58 - Liar

217K 10.8K 787
                                    

Keesokan paginya, Alea membuka matanya. Menatap sinar mentari yang memasuki kamarnya lewat jendela kamarnya. Alea menatap jam dinding, waktu menunjukkan pukul 07.00. Dia tidak panik, memang hari ini tidak ada kegiatan belajar mengajar. Hanya pengambilan laporan hasil belajar, atau yang lebih dikenal dengan raport. Sesungguhnya Alea tak terlalu bersemangat untuk menemani Cecil mengambil raportnya. Ke sekolah? Untuk apa? Bertemu dengan seseorang yang akan menuduhnya tanpa bukti? Bertemu dengan seseorang yang menuduhnya dengan alasan yang didasari oleh keyakinannya sendiri? Menyebalkan.

Sebenarnya, bukan itu masalah utamanya. Bukan masalah ia akan dituduh, namun rasa yang mengganjal dihatinya setelah mendengar kata-kata pahit dari yang mengucapkannya. Kalau kau ada diposisinya, kau akan marah atau akan kecewa? Mau marah tetapi ingin menangis, tak marah tapi akan semakin menjadi; kecewa dan terdiam mungkin akan jadi alternatif paling masuk akal walaupun itu paling menyakitkan.

Alea mengambil buku binder diatas mejanya, menghela napas sejenak seraya menatap matahari.

Hari masih pagi.
Namun rindu tak kenal waktu.
Kecewa juga tak pernah mengerti kapan ia harus datang dan kapan ia harus berhenti.

Sinar mentari datang menyinari.
Membawa suatu titik cahaya yang berarti.
Bahkan tenggelamnya juga dinanti-nanti.
Senjamu yang indah.

Tapi kau tahu waktu, orang lain akan menganggapmu menghilang disaat kau tenggelam.
Padahal, apakah mereka tahu?
Kau tetap memberi sinar pada sang bulan walaupun kau tak terlihat.

Apakah begitu juga dengan rindu?
Tak tampak, namun selalu ada.
Dikala malam.
Orang tak akan percaya jika mentari masih bersinar.

Mungkin begitu juga denganmu.
Kau tak akan percaya.
Kau sudah gelap terbawa malam.

Namun mentari tetap bahagia.
Karena ia masih dapat membuat orang lain bahagia.
Walaupun bukan dia alasannya.

Dia memberi cahaya kepada bulan.
Memberi kesempatan kepada gemerlap bintang untuk bersinar.
Agar orang lain tetap bahagia, meskipun ia dianggap tak ada.

Percayalah, apakah menurutmu aku bagaikan sinar mentari yang merindukan pagi?
Namun malam tak ingin usai, ia masih berbahagia.
Apakah dikala malam ia akan percaya jika sang mentari masih ada?

Namun satu yang harus kau percaya, Sang Mentari tak akan pernah pergi meninggalkanmu.

Tes. Satu tetesan air mata jatuh membasahi bukunya. Alea menghela nafas sejenak, lalu menghapus air matanya. Kenapa ia harus menangis?

Tak lama, Cecill datang memasuki kamarnya. Sudah dengan pakaian rapi. Ia melipat kedua tangannya seraya menggeleng.

"Kamu tuh ya, giliran nggak sekolah aja pagi-pagi udah megang buku." Alea mengusap kedua matanya lalu terkekeh kecil.

Cecill menatap Alea bingung, matanya tampak sembab. Dan tatapan matanya tampak kosong.

"Kamu nangis?" tanya Cecill. Alea tertawa.

"Ngaco ah, Ma! Alea baru bangun tidur makanya matanya sembab gini," dusta Alea. Cecill mengangguk.

"Yaudah kamu siap-siap mandi sana! Jangan kesiangan, mama ada acara." Cecill pergi meninggalkan kamar Alea. Alea menutup pintu kamarnya, membuka sejenak dan membaca ulang apa yang ia tulis.

The Other Side [Telah Difilmkan & Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang