Brent Si Bijak

122 19 10
                                    

Entah sudah berapa hari/minggu setelah kejadian di depan pintu apartemen Richard. Aku dan Chris belum saling bicara, kami jarang bertemu--lebih tepatnya aku yang menghindarinya. Aku tau aku salah dan aku harus meminta maaf padanya, namun aku tak tau bagaimana harus memulai lagi, aku sudah terlanjur membencinya. Entah sudah berapa ribu kali Chris berusaha bicara padaku, aku selalu menolak. Sudah ratusan pesan yang ia kirimkan namun tak pernah kubaca. Bahkan bukan hanya Chris, namun Lexie juga, beberapa hari ini ia juga salah satu orang yang paling ku hindari, ia beberapa kali mencoba bicara padaku, bahkan menitipkan pesan kepada Elsa, tapi aku sama sekali tidak tertarik. Jahat sekali Aku ini. Meskipun aku mulai memikirkan beberapa nasehat yang kudapat akhir akhir ini, namun kejahatan masih menang atas segalanya.

Aku juga sudah menceritakan hal ini pada Alan, Elsa, Zabdi, Joel dan Erick. Saran mereka sama saja: maafkan Chris, karena berciuman dengan Lexie bukanlah kemauan Chris. Mereka benar, tapi aku tidak bisa. Sebenarnya semua orang juga sudah tau masalah ini karena Chris dan Lexie sangat populer.

Sekarang sudah hampir jam 11 malam dan aku belum bisa tidur juga. Aku berifikir keras karena besok adalah hari sabtu, berfikir tentang kemana aku harus pergi besok, beberapa weekend aku habiskan bersama Alan dan Elsa pergi ke gym, menonton dan seminggu lalu aku lari bersama Richard. Sepertinya aku sudah mulai bosan--tepatnya tidak enak karena selalu menjadi orang ketiga antara Alan dan Elsa. Aku sangat frustasi hanya karena itu, saat otakku hampir meledak tiba tiba ponselku berbunyi, panggilan dari Brent.

"Malam Brent, bagaimana akhir pekanmu?" sapaku.

"Pagi, Siera!" tentu saja pagi di Indonesia, sepertinya Brent sedang makan sesuatu. "Ya begitulah. Kau apa kabar?" tambahnya.

"Tidak baik," singkat padat dan tidak jelas.

"Kenapa? Kau kehabisan uang?" balasnya terdengar berusaha melucu itu artinya dia sudah sembuh, tapi Aku sedang tak mau bercanda.

"Bukan Brent, ini masalah serius." Aku mulai kesal.

"Baiklah. Kau sakit?" tanyanya.

"Entahlah..." Tentu saja aku sakit, tapi rasa sakit ini tidak bisa dijelaskan dengan kata kata, bahkan dokter pun tak akan bisa menyembuhkannya.

"Ayolah Siera, kau jangan membuatku khawatir"

"Apakah kau pernah marah pada seseorang yang tidak bersalah?" tanyaku, Brent sepertinya sedang mengingat ingat.

"Pernah--justru selalu seperti itu kan? Saat aku sedang marah pada seseorang, maka aku juga akan marah pada semua orang, sejatinya hanya satu orang yang bersalah, tap semua orang kena marah." balasnya, benar juga, Brent selalu begitu kalau dia punya masalah.

"Maksudku, seperti kau merasa sangat terluka saat seseoarang melakukan hal yang sewajarnya, tapi tidak padamu."

"Apakah kau sedang jatuh cinta?" tanya Brent, aku terdiam beberapa saat, aku bertanya pada diriku sendiri apakah aku jatuh cinta? Aku tak pernah yakin akan apa yang aku rasakan, tapi rasa kecewa ini terlalu jelas, mungkin saja itu... "Siera? Kau disana?" Brent memanggil manggil namaku.

"Ya,"

"Ceritakan padaku, siapa tau aku bisa bantu." aku pun menceritakan kejadian itu pada Brent, dia sudah tau sedikit banyak hal tentang Chris dari Alan, kenapa bukan dariku? Karena aku terlalu malu untuk menceritakan perihal Chris pada orang lain, lebih baik mereka mencari tahu sendiri.

"Aku tau aku seharusnya tidak bertindak sejahat ini, Brent. Aku terlalu egois."

"Yang perlu kau lakukan adalah mendengarkan hatimu--percayalah semua yang dikatakan hatimu tidak pernah salah. Kau ini sudah dewasa Siera, kau bukan lagi anak kecil yang suka membaca komik Detective Conan. Kau sudah bisa menganalisis masalahmu sendiri. Kau tau apa yang perlu kau lakukan, semua itu ada padamu." tak kusangka ternyata Brent bijak sekali, sayang sampai sekarang ia juga masih sendiri.

"Aku hanya tidak bisa memulainya lagi Brent--aku tidak tau."

"Kau beruntung kau punya banyak teman yang peduli pada kalian, kau dan Chris. Dari kesimpulanmu tadi apayang mereka katakan padamu memang benar, Siera. Kau hanya perlu jadi dirimu sendiri yang tidak peduli, yang masa bodoh," katanya. "Jika kau tidak bisa mengatakannya langsung kau bisa menelponnya, atau mengetikkan pesan, atau menulis surat. Kau ini hidup di zaman apa sih?" sialan dia malah mengejekku.

"Bukanya seperti itu, aku hanya--" tiba tiba terdengar nada panggilan terputus,  kemudian muncul pemberitahuan kalau internetku terputus. Sialan malam malam begini aku harus keluar membeli paket internet. Untung saja konter terdekat dari disini buka 24 jam, terletak tak jauh dari sini, hanya terpisah satu blok.

Aku mengambil jaketku dan menutup pintu apartemen. Aku berjalan di jalanan yang tak terlalu ramai, masih ada beberapa mobil dan motor berlalu lalang, begitu pun orang orang yang merayakan friday night. Langit malam ini juga terlihat gelap menutupi bintang, ditambah lagi angin yang berhembus dingin menembus pori pori. Tak lama Aku pun sampai di konter terdekat, masih banyak pelanggan yang di sana. Tak lama juga aku pun keluar dari sana dengan internet yang kembali tersambung, aku berjalan secepat mungkin karena aku merasakan gerimis mulai datang keroyokan.

Ditengah perjalanan pulang aku berpapasan dengan Chris, aku yang sejak tadi terlalu fokus pada ponselku baru sadar ada Chris sekitar 3 meter didepanku. Aku secara reflek menghentikan langkahku, begitupun dia. Saat aku memutusan untuk melanjutkan langahku, dia tetap diam disana, aku terus berjalan tanpa mempedulikannya.

"Sampai kapan?" Katanya saat aku sudah satu langkah berada di belakangnya. "Sampai kapan kau akan menghindariku?" tambahnya.

"Maaf, kau bicara padaku?" Aku menoleh padanya yang masih dalam posisi yang sama, namun ia menoleh setelah mendengar suaraku.

"Ya," balasnya sambil menatapku. "Sampai kapan kau akan menghindariku?" tanyanya untuk kedua kalinya. Aku hanya diam karena aku juga tidak tau sampai kapan akan seperti ini. "Asal kau tau tingkahmu yang seperti ini jahat sekali, tanpa kau sadari kau membunuhku perlahan dengan menjauhiku."

"Chris, cepat atau lambat kau dan aku akan menjauh, kau hanya perlu membiasakan diri--dan kau akan terbiasa." aku tak tau dari mana aku dapat kata kata ketus ini, aku merasa jahat sekali. Aku pun melanjutkan perjalananku lagi.

"Tapi aku mencintaimu Bob-head," Katanya saat aku hendak pergi, tentu saja aku terkejut, sebagian hatiku berteriak girang karena akhirnya Chris mengakui perasaannya, namun sebagian hatiku menolak mentah mentah kata kata itu. Aku kembali menoleh padanya. "Ya, kau berhak tau yang sebenarnya--aku mencintaimu Bob-head, jauh sebelum otakku menyadarinya hatiku sudah mengatakan kalau aku jatuh cinta padamu," celoteh Chris dengan penekanan di empat kata terakhir. 

"Bahkan sejak saat pertama kali Aku melihatmu dengan t-shirt Green Day, aku sudah jatuh cinta padamu saat itu juga, saat kau memasang wajah bodohmu ketika aku menyapamu dengan bahasa Spanyol, aku sudah jatuh cinta padamu." Aku hanya diam mendengarkan kata katanya. "Aku sudah jatuh cinta saat kau bilang kau suka sepak bola, saat kau dan aku saling membantu keluar dari apartemen Erick yang dipenuhi orang mabuk, saat aku meneriakimu untuk lari lebih cepat, mengejarmu saat kau naik skateboard, mengenalkanmu pada ibu dan nenekku, merawatmu saat kau sakit, dan memberimu ciuman dimalam tahun baru. Semua itu bukan tanpa alasan. Aku mencintaimu, Bob-head."--"Jika bukan karena kau, aku tidak akan melakukan hal hal gila itu--dan karena kau pula aku tidak akan melakukan hal bodoh seperti mencium Lexie." Aku masih terdiam, tak percaya pada apa yang baru saja ku dengar, terlebih aku terkejut karena dia mengingat semuanya.

Aku bisa merasakan air mataku perlahan membasahi pipiku, Chris berjalan mendekat, aku tak bisa menghindar lagi kali ini, udara dingin malam sepertinya sudah membekukan aku, ia sudah meraih kepalaku dan mencium bibirku sama seperti yang Lexie lakukan padanya. Aku memejamkan mataku sampai semuanya berakhir, ia mengusap air mataku dengan jarinya. "Maaf," Katanya sambil tersenyum, senyum yang sangat ku rindukan.

.....

Ajaib yak? Wkwkwk :v
Anyways, Ini part tadinya mau tak publish pas taun baru nanti, but aku tau aku pasti sibuk besok. Jadi tak publish sekarang aja sambil sekalian share happiness :v omg guys pada hari ini, saat aku nge-publish part ini aku seneng banget. You know lah, bahagiaku sederhana. Yess Liverpool menang lawan Arsenal dengan skor telak 5-1 apalagi Bobby Firmino cetak Hattrick pulak. Wkwkwk aku udah ngerasa kaya Pocky Stick aja dah share happiness mulu hehe, tapi dengan ini aku berharap kalian juga sedang bahagia. See you next chapter, jangan lupa voment, terima kasih banyak. Happy New Year 2019. Feliz Año Nuevo 2019
Te amo. R🖤

AMO (A Christopher Vélez Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang