I Hope You A Good Time Of Your Life

103 13 2
                                    

"Hey," Zabdi menyapaku singkat kemudian duduk dihadapanku. "Kopi?" Tanyanya saat dia lihat sudah ada dua cangkir kopi di meja. Kami bertemu di cafe Jitter, kali ini aku yang meminta Zabdi datang karena aku tidak mungkin mengganggu Alan yang sedang sibuk dengan berbagai tugasnya.

"Aku tau kau tidak begitu menyukai kopi seperti aku, tapi kali ini kau tidak boleh mabuk, Zab." Kataku, dia hanya mengangguk sambil menyeruput kopinya. "Lagi pula kau harus memastikan aku pulang dengan selamat kali ini," dia seketika menatapku kaget.

"Tunggu, jangan bilang kali ini kau akan mabuk?" Tanya Zabdi dengan wajah khawatir. Aku mengangguk, aku belum pernah mabuk sebelumnya karena ibuku melarang, tapi kurasa jika ibuku tidak tau maka bukan masalah jika sesekali aku mabuk. "Aku tau kau dalam masalah Bob-head, tapi alkohol tidak akan membantu." Tambah Zabdi.

"Tapi kau sering mabuk, Zab. Sangat tidak adil kalau kau melarangku."

"Aku tau, tapi itu sama sekali tidak membantu. Kau akan melupakannya sesaat, tapi setelah kau bangun tidur maka kau akan teringat lagi." Katanya berusaha meyakinkanku. "Aku mulai belajar untuk menghadapi masalah Bob-head, bukan untuk melupakannya--karena sekeras apapun kau mencoba melupakan masalah, maka masalah itu akan selalu menerormu siang dan malam." Jelas Zabdi. "Dengan kata lain aku sadar selama ini aku bodoh, dan aku juga sedang belajar menjauhi alkohol."

"Baiklah, aku tidak akan coba coba." Aku pun menenggak habis secangkir kopi milikku. Aku benar benar tidak tau apa yang ada dalam kepalaku atau hatiku, aku hanya tak ingin sendiri.

"Ada yang ingin kau katakan?" Zabdi bertanya lirih, sepertinya ia tau betul apa yang aku rasakan. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban, aku tidak tau harus bicara apa apa.

"Kurasa hanya kau yang tau bagaimana perasaanku saat ini," dia mengangguk, "Terima kasih," Zabdi mengangkat alisnya tanda tak mengerti, "Terima kasih sudah tidak memaksaku mengatakan sesuatu."

"You're welcome." Dia menyeruput kopinya lagi. "Kau tau aku mendengarkan karena aku peduli, bukan karena sekedar penasaran--ceritakan saja kalau kau sudah siap cerita." Imbuhnya.

"Aku tidak tau kenapa kau dan aku masih sama sama bungkam, maksudku tentang perasaan kita?" Kataku, ekspresi Zabdi berubah jadi ekspresi datar, seperti penasaran dan terkejut. "Kau masih belum mengutarakan perasaan pada gadis itu, kan?--kau tidak cukup cepat." Tanyaku, Zabdi hanya mengangguk kaku, "Dan aku juga tidak cukup cepat menyadari perasaanku sebenarnya pada Chris. Sampai aku rasa semua telah berubah."

"Aku turut sedih atas apa yang kau alami Bob-head, tapi itu bukan kesengajaan." Katanya, "Maksudku bukan kesengajaan dari Chris, kita semua tau Lexie-lah yang sengaja melakukannya." Lanjut Zabdi setelah mendapatkan tatapan 'Bung! Yang benar saja?' Dariku.

"Aku tak tau kenapa hal ini membuatku merasa sangat kacau."

"Ini hal biasa Bob-head, semua orang mengalaminya."

"Ini kah yang kau alami selama kau memendam perasaanmu?" Zabdi hanya mengangguk pelan, "Aku tak tau betapa kuatnya kau masih bisa bernafas sampai sekarang dengan berbagai kekacauan yang berkecamuk dikepalamu itu." Zabdi hanya tersenyum, kemudian dia memegang tanganku.

"Karena dia selalu menguatkanku," katanya sambil tersenyum, aku tidak mengerti. "Ada apa dengan kita? Dua orang yang sedang hancur, berusaha menguatkan satu sama lain--kita sangat serasi." Zabdi berbicara sambil tertawa, lucu juga.

"Iya kau benar, kita ini sangat serasi." Aku pun tertawa dengan candaan Zabdi.

"Aku kira orang orang dengan banyak kesamaan lah yang berjodoh--ternyata justru orang orang yang saling berlawanan lah yang jodoh. Aku jadi ingat pelajaran sains tentang magnet dengan kutub utara dan kutub selatannya." Sesaat Zabdi membuatku teringat pelajaran sains yang membosankan itu.

"Kutub yang sama saling menolak."

"Iya, kau tau kenapa?"

"Aku tidak pernah suka sain sejak lulus dari sekolah dasar."

"Aku juga--maksudku kita ibaratkan saja magnet itu sebagai manusia yang saling mencintai." Aku mengangkat alisku, tak mengerti. "Cinta itu saling melengkapi Bob-head. Orang yang kau cintai akan memberimu sesuatu yang tidak kau miliki, begitupun kau akan memberikan sesuatu yang tidak dimilikinya." Jelas Zabdi, aku pernah dengar kata kata itu sebelumnya, masuk akal juga dengan perumpamaan magnet.

"Selalu sulit mencari perbedaan, dan kesamaan akan selalu kita temukan bahkan saat kita tidak memikirkannya."

"Sama seperti cinta. Kau tidak perlu mencarinya atau memikirkannya, itu hanya akan membuatmu sakit. Tapi ketika kau tidak memikirkannya, dia pun akan datang 5anpa kau sadari, dan itu tidak akan jadi beban bagimu. Karena sejatinya cinta bukanlah sesuatu yang sulit dicari Bob-head." Zabdi benar, aku tidak perlu terlalu memikirkannya dan mulai berhenti mencarinya, "Percayalah, selalu ada cinta yang menyertaimu dimanapun kau berada." Seperti biasa Zabdi selalu menjadi pendengar yang baik.

"Terima kasih Zab. Aku merasa seperti ada kakakku disini, hanya saja kau lebih pintar dari kakakku." Zabdi lagi lagi hanya tersenyum. "Kau tidak mau naik kesana lagi?" Tanyaku sambil menunjuk kearah panggung, wajahnya memerah. "Como tu te llama' yo no se," aku menyanyikan sebait lagu yang Zabdi nyanyikan malam itu.

"Oh tidak, Bob-head, aku ingat bagian itu." Aku pun menariknya ke atas panggung dan mengajaknya menyanyikan satu lagu.

"Malam itu kau bilang aku tidak bisa bernyanyi. Aku hanya ingin membuktikan padamu kalau aku hanya tidak tau lagunya." Aku berikan satu mic untuk Zabdi.

"Tapi tadi kau menyanyikannya?" Tanyanya bingung.

"Kau lupa aku tidak mabuk malam itu, aku ingat penyanyi dan judul lagunya. Spotify punya lagu itu--lumayan juga." Zabdi hanya melongoh saat aku menjelaskan, Zabdi sudah membuktikan kalau mabuk hanya membuatnya melupakan kejadian sementara.

Kali ini aku yang memilih lagunya, pastinya baik aku atau Zabdi tau lagunya, ini lagu legedaris dari band legendaris, kami sama sama suka lagu ini dan juga band-nya. Green Day, Time Of You Life (Good Riddance).

.....

Jadi guys, kemaren itu aku gatau ternyata ada 1 part yang ilang untung aja punya back-up nya jadi bisa di republish. Sekalian aja update part baru, jadi buat kalian yang belom baca bisa di cek kira kira 3 part sebelum ini, setelah part Pesta Kedua. Dari awal nulis ff ini adaaa aja kendala, but its ok lah, its ok now👌

AMO (A Christopher Vélez Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang