Asal Mula Alam Semesta

68 13 2
                                    

Suasana akhir pekan yang menyenangkan, meskipun aku masih sangat sedih setelah kepulangan Brent ke Indonesia, dia terlalu singkat berada di sini. Aku sedang membaca buku di bawah pohon yang tertanam sejak lama di pinggir jalan sepanjang sungai besar kota, banyak orang sedang berolah raga atau sekedar berjalan jalan disana. Aku sendiri sedang bersantai membaca buku sambil menunggui Chris bermain main dengan skateboard-nya. Tak lama kemudian Chris mendekat, sepertinya dia sudah selesai dengan skateboard-nya.

"Terima kasih," katanya saat aku mengodorkan sebotol air padanya, wajahnya merah padam, keringatnya bercucuran, napasnya terengah engah. Dia duduk dengan mata terpejam sambil berusaha mengatur napas, manis sekali. "Kau baca apa?" Tanyanya mengejutkanku, padahal matanya masih terpejam.

"Um..." aku pun tergagap gagap mau menjawabnya.

"Jangan bilang kau sedang membacaku," tebaknya dengan penuh percaya diri.

"Apa?" Aku pun berusaha mengelak, namun sepertinya dia sudah tidak bisa dibohongi, dia pun tertawa keras sambil mengacak rambutku yang sudah panjang. Kemudian dia membuka matanya dan menatapku dalam dalam, aku tak hisa berkata kata.

"Kau tidak perlu malu untuk mengakui kau sedang membacaku," aku masih terdiam, aku merasakan wajahku mulai panas. "Aku tidak keberatan, karna yang kulakukan selama ini adalah membacamu juga." Tambahnya sambil tersenyum.

"Berhenti menatapku seperti itu!" Tukasku padanya, aku pun menutup wajahku dengan buku yang kupegang, namun dia berkali kali menyingkirkan buku yang kupegang.

"Baiklah... baiklah aku tidak akan mengganggu." Chris pun menyerah. Kini aku duduk membelakanginya, aku masih merasa malu untuk menatap wajahnya, aku hanya bisa berpura pura membaca buku yang sejak tadi kubawa. Tanpa di duga Chris mengambil buku itu dari tanganku. "Hmm... kau membaca buku Sains? Asal Mula Alam Semesta. Hebat sekali!"

"Kau ini sedang memuji atau sedang meledekku? Sini kembalikan!" Aku berusaha merebut buku itu namun Chris menduduki buku itu hingga sulit bagiku merebut kembali buku itu. Saat aku berusaha merebut buku itu tanpa disangka Chris mencium bibirku, meskipun kami sudah ada hubungan yang jelas tetap saja aku masih belum terbiasa dengan semua itu.

"Jadi teori mana yang kau percayai? Big Bang? Atau kerusakan terus menerus?" Tanya Chris, pertanyaan itu seperti tak terdengar olehku, aku masih terlalu terkejut dengan ciumannya yang tiba tiba. Aku hanya bisa menatap mata cokelatnya yang agak redup. Seakan merasa tertantang Chris pun mendekatkan wajahnya padaku dan aku memberanikan diri untuk terus menatapnya, akupun mulai melihat seperti ada yang aneh dengan Chris, dia mulai memalingkan pandangannya, menunduk. "Apa kau marah padaku?" Tanyanya dengan suara goyah.

"Hey, hey, hey... kau baik baik saja?" Tanyaku khawatir, ia mulai terisak sambil memegangi tanganku, aku tak mengerti apa yang terjadi padanya, aku berulang kali mencoba memastikan dia baik baik saja. "Chris?" Namun dia masih terisak, "Chris, lihat aku!" Aku berusaha menengadahkan wajahnya, "Lihat. Aku!" Aku mengulang perintahku dengan penekanan disetiap katanya. Aku yang tadinya hendak memarahinya karena telah menjadi lelaki lemah pun tak sanggup lagi setelah melihat air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Aku pun memeluknya, berharap dapat menyalurkan energi positif dari diriku, berharap dapat membuatnya merasa tenang. "Ada apa?" Tanyaku setelah Chris berhenti dari isakannya yang membuatku khawatir beberapa menit lalu.

"Maaf," satu kata yang keluar dari mulutnya yang masih bergetar. Aku menatapnya dalam dalam, menunggu jawaban yang masih ia gantungkan di ujung lidahnya. Ia memandangku sekilas, kemudian menutupi wajahnya dengan bukuku yang tadi ia duduki, "Jangan menatapku seperti itu!" Ia mengulang adegan beberapa menit lalu ebelumia menangis seperti itik kehilangan induknya.

"Baiklah, sini kembalikan bukuku!" Balasku sambil merebut buku itu. "Sampai mana aku tadi?" Gumamku sambil mencari bagian terakhir yang kubaca. Aku pun kembali membacanya setelah kutemukan bagian terakhir yang kucari tanpa mempedulikan Chris. Bukanya apa apa, aku hanya tak mau memaksakan Chris untuk cerita, aku tak mau membuatnya merasa terpaksa.

"Apa aku terlihat kekanakan?" Tanyanya tiba tiba, aku pun menoleh menatapnya, "Apa aku terlihat konyol?" Ia bertanya sambil sesekali sesunggukan.

"Hey, tenangkan dirimu." Kataku sambil memegang erat tangannya, "Apapun yan sedang menimpamu-- percayalah semuanya akan baik baik saja," aku berusha menenangkannya.

"Aku tidak siap kehilanganmu Bob-head, aku tak sanggup berada jauh darimu, ak--." Perkataannya terpotong karena aku sudah menempelkan telunjukku de bibirnnya, karena aku tak tau lagi harus bagaimana supaya dia diam. Aku sendiri tak tahan melihatnya menangis seperti itu membuat dadaku terasa sesak. Setelah kulepaskan dia aku hanya memberinya senyuman terbaik. Kemudian melanjutkan membaca buku yang sudah cemburu. "Hey!"

"Chris? Kau percaya padaku kan?" Aku memberanikan menatap Chrish yang masih terisak, "You'll be fine, we'll be fine." Chris pun diam seketika, ia tak mengeluarkan suara sedikitpun sampai kami pulang, ia lebih banyak diam. Ia bahkan tak mempedulikan aku yang menyanyi dipinggir jalan mengikuti lagu yang kami dengarkan bersama, ia hanya menggenggam tanganku erat sampai di apartemen.

"Sampai jumpa besok, Chris." Aku mencium pipinya sebelum dia melangkah keluar dari lift. Dia masih tampak seperti orang bodoh, aku pun melambaikan tangan karena lift sudah mulai menutup perlahan. Ternyata seperti ini rasanya menjadi seorang pengintimidasi? Tidak buruk.

.....

Keesokan paginya aku sangat terkejut saat mendengar seseorang menggedor pintu apartemenku. Berisik sekali. Aku malas malasan membuka pintu, mataku menyipit melihat siapa yang bertamu pagi pagi begini. "Buenos dias, Bob-head!" Gawat. Lexie. "Boleh aku masuk?" Tanyanya. Aku tanpa kata kata hanya membuka pintu lebih lebar agar dia bsa masuk. "Maaf mengganggu Bob-head tapi aku butuh bantuanmu." Kata Lexie tanpa basa basi, apa dia tidak melihat aku yang masih mengantuk berat karena kurang tidur ini? Dasar gadis kurang ajar.

"Apa?" Aku bertanya malas padanya.

"Aku ingin kau membantuku menyelesaikan laporan penelitianku selama disini." Balasnya. Sialan, hanya ada satu kejadian yang aku ingat dari Lexie sejak dia berada disini bersama kami. Meskipun sudah kumaafkan tetap saja tidak bisa kulupakan. "Bob-head? Kau dengar?"

"Iya, kau lihat aku masih mengantuk kan? Sebaiknya kau kembali ke kamarmu Lex, aku mau tidur lagi." Kataku agak kasar, namun aku 10 miliar persen yakin Lexie tak akan peka terhadap nada bicaraku.

"Sebenarnya... Bob-head, ada satu lagi yang ingin aku bicarakan." Tambahnya, aku hanya mengangkat alis sambil menguap. Aku sudah tak tahan lagi. "Apa kau masih punya makanan? Aku lapar dan aku harus segera berangkat ke kampus." Benar benar jalang tak tau diri.

"Ada makanan di kulkas, ambil saja." Makanan pemberian Erick yang harus dengan berat hati aku relakan untuk Lexie, supaya dia segera angkat kaki dari sini. Tak lama kemudian Lexie sudah keluar dari apartemenku, sebelum itu dia berteriak terima kasih padaku namun aku tak menanggapi. Aku sudah menutup seluruh tubuhku dengan selimut.

Sialan. Aku tak bisa tidur lagi. Aku pun mencari ponselku yang ternyata sudah banyak pesan masuk, akupun membacanya satu per satu. Pertama ada pesan dari ibu yang seperti biasa dia menyuruhku tidur tepat waktu. Lalu ada grup peserta Student Exchange yang entah ada angin apa tiba tiba ramai. Kemudian ada Alan yang mengirimkan dokumen hasil laporannya. Dan Chris yang mengirim ucapan selamat pagi, dengan emoji hati. Sungguh membuatku geli. Aku menghela napas berat, aku harus segera bersiap karena hari hari berat lainnya sudah menanti.

.....

Holaaaaa. Udah lama banget ga update yalord. Aku lagi males banget ngapa ngapain setelah terakhir kali ngepublish. Sibuk juga ngurusin kuliah. Ya akhirnya aku kuliah guys, doain lancar terus kuliah aku ya? Makasih juga btw buat kalian yang udah sabar nunggu part by part, dan yang engga gapapa aku juga makasih banget, makasih lah pokoknya. Agak sedih juga sebenernya karna ga seproduktif dulu, padahal CNCO lagi produktif banget, terus Liverpool juga lagi on fire. Tapi gatau kenapa gada motivasi lagi buat nulis atau baca, komen kegiatan yang bisa bikin aku produktif lagi dong! makasih btw.
Te amo. R🖤

AMO (A Christopher Vélez Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang