"Hai, kupikir kau tidak akan datang," sapa Erick saat membukakan pintu untukku, dia tidak sedang mengadakan pesta, dia tadi meminta bantuanku membersihkan apartemennya--pembersihan besar besaran.
"Aku bilang kan aku akan membantu, itu artinya aku akan datang dan membantu." Balasku, meski tadinya aku juga ragu ragu.
"Aku takut kau masih trauma untuk berjalan di lorong ini." Katanya, dia memang benar. Tapi aku tau aku tak bisa seperti ini sampai program ini berakhir.
"Aku sudah sangat terbiasa--ngomong ngomong, sejak kapan kau punya vacuum cleaner?" Erick sedang memegang vacuum cleaner dan mebaca kardus tempat vacuum itu.
"Sejak um... sejak baru saja." Balasnya.
"Um... sepertinya memang pembersihan besar besaran ya?"
"Iya, jangan bilang yang lain kalau aku hanya minta bantuanmu ya, Bob-head? Aku tidak punya banyak modal untuk memberi mereka makan. Uangku sudah kubelikan vacuun sialan ini, aku meminta bantuanmu karena aku tau kau tidak seperti mereka, kau bisa diajak hemat." Jelas Erick, sesaat aku ingin tertawa tapi masuk akal juga penjelasannya, anak anak itu kan boros apalagi soal makanan.
"Tenang Erick, aku membantumu bukan karena ingin makan gratis, aku yakin mereka pun juga begitu."
"Mereka mungkin tidak masalah, tapi aku tidak enak pada mereka." Katanya, dia masih fokus pada kardus vacuum cleaner.
"Tapi kau enak padaku?" Tanyaku, Erick seketika menoleh padaku dengan tatapan bingung dan setengah khawatir, dia hanya menggaruk kepalanya.
"Cukup Bob-head. Jangan buat aku merasa bersalah dan tidak adil!" Aku hanya tertawa melihat wajah panik Erick yang tegang. "Sepertinya lebih baik jika kau yang menggunakannya Bob-head, aku tidak mengerti. Membaca cara pakainya hanya membuat kepalaku semakin pusing." Dia memberikan vacuum cleanernya padaku, kemudian dia memutar musik musik berbahasa Spanyol dan mulai membersihkan kaca.
"Baiklah, aku akan membersihkan seluruh lantainya," aku pun menghidupkan vacuum cleanernya, aku tak perlu membaca panduan di buku atau di kardus kemasan karena aku sudah belajar memakai vacuum cleaner punya Elsa. Ya, Elsa si kaya raya itu sudah punya vacuum cleaner jauh sebelum Erick beli.
"Kau tau, sejenak aku ingat saat saat kau dan Chris membantuku membersihkan apartemenku setelah pesta pertama yang ku gelar" kata Erick sambil terus fokus membersihkan kaca, aku hanya diam dan terus membersihkan lantai. "Saat itu kalian bertengkar karena kau sebenarnya tak mau membantu membersihkan apartemenku," tambah Erick.
Aku pun jadi ikut mengingat momen itu, momen dimana aku sangat kesal pada Chris, membersihkan apartemen Erick dengan wajah kusut dan kelelahan setelah berlari memutari blok sebanyak 6x. Kami saling diam saat membersihkan apartemen ini, tidak--tepatnya hanya aku yang diam, Chris terus mengoceh tentang banyak hal yang sudah banyak ku lupa juga.
"Kau masih marah padanya?" Tanya Erick lagi, kali ini aku menoleh padanya.
"Aku tidak marah, Erick." Kataku pelan.
"Jelas kau marah padanya Bob-head. Kau tak mau bicara padanya, kau menghindarinya, kau merasa sesak karenanya." Erick benar, aku tidak punya bakat berbohong, aku memang marah pada Chris, aku memang kecewa padanya, aku memang tak mau lagi bicara padanya, aku memanh menghindarinya, aku memang merasa sesak karena dia. Ya, aku marah pada Chris.
"Aku tak tau, Erick." Kami pun kembali fokus membersihkan apartemen dengan iringan lagu lagu Latin dari yang terdengar mendayu sedih, sampai lagu lagu dengan sentakan energic. Selama hampir dua jam kami membersihkan apartemen, akhirnya semuanya selesai, apartemen Erick terlihat bersih dan aromanya juga wangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMO (A Christopher Vélez Fanfiction)
FanfictionCerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian maka tidak ada unsur kesengajaan. Harap maklumi jika ada typo berserakan, selama typo masih bisa dibaca harap dimengerti. Jika dalam cerita ini terdapat beberapa, ata...