Pesta Kedua

96 11 2
                                    

Sejak kejadian malam tahun baru itu Aku dan Chris jadi sedikit canggung, aku jadi tidak berani menatap matanya,  begitu pula dia. Aku tak berani menatap matanya karena aku takut kejadian itu akan terulang lagi, tatapan mata lah yang mengawali semuanya.

Meskipun kami masih pulang pergi ke kampus bersama, lari bersama, kadang makan bersama, semuanya terasa berbeda. Meskipun dia sudah tampak biasa saja, aku belum bisa bertingkah biasa, aku tidak tau apa yang sebenarnya aku rasakan, tahun baru ini sangat aneh bagiku.

Hari ini Erick si mata hijau dari Kuba itu merayakan pesta lagi--pesta ulang tahunnya yang sengaja ditunda beberapa hari agar bisa merayakannya saat akhir pekan. Aku dan yang lainnya sudah berada di apartemen Erick sejak pagi untuk membantu Erick mempersiapkan semua keperluan pesta, aku dan Richard sedang meniup balon, sedangkan Erick sang tuan rumah tengah memasak bersama Joel di dapur, Zabdi dan Chris sedang menggunting kertas Untuk mendekorasi ruangan, ada Lexie juga yang hanya duduk sambil mengamati Zabdi dan Chris--kalau kalau tulisan yang mereka pasang tidak simetris.

"Bob-head, balonmu Hampir meletus, cukup!" Richard ketakutan sambil menutup telinganya, saat aku lihat balon yang ditiup Richard memang berukuran lebih kecil.

"Apa apaan ini? Seharusnya kau meniupnya lagi Rich, ini masih kurang." tegurku sambil membandingkan hasil tiupanku dan tiupan Richard. Saat aku pegang balon hasil tiupan Richard aku melihat sesuatu di dalamnya, seperti air mengalir--bagaimana Richard memindahkan ludahnya kedalam balon?

"Kenapa?" tanyanya membuyarkan lamunanku.

"Lihat ini! Seharusnya kau mengisi balonnya dengan udara, bukan ludah" kuperlihatkan ludah Richard yang mengalir dalam balon itu.

"Tentu saja itu bukan disengaja Bob-head, aku meniupnya terlalu keras hingga ludahku ikut masuk." dia berusaha menjelaskan dengan nada tak terima.

"Apa kau bilang? Meniupnya dengan keras?" dia mengangguk. "Kalau kau memang meniupnya dengan keras harusnya balonmu sebesar ini," Aku kembali membandingkan balon hasil tiupanku dengan balon Richard.

"Kalian jangan bertengkar terus," Zabdi angkat bicara, seperti biasa Zabdi tidak suka perdebatan.

"Kalau kalian bertengkar terus tidak akan selesai sampai semua tamu undangan datang," timpal Lexie, memangnya dari tadi dia kerja apa? Dasar gadis manja.

"Lebih baik kita fokus pada tugas kita sendiri." Chris menutup perdebatan, kami pun kembali fokus pada tugas masing masing meskipun Aku dan Richard masih sesekali berdebat.

Semua balon sudah siap, sebagian dekorasi sudah tertempel di dinding, saatnya makan siang. Joel dan Erick sudah menyiapkan makan siang untuk kami, kami makan bersama di apartemen Erick sambil mengobrol ringan, terkadang disana aku merasa seperti orang asing karena lebih banyak diam karena tidak mengerti jokes mereka dan tentu saja bahasa mereka.

"Apakah itu pertama kalinya bagimu Bob-head?" tanya Erick saat aku sedang mencuci piring bersama dengannya, aku hanya menoleh tidak mengerti maksudnya. "Jangan pura pura bodoh, aku melihatnya." tambahnya sambil terkikik licik, tetap saja aku tidak mengerti.

"Aku memang bodoh, kau tau itu sejak hari pertama." Kataku.

"Ciuman di malam tahun baru itu?" dia menatapku dengan tatapan setengah emosi, aku pun secara spontan membelalakkan mataku pada Erick, sialan. "Wajahmu memerah." katanya sambil kembali menoleh ke piring kotor, rasanya aku ingin menjambak rambutnya. "Sepertinya lebih baik aku diam."

"Benar." balasku. Kemudian kami pun kembali fokus pada piring kotor. "Umm... Erick,"

"Ya?"

"Selain kau siapa lagi yang melihatnya?"

"Umm... Mungkin semua orang melihatnya," jawaban macam apa ini? Sialan, aku tidak tau Erick berkata jujur atau tidak, tapi wajahnya selalu meyakinkan. Semoga tidak benar apa yang ia katakan.

.....

"Tidak mau ikut?" Tanya Joel berusaha membujukku untuk menari bersama puluhan orang disana, tapi aku menggeleng. Pestanya sama seperti pesta beberapa bulan lalu, semua orang berjingrak jingkrak menari, bedanya kali ini Elsa memilih diam duduk berdampingan dengan Alan.

"Makan semuanya Bob-head. Apapun yang kau inginkan!" teriak Erick yang juga sedang berjingkrak jingkrak tak jauh dariku. Malam ini aku menemani Zabdi menjadi DJ sementara, kami memutar sembarang lagu yang kami suka, beberapa orang sempat protes tapi mereka tetap menikmatinya.

"Menikmati pestanya? Eh?" Chris menyenggol lenganku, dia sepertinya baru saja dari kamar mandi. Iya, aku lebih kenikmati pesta kali ini dari pada pesta pertama dulu. Perama karena aku mengerti semua lagu yang diputar--sebenarnya tidak semua lagu aku tau, terkadang Zabdi memainkan lagu Latin yang biasanya memang cocok untuk menari tapi aku cukup menikmati, kedua aku sudah mengenal semua tamu undangan, jadi aku tidak secanggung dulu.

"Ya--jauh lebih baik." jawabku, meninggalkan Zabdi yang terlihat senang dengan tugasnya itu, dia melompat lompat dan menganggukkan kepala sepertu layaknya dj profesional.

"Kau tidak mau makan ini?" Tanya Chris sambil meraih semangkuk besar snack yang ada di meja setelah kami duduk di sofa Erick yang sengaja dipindahkan ke tepi ruangan. Aku hanya menggeleng, tepat di depan sofa itu ada Richard dan Lexie yang sedang berciuman. Sialan, suasana semakin canggung ketika aku dan Chris tanpa sengaja saling melihat satu sama lain. "Besok kau mau sarapan gratis lagi?" Tanya Chris memecah keheningan.

"Tapi tidak dengan membersihkan semua ini--jujur saja saat itu aku sangat tidak suka idemu," balasku.

"Besok kita akan membersihkannya bersama sama seperti saat kita menghiasnya." Katanya, aku sudah tidak memperhatikan, aku melihat ke arah teman temanku yang sedang bersenang senang di depanku, tiba tiba aku menyadari sesuatu--aku sudah melangkah cukup jauh. "Kau baik baik saja Bob-head?" Chris melambai lambaikan tangannya didepanku, aku gelagapan menyadarkan diriku.

"Ya, aku baik--aku hanya--"

"Hanya..?" Tanya Chris. "Maaf soal malam itu Bob-head, aku tau kau tidak nyaman dengan semua itu" katanya saat aku tak kunjung menanggapi pertanyaannya. Sialan, aku sangat menghindari percakapan ini, tapi Chris malah membahasnya.

"Sudahlah Chris, yang sudah terjadi biarkan saja," kataku agar Chris berhenti membahasnya.

"Oh iya. Aku melihatmu senyum senyum sendiri tadi--mengerikan," lanjutnya.

"Teringat sesuatu," kataku singkat, Chris menunjukkan ekspresi tidak puas atas jawabanku.

"Boleh aku tau?"

"Aku ingat saat aku masih kecil dulu--aku selalu benci pesta dan keramaian. Bahkan sampai aku beranjak dewasa aku ingat ketika kakakku membawaku ke festival festival dia selalu marah padaku karena aku selalu di barisan belakang dan tak mau maju," aku tersenyum geli mengingat wajah jelek Brent saat cemberut. "Aku tidak peduli walau dia bilang akan lebih seru di depan, aku tetap di dibelakang, aku tak mau maju--dari situ aku menyadari sesuatu. Aku ini bodoh, aku manusia yang tak ingin maju, bahkan dalam segala aspek," Chris tampak menunggu kelanjutan, dia sekarang duduk bersila menghadapku. "Aku sedang dalam perjalanan Chris. Perjalanan yang saaangat panjang, perjalanan yang membuka mataku untuk bisa menikmati segala hal dengan cara baru--aku mulai terbiasa, dan aku mulai menyukainya." Chris tersenyum sambil Terus memakan snacknya.

"Aku juga suka kalau kau suka." Katanya sambil mengacak rambutku, entah mengapa pesta bisa begitu berkesan bagiku, pesta membuat seseorang membicarakan sesuatu yang dalam meski biasanya orang orang hanya berbasa basi di pesta.

"Terima kasih, Chris."

"Untuk?"

"Sudah menunjukkan padaku cara menikmati sesuatu dengan cara baru." dia malah terbahak bahak Sekarang, apa dia pikir Aku sedang bercanda?

"Aku senang melihatmu senang, aku tidak pernah berniat menunjukkan padamu cara baru menikmati sesuatu--aku hanya ingin menunjukkan bagaimana bersenang senang, tapi kalau memang begitu, bagus Bob-head, vive tu vida." jawabnya sambil menatapku serius, ternyata dia juga serius.

.....

AMO (A Christopher Vélez Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang