Life Goes On

112 18 1
                                    

Hari hariku di Brasil berlanjut seperti sedia kala, aku memang belum bisa sepenuhnya memaafkan kejadian antara Chris dan Lexie, namun aku sendiri tidak bisa lama lama mendiamkan Chris. Aku sudah memikirkan banyak hal, yang dikatakan oleh Zabdi, Joel, Erick, Richard, Alan dan Elsa juga Brent. Aku sudah memikirkan banyak hal yang mereka katakan, belajar memaafkan agar hidupku lebih manis, menganggap semuanya sudah di gariskan untuk terjadi sampai mendengarkan kata hatiku. Semua sudah kupertimbangkan dan kulakukan dengan baik.

Aku sedang duduk menghadap jendela dengan pemandangan kota Sao Paulo yang dipayungi langit cerah. Aku sudah berada di kota ini lama sekali dan aku baru menyadari ternyata berdamai dengan diri sendiri itu sangat menyenangkan, aku bisa merasakan sebenar benarnya damai. Aku tak bisa berhenti mensyukuri betapa beruntungnya aku memiliki teman teman yang luar biasa peduli padaku, aku sangat menyesal tak pernah membuka telingaku untuk mendengar saran mereka sebelumnya. Namun pada akhirnya aku mendengarkan kata hatiku, hatiku mengatakan bahwa aku harus mendengarkan mereka.

"Bob-head!" Teriakan seseorang yang seketika membuyarkan lamunanku, aku pun berjalan kepintu untuk melihat siapa yang bertamu. Itu Erick. "Hai," sapanya dengan wajah berseri seri, kenapa anak ini? Ekspresi Erick berubah canggung setelah melihatku hanya berdiri diam seperti orang bodoh. "Well, ayo berangkat," ajaknya, tumben dia mengajakku berangkat bersama.

"Kau tidak sedang sakit kan?" Tanyaku pada Erick karena dia tampak aneh hari ini, aku pun mengunci pintu apartemenku dan berjalan bersama Erick menuju lift.

"Sebenarnya ada sesusatu yang harus kuberitahukan padamu--aku sudah dapat kepastian tentang event peduli sosial itu," lanjutnya.

"Oya?" Tentu saja aku senang, itu berita yang sangat bagus, kuharap mendatangkan CBF juga bagian dari kepastian yang dimaksud Erick setelah kemarin jadwal sudah dikonfirmasi sekarang kuharap mereka mengkonfirmasi keikutsertaan CBF. Ya Tuhan aku yakin ekspresiku terlihat sangat berlebihan.

"Iya, dan berita baiknya CBF akan membawa 23 pemain yang akan menyumbang," jelas Erick yang membuatku ingin berteriak saking senangnya.

"Benarkah?" Erick hanya mengagguk masih dengan wajah berseri seri itu.

"Akhirnya aku akan melihat Marcelo dengan mataku sendiri." Kata Erick sambil memelukku, aku juga sama senangnya seperti dia, ada banyak yang ingin kulihat disana.

"Aku harus beritahu kakakku soal ini, dia pasti akan sangat sangat sangat sangat tertarik untuk datang," Aku pun teringat untuk memberitahu Brent tentang ini.

"Silakan beri tahu kakakmu, siapa tau dia bisa datang." Kata Erick.

"Kau tidak akan suka dia,"

"Siapa?"

"Kakakku."

"Sepertinya begitu--dia pasti tidak jauh berbeda denganmu." Erick terkikik di dalam lift.

"Jadi kau tidak menyukaiku?" Kataku dengan marah yang tentu saja tidak sungguh sungguh.

"Aku menyukaimu, hanya saja ada yang lebih menyukaimu sedang menunggu di luar." Pungkas Erick, pintu lift pun terbuka.

"Pagi!" Sapa Chris dengan senyum terbaiknya yang belakangan ini menghilang mulai muncul lagi.

"Pagi, bung." Balas Erick sambil menepuk pundak Chris.

"Pagi, Bob-head!" Sambil mengacak rambutku dia menyapaku, kebiasaan lain yang sempat hilang dan mulai muncul lagi.

"Kau membuatku tidak tampak seperti morning person dengan begitu," aku pun memperbaiki rambutku yang mulau panjang dan sulit diatur.

"Kau tetap cantik kok, tidak akan ada yang bisa membuatku berpaling darimu," katanya sambil menatapku, tentu saja aku pasti tersipu--aku belum terbiasa dengan gombalan di pagi hari.

AMO (A Christopher Vélez Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang