10' Curious

1.6K 86 0
                                    

Seorang pria dewasa merebahkan tubuh atletisnya ke sebuah sofa di rumahnya. Perkataan Melani benar-benar membuat rasa penasaran Alan terjawab juga. Walaupun hanya sekian persen saja ia telah mengetahui latar belakang Alista, guru privat sang adik yang membuatnya akhir-akhir ini memang penasaran.

"Ternyata dia lebih menderita dari pada gue. Gue masih punya ibu. Sedangkan dia ..."

Siang hari begitu terik. Kampus begitu ramai di jam istirahat beberapa kelas mahasiswa yang memang sudah menyelesaikan perkuliahannya untuk jam pertama. Ada sekumpulan laki-laki yang tengah asyik berbincang, berdiskusi dan saling bertukar pendapat di sebuah gazebo kampus. Pandangan Reka yang tengah fokus pada sang teman alih-alih sedang asyik mengobrol, kini fokusnya telah teralihkan karena Reka merasa ada seseorang yang tengah memperhatikannya dengan jarak yang memang tak terlalu jauh.

Reka berusaha melirik dan menolehkan kepalanya ke samping, ia mencoba untuk berpura-pura memperhatikan lingkungan, namun matanya tentu fokus pada seorang perempuan. Perempuan? Iya, perempuan yang berdiri di balik pohon pucuk merah yang digadang-gadang oleh Reka yang sedari tadi memperhatikannya.

Reka memang sudah terbiasa dengan kejadian itu. Tapi yang tak biasa adalah mendapatkan perhatian secara diam-diam seperti saat ini. Ketika perempuan berusaha untuk mendekatinya, mereka akan lebih dulu mengajak Reka makan bersama, berdiskusi bersama, atau meminta bantuan jika kesulitan dalam mata kuliah mereka. Tapi, kali ini situasinya memang berbeda. Reka lebih baik didatangi oleh perempuan yang secara terang-terangan ingin menjadi temannya dari pada diikuti oleh seorang penguntit yang membuat kehidupannya menjadi tidak nyaman. Perempuan itu tentunya memang sudah tak asing bagi Reka sendiri. Sudah sejak seminggu ia selalu melihatnya ketika di manapun ia berada.

"Siapa sih tuh cewek, penasaran gue. Kenapa dia selalu aja ngikutin gue tanpa maksud begini."

Reka mencoba melangkah ke arah pohon pucuk merah yang tumbuh besar di halaman kampus. Baru beberapa langkah, gadis itu pun menghilang. Tapi, hal itu tak membuat Reka menyerah. Ia tahu gadis itu pasti masih berada di sekita pohon. Begitu penasarannya Reka pada gadis itu, Reka akhirnya mengikutinya balik.

"Heh!" Teguran itu membuat si gadis menoleh cepat ke belakang. Tepat sasaran Reka untuk bisa meminta penjelasannya.

"Lo siapa? Kenapa lo terus diam-diam liatin gue? Ngikutin gue?" Mata Reka menyurang tajam menatap gadis yang wajahnya begitu khawatir karena tertangkap basah.

"Emm .. itu .. emm .... kak Reka, aku pergi dulu." Gadis itu terbecir berlari dengan penuh ketakutan setelah Reka menegurnya. Sementara, Reka hanya menganga bingung karena kepergiannya.

"Dia tau nama gue? Kok bisa? Siapa dia?"

Semilir angin yang menyejukkan mampu memberikan ketenangan pada seorang Alista. Ditemani dengan secangkir teh hangat, juga pepohonan yang terus menari di penglihatannyaz fokus Alista lagi-lagi teralih oleh kehaluan.

"Ibu, Ayah?"

Alista tak pernah tahu, kapan ibu dan ayahnya datang dan duduk dengan tenang di samping kanan juga kirinya. Hal itu membuatnya terdiam bingung menatap kedua orangtuanya tengah tersenyum menatapinya dengan kebahagiaan.

"Alista, makasih. Kamu udah jagain Reka dengan baik."

Perkataan itu muncul dari mulut seorang wanita paruh baya yang ia sebut ibu. Bayangannya sangat samar di mata Alista.

"Nak, sekarang, saatnya kamu yang bahagia. Kamu harus bahagia, mulailah dengan baik."

Ucapan laki-laki paruh baya itu membuat celah air mata di mata Alista. Alista tidak tahu, apakah dirinya tengah sadar atau tidak hari itu. Namun, melihat kedua orangtuanya tersenyum di sampingnya, membuat Alista sangat sangat merasa bahagia.

ALISTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang