Aku berjalan menuju kampus bersama dengan Alan, kampus kami hanya berjarak kurang lebih 200 meter dari gedung apartemen, udara pagi di Sao Paulo cukup dinging. Lebih baik daripada di Jakarta yang biasanya sibuk macet dipagi hari. Kami menemui banyak hal unik sepanjang jalan, seperti skateboard area yang dipenuhi grafity dan tulisan tulisan bahasa portugis dan bangunan klasik lainnya.
Setelah berjalan selama kurang lebih 15 menit akhirnya kami sampai di kampus, ada banner besar terpampang di depan gerbang, itu banner untuk menyambut kami para peserta Student Exchange. Kami masuk ke dalam area kampus dan aku langsung minder melihat gadis gadis Brasil yang luar biasa cantik dan seksi, ada juga beberapa gadis yang berpenampilan tomboy, tapi dia tetap saja seksi. Aku melirik kepada Alan yang berjalan dengan santai di sampingku, dia menatap lurus ke depan dan tidak menghiraukan tatapan gadis gadis disana, aku menelan ludah dan berusaha berjalan relax seperti Alan.
Sampai di kelas sudah ada beberapa orang disana ada yang sudah akrab, ada yang sedang berkenalan, ada juga yang masih diam, kali ini aku tak mau duduk di pojok belakang. Aku duduk di barisan paling depan, ya bisa dibilang pojok, tapi di depan. Alan menatapku bingung, aku hanya mengisyaratkan agar dia duduk di sampingku, sayang sebelum dia duduk ada seorang gadis berambut pirang dengan kombinasi hijau di bagian bawahnya menduduki tempat itu. Alan pun akhirnya duduk di belakangku. Aku melanjutkan membaca buku mengenai hukum hukum di Brasil, mengenai apa saja yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh. Setelah beberapa hari akhirnya Aku sudah bisa menyesuaikan waktu di sini.
"Hola, Bob-head! Cómo te llamas?" aku tersentak kaget saat seorang pemuda bermata coklat dengan rambut gondrongnya tersenyum lebar di hadapanku. Pria itu lumayan tampan dengan style ala ala bad boy yang dimilikinya. Aku hanya menatapnya bingung dan kesal.
"Maaf dia tidak bicara bahasa Spanyol," kata Alan dengan bahasa Inggris tentu saja. Alan sudah berdiri di sampingku, dia tau jika pemuda yang lumayan manis itu berbahasa Spanyol. Tapi Aku tidak.
"Oh, maaf ku kira dia berasal dari Amerika Latin juga," katanya masih dengan senyumannya, dan dengan bahasa Inggris juga. "Baiklah Bob-head, siapa namamu?" dia bertanya lagi. Apa katanya? Dia memanggilku Bob-head, kurang ajar.
"Tolong bersikap baiklah," Alan sepertinya juga kesal dengan pria ini.
"Aku berbicara dengannya, bukan kau." kata pria itu. Alan terdiam seribu bahasa, pria itu kembali menatapku menunggu jawaban, aku balas menatapnya.
"Siera," jawabku singkat.
"Oh, nama yang bagus. Tapi aku lebih suka memanggilmu Bob-head," katanya sambil mengacak rambutku seperti yang biasa dilakukan Brent, "ngomong ngomong, aku Chris. Dari mana asalmu?" dia bertanya sambil mengulurkan tangannya.
"Indonesia," balasku sambil meraih tangannya.
"Oh... Indonesia?" dia pun ber-oh ria, sepertinya dia tau Indonesia. "Dimana itu?" ternyata tidak. Sialan pria bernama Chris ini begitu menyebalkan ingin rasanya aku memukulnya dengan kursi yang kududuki.
"Di suatu tempat--kau sendiri dari mana asalmu?" aku berbalik bertanya padanya.
"Ekuador," jawabnya masih dengan senyum yang sama. Apa dia tidak pegal harus tersenyum terus?
"Oh... Ekuador?" aku mengangguk angguk, aku tau Ekuador, tapi pura pura bodoh sesekali mungkin perlu. "Dimana itu?" pertanyaan bodoh yang sama dan ekspresi kecewa yang sama. Alan yang berada di sampingku tampak menahan tawa dan mengalihkan pandangannya saat Crish menatapnya.
"Ekuador tidak jauh dari sini, berada di bagian barat Amerika Selatan," dia menjelaskan, sebenarnya aku tidak butuh penjelasan itu, aku tau Ekuador, aku hanya balas dendam. "Apa dia pacarmu?" kali ini dia menunjuk Alan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMO (A Christopher Vélez Fanfiction)
FanfictionCerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian maka tidak ada unsur kesengajaan. Harap maklumi jika ada typo berserakan, selama typo masih bisa dibaca harap dimengerti. Jika dalam cerita ini terdapat beberapa, ata...