aku sebenarnya mau sekarang tapi sepertinya tubuhku terlalu lelah." Lanjutnya.
"Tentu saja, selama semua tugas kuliahku tuntas aku bisa mengantarmu kemana saja, kapan saja." Jawab Alan, aku hanya terkikik kecil melihat wajah Brent yang cemberut mengetahui kemungkinan yang tak besar Alan bisa mengantarnya.
"Kau tenang saja, Alan ini kan mahasiswa yang rajin, dia pasti bisa membagi waktunya denganmu. Dia ini juga merindukanmu, iya kan, Alan?" Alan hanya mengacungkan kedua ibu jarinya sambil tersenyum.
"Baiklah, kita sudah sampai." Kata Alan, kami pun turun dari taksi, aku membayar taksi sementara Alan mengambilkan barang bawaan Brent--dan Brent sendiri dia sedang sibuk melihat sekeliling bangunan.
"Tidak buruk," Brent menganggukkan kepalanya.
"Ayo masuk. Aku harus melapor dulu soal kehadiranmu disini." Aku pun menariknya masuk. Saat kami masuk tanpa sengaja kami berpapasan dengan Zabdi yang sepertinya mau ke kampus.
"Hola Bob-head!" Sapanya sambil tersenyum seperti biasa.
"Hi," balasku, "Zab, kenalkan ini kakakku, Brent" kataku pada Zabdi, mereka pun saling berjabat tangan dan menyapa.
"Er, maaf aku tidak bisa lama lama, aku harus ke kampus sekarang juga, komunitas pecinta alam ada agenda yang harus dibahas--nanti aku akan main, sampai jumpa nanti." Zabdi pun berpamitan kemudian pergi dengan tergesa gesa.
"Dia dari Puerto Rico." Jelasku saat Brent menunjukkan wajah penasarannya. "Baiklah Alan, tolong kau antar dia ke apartemenku. Aku harus menemui staff pengurus gedung ini. Kau juga harus segera berangkat ke kampus,"
"Kau tidak boleh terlambat Alan," kata Brent.
"Siap. Kalau begitu ayo, kau sangat kelelahan bukan?" Mereka pun masuk ke dalam lift.
Urusan dengan pihak apartemen tidak memakan banyak waktu, hanya perlu menyerahkan bukti kalau Brent adalah keluargaku saja, setelah itu selesai sudah, izin didapatkan. Setelah itu pun aku naik ke apartemenku untuk menemui Brent sebelum aku berangkat ke kampus, namun sesampainya aku diatas dia malah sudah tertidur pulas di kasurku bahkan tanpa melepas sepatunya. Merepotkan sekali memang kalau aku harus melepas sepatunya, namun ya tetap saja harus ku lepas.
.....
My darling, can't we make up?
Ever since our breakup
Make believe is all I do
I'm laughing on the outside
Crying on the inside
'cause I'm so in love with youUdara sore kota Sao Paulo yang hangat membuatku senang berjalan menyusuri kota yang lumayan ramai di jam pulang kerja. Aku terkejut saat secara tiba tiba seseorang menarik sebelah headset yang terpasang ditelingaku, ternyata itu Chris. Dia kemudian memasang sebelah headset itu ke telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMO (A Christopher Vélez Fanfiction)
FanfictionCerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian maka tidak ada unsur kesengajaan. Harap maklumi jika ada typo berserakan, selama typo masih bisa dibaca harap dimengerti. Jika dalam cerita ini terdapat beberapa, ata...