Alea tersenyum miring, ia menghela napas.
"Yaudah lah kak, nggak usah dibahas. Nggak penting juga," tepis Alea.
"Tapi nyatanya lo suka sama Revo kan? Lo nggak bisa bohong, Alea."
Alea tertawa sejenak.
"Nggak penting juga kan dibahas?"
"Terus apa ngaruhnya kalo saya suka sama dia atau nggak? Buat apa saya bilang ke semua orang saya suka dia atau nggak, nggak akan ngerubah semuanya. Permisi," ujar Alea menegaskan lalu meninggalkan koridor. Mungkin gadis itu tengah keras kepala.
Alea menguatkan dirinya dan tekadnya, ia tak bisa direndahkan seperti ini. Ia berjalan penuh emosi yang bercampur kesedihan, apakah kau mengerti apa yang ia rasakan sekarang?
Ia berjalan tanpa melihat kiri dan kanan, emosinya benar-benar memuncak. Tanpa sengaja ia menabrak seseorang. Brak' Alea menatap siapa orang yang sepertinya tak sengaja bertabrakan dengannya.
Lelaki itu sudah menatap Alea tajam, Alea membalas tatapan itu. Bukan dengan tatapan takut, tapi dengan tatapan tajam juga.
"Mau lo apa sih?" tanya Revo dengan intonasi yang meninggi.
"Mau gue?"
"Kalo lo nggak punya bukti, nggak usah asal nuduh orang."
"Nggak usah ngambil kesimpulan sendiri tanpa lo tau kebenarannya gimana."
"Kalo lo mau ngomong saring dulu. Buat apa lo punya otak kalo nggak dipake?"
"Gue kecewa sama lo, Rev." Alea dengan sengaja menabrak bahu Revo yang didepannya lalu pergi meninggalkan Revo. Apakah pria itu akan lebih membenci Alea? Entahlah. Yang jelas Alea tidak suka dengan sikap Revo.
Sebenarnya ia masih ingin menangis, tapi ia harus kuat. Untuk apa ia menangis? Toh, bukan ia yang bersalah.
Revo menatap Alea dengan tatapan kosong, menatap gadis itu hingga bayangannya hilang. Seperti ada sesuatu yang menohok dihatinya, apakah ia telah menyakiti perasaan gadis itu?
Kenapa dia marah? Apa dia emang bukan pelakunya? Tapi semua hal mengarah ke dia. Batin Revo bingung, tapi memang jika Alea bersalah pasti dirinya akan ketakutan. Tapi kemarahan Alea seakan menampar Revo dengan kencang akan kenyataan yang sebenarnya.
Dari kejauhan, ada seseorang yang tersenyum puas akan semua yang terjadi.
"Lo nggak akan bisa dapetin hati Revo, Alea."
"Dengan begitu, lo berdua akan semakin jauh."
"Sekarang tinggal dia."
Revo meletakkan tasnya di sofa appartement-nya. Ia menghela nafas, ia keluar dari appart-nya dan menuju kearah balkon. Ia menatap langit senja sendirian disini.
Ia benar-benar merasa bersalah. Namun rasa bingung juga menyelimutinya.
Revo melihat mata Alea yang sembab saat mereka bertabrakan, apakah Alea menangis? Mengapa hatinya merasa sakit jika betul dirinya yang membuat Alea menangis? Lalu mengapa hati Revo terasa sakit padahal sebelumnya ia menuduh Alea yang tidak-tidak.
"Sebenernya mau gue apa?"
"Sebenernya kejadian yang sebenernya gimana sih?" Revo mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Kenapa gue ngerasa bersalah ya?" Revo menghela napas lagi. Ia jadi ingat semua tentang gadis itu.
Alea yang suka ceroboh, Alea yang suka jatuh, Alea yang suka dihukum karena terlambat, Alea yang tak pernah benar kalau naik motor, Alea yang selalu membuatnya tertawa, Alea yang menemaninya saat ia terpuruk, Alea yang sepertinya menerima semua yang ada dalam dirinya. Rasanya seperti rindu, saat mereka bertengkar karena hal sepele, membuat gadis itu marah, gemas dengan tingkahnya, melihat pipi gadis itu memerah. Semuanya terasa, berlalu begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Side [Telah Difilmkan & Diterbitkan]
Fiksi RemajaThe Other Side Movie tayang di seluruh bioskop Indonesia, 17 Maret 2022. #1 in Teenfiction [06/10/18] "Gue itu suka sama lo, lo aja yang nggak pernah peka," "Jadi sebenernya, gue atau lo yang nggak pernah peka?" Kalian pernah sama-sama mencintai nam...