Revo baru saja merebahkan tubuhnya diatas kasur, tiba-tiba handphone-nya berdering.
revasherene is calling...
Revo menghela napas lalu mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, Va. Kenapa?"
"Kenapa sih kamu ngirimin kodok ke aku? Mana udah dimutilasi lagi. Kalo mau bercanda nggak gini caranya, Rev. Nggak lucu tau nggak!" suara Reva terdengar marah. Revo mengerutkan dahinya, ia terbingung.
"Kodok?"
"Iya. Aku nggak suka, Rev cara kamu begini. Bibi bilang tadi ada kiriman kotak dari kamu, waktu aku buka isinya kodok udah dipotong-potong. Masih ada darahnya."
Aneh sekali. Kodok? Untuk apa ia mengirim kodok untuk Reva? Apalagi memutilasinya. Memangnya ia mau praktek biologi?
"Aku nggak ngirim kodok ke rumah kamu, Va. Ngirim kotaknya aja nggak. "
"Terus siapa yang ngirim aku kodok? Serem tau."
"Yaudah kamu buang aja kodoknya, ya? Atau kamu suruh siapa buang kodoknya. Kamu tenang, jangan panik. Jangan keluar rumah sendirian. Oke?" suruh Revo. Diseberang sana, Reva mengangguk.
"Iya, maaf ya. Aku kira kamu beneran."
"Iya, nggak papa."
"Maaf ya, Rev aku ganggu kamu. Dah!" Reva memutus panggilan.
Revo menggelengkan kepalanya, seperti ada yang tidak beres.
"Kemaren ada orang yang ngikutin Reva. Terus sekarang ada yang ngirim kodok ke rumahnya? Gue rasa semuanya emang udah ada yang ngerencanain."
"Tapi buat apaan?" Revo kembali merebahkan tubuhnya. Melelahkan sekali.
---
Revo berjalan menyusuri koridor sekolah, rasanya akhir-akhir ini rasanya hampa sekali. Pikirannya tertuju kepada Alea yang menjauh. Apa kabar gadis itu? Rasanya aneh sekali setiap berpapasan dengannya namun gadis itu hanya melewatinya begitu saja. Terkadang menatap sinis, terkadang tak ingin melihat.
Ia tau mungkin ia salah. Tapi nyatanya hidupnya sangat berbeda tanpa gadis itu. Sore ini, Alea duduk di taman sekolah. Entah apa yang gadis itu lakukan. Ia memetik ilalang-ilalang yang tumbuh dan mengganggu bunga-bunga yang indah.
"Kadang, kasian ilalang. Buat apa harus dicabut? Buat apa harus diilangin? Dia tumbuh gitu aja, tanpa ada yang mau."
"Mungkin karena dianggep pengganggu, jadinya harus diilangin."
Mata Alea membulat kearah Bunga yang tak pernah ia lihat sebelumnya—Bunga Matahari.
"Gue baru sadar ada bunga ini disini."
"Hai. Katanya filosofi dari kamu dalam ya?"
"Katanya bunga matahari selalu mengikuti matahari sejak terbit hingga terbenam. Makanya kamu dibilang bunga kesetiaan dan ketulusan. Katanya, bunga matahari nunjukin kehidupan yang ceria dan hangat ya. Emang iya?" Alea terkekeh sendiri.
"Lalu kalau terbenam dan mentari hilang. Apa kamu bakal berpaling ke bulan? Bulan yang diibaratkan sangat jauh dari matahari. Bulan yang cahayanya tak seterang matahari. Yang tidak memberi makna sebesar matahari. Tapi, bulan juga menemani kamu saat malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Side [Telah Difilmkan & Diterbitkan]
Roman pour AdolescentsThe Other Side Movie tayang di seluruh bioskop Indonesia, 17 Maret 2022. #1 in Teenfiction [06/10/18] "Gue itu suka sama lo, lo aja yang nggak pernah peka," "Jadi sebenernya, gue atau lo yang nggak pernah peka?" Kalian pernah sama-sama mencintai nam...