19' Broken Heart

1.3K 64 0
                                    

Rumah terlihat masih sepi ketika pagi sekali para tuan rumah belum kunjung bangun. Alan masih terlihat menutup matanya. Begitupun dengan Arda di kamarnya sana. Beberapa jam setelahnya, Arda sudah terlihat duduk di kursi dalam salah satu ruangan terbuka khusus ia belajar bersama Alista.

Indra penciuman Alista sedikit terganggu, ketika wangi parfum begitu semerbak di ruangan itu. Hal itu sedikit mengganggu Alista ketika hendak memulai pelajaran.

"Hem. Bau apa ini ya? Kenapa nyengat banget."

"Itu wangi cinta. Eh, maksud gue wangi semangat," sahut Arda dengan gagah menunjukkan kedua tangannya yang terangkat pada Alista. Bajunya sedikit menampakkan otot-otot lengan yang baru saja terbentuk.

"Kak Alis, gue pengin belajar di luar. Mau ya kali ini?"

"Lagi?"

"Please!"

Ya, bukan Arda jika ia betah di rumah. Keinginan Arda yang ingin belajar di luar lagi, kini Alista turuti dengan pasrah. Taman. Bukan cafe atau kedai yang mereka tuju saat itu. Taman berlahan luas dengan banyak pepohonan di sekitarnya, Arda pilih untuk mengajak Alista belajar di sana. Di sana, bukan hanya terlihat mereka berdua saja yang terduduk pada kursi yang telah disediakan. Tapi, beberapa diantara pengunjung taman, dominan mereka adalah pasangan kekasih. Hal itu membuat Alista bingung melirik sana sini.

"Kamu yakin belajar di sini? Kayaknya ini bukan tempat yang tepat."

"Sebenarnya, gue bukan niat belajar ke sini. Gue, ada maksud lain bawa ka Alis ke sini."

Alista tertegun heran mendengar pernyataan Arda. Ia bahkan kali ini tak bisa menebak pikiran bocah yang kini beranjak usia 19 tahun. Mereka bergeming sesaat, dan Alista mulai mengeluarkan laptopnya ke atas meja.

"Alista?"

Tangan Alista terhenti, ketika Arda memanggilnya dengan aneh. Iya, Arda memanggil nama lengkapnya tanpa menyebut kakak di depan namanya. Hal itu membuat Alista merasa aneh dengan sikap Arda hari itu.

"Gue mau ngomong sesuatu."

Alista kini mulai menatap Arda begitu bingung. Anak itu benar-benar membuat pikirannya sedikit merasa takut.

"Apa?" tanya Alista heran.

"Alista, gue ... gue suka sama lo kak."

Mata Alista melebar terkejut setelah Arda mengungkapkan perasaannya detik itu juga. Mata yang awalnya menatap Arda dengan heran, kini mulai memencar dengan kebingungan. Namun, kali ini, Alista mulai mencairkan sikapnya yang sebelumnya kaku di depan Arda.

"Maksud kamu apa?" Tangan Alista mulai sibuk menyiapkan perlengkapan mengajarnya.

"Gue ... Arda ... suka sama lo kak. Dari awal, pertama kali gue liat kak Alis, entah kenapa hati gue ngerasa beda."

"Tapi Arda, saya itu kan ...."

Mata Alista menatap sayu Arda. Ia bahkan tak mengerti jika hal itu akan terjadi pada Arda, murid privatnya sendiri.

"Iya gue tau. Kakak lebih tua dari gue, dan kakak guru privat gue. Tapi apa salahnya gue cinta sama kak Alis?"

Alista terdiam sesaat dengan mata masih sempurna menatap Arda begitu menekan.

"Arda, yang kamu rasain itu bukan cinta. Saya guru les kamu dan kamu murid saya, cuma sebatas itu dan gak akan pernah berubah."

"Tapi kak, gue suka sama kak Alis. Gue gak bisa buang perasaan ini."

"Saya bilang, itu bukan perasaan yang sebenarnya Arda. Selama ini saya anggap kamu seperti adik saya sendiri. Saya mohon Arda, jangan bersikap kayak gini. Saya minta maaf kalau membuat kamu terganggu selama ini." Alista membereskan buku-bukunya ke dalam tas.

ALISTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang