Sembilu

121 11 3
                                    

"Sore Brent, kau tidak tidur?" Aku menyapa Brent yang kebetulan menelponku.

"Tadinya aku tidur tapi aku terbangun--apa aku mengganggumu?" tanyanya dengan suara berat dan terdengar aneh.

"Tentu tidak, aku sudah di rumah--ada apa?" aku mendudukkan diriku di ranjang.

"Tidak apa apa, aku hanya sedang tak enak badan."

"Oh kau harus segera sembuh Brent, kerjaanmu sangat membutuhkanmu, minta ibu membuatkan ramuan untukmu!" pantas saja suaranya terdengar Aneh.

"Masalahnya ibu dan ayah sedang di Bali untuk pesta pernikahan anak teman ayah. Kau lupa?" Aku mengingat ingat Lagi, benar--ayah dan ibu kemarin berpamitan juga padaku kalau mereka mau ke Bali, dan pagi tadi (waktu Indonesia) mereka baru berangkat meninggalkan Brent sendirian di rumah.

"Kau bisa menepon ibu untuk resepnya."

"Kau Bodoh? Jika aku menanyakan resepnya yang ada malah ibu akan pulang. Aku tidak mau membuat ibu khawatir padaku dan terbang kembali ke sini hanya untuk ramuan." Katanya, benar juga ibuku kan rempong--kasihan ibu kalau harus bolak balik terbang.

"Hey, temanku bisa membuat ramuan juga, dan kupikir ramuan itu lebih baik daripada ramuan ibu." Aku ingat Chris pernah membuatkan ramuan saat aku sakit beberapa waktu lalu.

"Benarkah?" Brent berkata sambil terbatuk batuk diseberang, dia membuatku resah.

"Akan ku tanyakan bagaimana membuatnya nanti, sebaiknya kau tidur dulu sekarang. Nanti akan kukirim resepnya"

"Baiklah,"

"Kau tidak perlu kerja kalau kau tak enak badan, libur sehari saja seharusnya tidak masalah kan?" tiba tiba aku jadi sangat cemas pada Brent. Dia hidup sendiri dengan keadaan sakit, tanpa ibu. Tidak ada yang lebih buruk Lagi.

"Aku sudah bilang pada temanku, mungkin besok aku akan dirumah seharian." Katanya.

"Iya, itu yang terbaik. Baiklah selamat tidur."

"Malam, Siera!"

"Malam." Aku menutup telepon dari Brent.

Aku pun bergegas membersihkan apartemenku dan membersihkan diriku, badanku juga terasa penat hari ini karena kesibukan di kampus yang luar biasa.

.....

"Hai Rich," sapaku pada Richard yang baru keluar dari apartemennya, ia membawa karung besar berwarna hitam, sepertinya ia mau membuang sampah, aku hendak ke apartemen Chris untuk menanyakan bahan ramuan yang ia berikan padaku saat aku tak enak badan dulu, karena Brent pasti sangat butuh itu sekarang.

"Hai Bob-head, mau ke tempat Chris?" terlalu mudah ditebak, aku biasanya ke tempat Chris atau Alan, tapi apartemen Alan sudah kulewati, jadi tebakan Richard adalah Chris. Aku mengangguk sambil semyum malu. "Hahaha, kalian ini lucu sekali," Richard menggelengkan kepalanya, apa yang lucu? Aku bahkan tidak bilang apapun.

Di saat Richard masih tertawa tiba tiba terdengar suara gaduh dari kejauhan, aku dan Richard mengedarkan pandangan ke seluruh lorong berusaha mencari sumber suara, tiba tiba suara pintu terbuka dengan kasar, saat kami tengok ke belakang ternyata suara itu berasal dari apartemen Chris. Dia keluar dari apartemennya bersama Lexie, bagian terburuknya adalah mereka berciuman sambil saling memeluk erat. Aku dan Richard sama sama terkejutnya, bedanya jika Richard kecewa dan sedih, aku hanya memasang ekspresi bodoh andalanku.

Richard yang sepertinya sangat terpukul dengan adegan itu langsung kembali masuk ke apartemennya membawa kembali masuk sampah yang hendak ia buang beberapa menit lalu, untuk menghindari kecanggungan antara aku, Chris dan Lexie yang sudah terlanjur melihaku dan Richard, aku pun menyusul masuk ke apartemen Richard.

Richard meletakkan sekantung besar sampahnya begitu saja di dekat pintu, ia berdiri menghadap jendela menatap pemandangan gedung lain yang tak ada indahnya. Aku bisa mendengar pertengkaran antara Chris dan Lexie yang sepertinya berada tepat di depan pintu apartemen Richard, mereka bertengkar dengan bahasa Spanyol yang tak ku mengerti.

"Seharusnya aku sudah meninggalkannya sejak dulu," kata Richard, dia menyadari kehadiranku dibelakangnya. "Aku tau dari awal bukan aku yang dia inginkan," dia menoleh padaku dengan wajah kecewanya, aku merasa kasihan pada Richard yang jelas jelas dipermainkan oleh Lexie, Richard sangat mencintai Lexie, mengapa Lexie begitu tega padanya? "Maukah kau memaafkannya?" Richard bertanya sambil menatapku, "Lexie? Maukah kau memaafkan dia untukku?"

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Rich. Lexie tidak bersalah--setidaknya tidak padaku."

"Tapi dia mencium Chris."

"Aku tau, aku juga melihatnya--Chris bukan siapa siapaku, aku dan dia hanya berteman seperti aku dan kau. Jadi dia berhak berciuman dengan siapapun, tapi tentu saja bukan dengan Lexie." itu benar, aku tak punya hak untuk marah pada Chris, meskipun hati ini rasanya sangat panas seperti terbakar, begitu pula mataku. Aku memeluk Richard berharap bisa menyalurkan energi positif meskipun aku juga sedang tidak dalam kondisi positif.

Setelah itu Richard menceritakan padaku tentang Lexie, tentang seberapa besar cintanya pada Lexie, tentang waktu yang mereka habiskan bersama, hanya tentang Lexie, hanya Lexie.

"Sepertinya aku harus pulang Rich, sudah hampir makan malam--kalau kau mau kau boleh ikut," kataku menawarinya, namun dia menggeleng lemah, aku sangat kasihan padanya. Seperti ini kah bagaimana rasanya sakit hati? Hatiku juga sedang gelap sekarang. Aku meninggalkan Richard di apartemennya, saat aku keluar dari apartemen Richard aku sangat terkejut ketika melihat Chris tengah mondar mandir didepan pintu.

"Bob-head!" seru Chris setelah melihatku, aku langsung menutup kembali pintunya agar Richard tak mendengarnya.

"Apa yang kau lakukan?" tanyaku sambil terus berjalan secepat mungkin, aku berusaha bertingkah biasa saja meskipun dalam hati aku sudah memaki habis habisan dan timbul keinginan meneriakinya bajingan.

"Tadi itu hanya salah faham, itu tidak seperti yang kalian lihat, aku bisa menjelaskannya," Dia berbicara panjang lebar sambil berusaha mensejajari langkahku, tapi Aku tak peduli. "Bob-head tunggu! Aku bisa jela--"

"Cukup Chris, Kau tidak perlu menjelaskan apapun, tidak ada yang membutuhkan penjelasanmu." Emosiku yang mulai tak terkontrol membuatku bertingkah kasar dan kurang ajar, lihat wajah tampan yang sekarang berubah pucat itu, aku jahat sekali. "Mungkin Richard butuh--tapi aku tidak, Maaf." tambahku saat aku sudah berjalan dua langkah, aku pun berjalan lagi menuju lift, dan Chris masih beridiri disana menyaksikan langkah buru bururku, aku sekilah melihatnya menendang dinding ketika aku masuk kedalam lift. Jika dia kecewa, maka akupun sama.

Tanpa sadar aku menitikkan air mataku, kenapa aku jadi seperti ini? Padahal aku sendiri yang bilang tidak ada yang perlu dimaafkan, tapi kenapa rasanya sekarang aku begitu marah pada Chris? Aku begitu marah padanya sehingga aku muak tiap kali melihat wajahnya. Aku tau aku juga salah jika memperlakukannya seperti ini, aku sama sekali tak punya hak untuk marah soal dengan siapa dia berciuman atau lainnya, aku merasa sangat bodoh sekarang.

Bagian terburuknya lagi aku gagal meminta resep ramuan itu untuk Brent, sialan. Aku pun memutuskan untuk menelpon ibu dan pura pura sedang sakit untuk meminta resep ramuan tradisionalnya, sebenarnya aku tidak sedang berbohong karena aku memang sakit, tapi sakitku kali ini berbeda, rasanya lebih buruk. Ah, ibuku pasti sangat cemas sekarang. Semua ini gara gara Chris dan Lexie. Ya Tuhan, aku jadi menyalahkan orang lain untuk masalahku sendiri.

.....

Part ini adalah salah satu part favoritku, gatau kenapa lagi suka aja sama yang drama drama wkwkwk. Vote dan komen tetap dibutuhkan loh ya.
Ok, I write it for fun, hope you read it with joy. Thank you.
Te amo🖤

AMO (A Christopher Vélez Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang